NovelToon NovelToon
Lucid Dream

Lucid Dream

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Nikah Kontrak / Beda Usia / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:426
Nilai: 5
Nama Author: Sunny Rush

Sebuah kumpulan cerpen yang lahir dari batas antara mimpi dan kenyataan. Dari kisah romantis, misteri yang menggantung, hingga fantasi yang melayang, setiap cerita adalah langkah di dunia di mana imajinasi menjadi nyata dan kata-kata menari di antara tidur dan sadar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

“Lagi apa kamu?” tanya Jono sambil melihat Zulaikha, mereka kini lagi Videocall bersama teman-temannya. Tapi terasa mereka ada di hadapan kita, disamping kita misal nelepon tapi mereka ada di depan kita.

“Eh, pengantin. Anteng sekali kamu, main sini!” Zulaikha menoleh, wajahnya masih sedikit memerah karena interaksi tadi dengan Yusuf.

“Ada apa sih riweuh?” Jono duduk di samping Zulaikha, menatapnya penasaran.

“Apa yang sedang kamu pikirkan?” lanjut Aira, muncul dari belakang sambil menyeruput es teh manis.

“Entahlah! Banyak pikiran tapi nggak menemukan titik terang,” Zulaikha menghela napas panjang, memiringkan kepala dan menatap langit-langit.

“Apa mau cerita?” tanya Jono sambil menyandarkan kepalanya ke tangan.

“Tidak. Ini urusan keluarga, kalian nggak perlu tahu,” jawab Zulaikha sambil menundukkan kepala, wajahnya memerah.

“Jadi nggak usah bikin kita kepo!” Aira mengangkat alisnya, senyum nakal di wajahnya.

“Kapan kita akan jalan-jalan?” tanya Zulaikha, mencoba mengalihkan suasana.

“Kapan saja. Aku tinggal minta izin sama suami, tapi kalau dia nggak ngijinin, aku paksa,” jawab Zuzu santai.

“Heh, jangan jadi istri durhaka!” Aira menepuk lengan Zuzu setengah bercanda.

“Sedikit. Tapi aku akan paksa dia sih. Kalau nggak dibolehin ya ikut. Kapan kalian free?” Zulaikha mulai tersenyum tipis.

“Besok aku free, bagaimana denganmu, Aira?” tanya Jono.

“Free, Jon. Zulaikha bagaimana besok?” Aira menoleh ke Zuzu, mata berbinar.

“Nanti aku bilang, akan kabari kalian secepatnya. Makan-makan ya, traktir pokoknya!” Zulaikha tersenyum tipis tapi terlihat bersemangat.

“Jono yang traktir!” seru Aira, menatap Jono dengan nada bercanda.

“Iya, para emak-emak biar aku yang traktir,” jawab Jono sambil tertawa.

“Thank you, Jono!” Zulaikha menutup teleponnya, tapi tiba-tiba pintu kamarnya digedor.

“Enak ya, jadi nyonya di rumah, bukannya masak malah bersantai! Cepet kerja!” bentak Ika, matanya menyorot tajam ke arah Zulaikha.

“Aku tadi sudah masak, apa Tante nggak lihat di meja makan? Apa Tante membuangnya?” Zulaikha buru-buru menuju dapur, hatinya panas karena merasa dicurigai.

Ia melihat makanan masih ada di meja, utuh. Mata Zulaikha membulat. “Apa Tante sengaja mencari masalah?” gerutunya pelan.

“Ada masalah apa, Tante? Makanan sudah ada, tinggal makan, sekarang pakai bilang suruh masak lagi!” dengus Zulaikha kesal, tangannya mengepal di pinggang.

“Aku nggak mau makanan kampung ini!” tolak Ika.

“Pesan secara online saja biar bisa pilih makanan. Punya uang, Tante?!” Zulaikha menatap Ika tajam.

“Kamu meremehkan saya?!” Ika membalas dengan nada tinggi, wajah merah padam.

“Tante yang nyari masalah duluan. Sudah, aku mau istirahat!” Zulaikha meninggalkan dapur sambil menutup pintu keras-keras, napasnya terengah.

“Kadang mikir, aku nggak sopan ya, tapi bagaimana nggak sopan kalau makanan ada tapi dikatain nggak ada. Ada apa dengan keluarga ini?!” Zulaikha bergumam pelan, menahan kesal dan lelah.

Keesokan harinya, Zulaikha menatap keluar jendela. “A, besok aku mau pergi ya, bersama teman-teman!” katanya, setengah minta izin, setengah bilang saja.

“Untuk apa kamu bilang?” tanya Yusuf, matanya masih menatap layar laptop.

“Status kamu kan suami ku, jadi aku mau izin saja, sekalian minta uang,” Zulaikha menadahkan tangan seperti bocah, senyumnya manis tapi penuh rayuan.

“Apa kamu pikir aku akan memberikanmu uang begitu saja?” Yusuf menoleh, matanya bersinar licik.

“Pasti, tapi kalau aku minta di depan Tante kamu pasti cuek dan marah-marah nggak jelas. Benar kan? Jadi aku minta sekarang mumpung kita lagi berdua dan nggak ada yang lihat. Lagian kamu kan bersikap baik kalau sedang berdua, mah,” rayu Zulaikha sambil tersenyum lebar.

“Apa imbalannya?” tanya Yusuf mendekat, laptop sudah ditinggalkan.

“Kenapa harus ada imbalan? Bukannya suami wajib menafkahi istri?” Zulaikha mengangkat alis, bersikap polos tapi licik.

“Lalu, apa kamu sudah menjalankan kewajibanmu sebagai istri?” kata Yusuf menatap tajam.

“Apakah kewajiban… seks juga?” Zulaikha mengerutkan kening, campuran takut dan penasaran.

“Menurutmu?” jawab Yusuf.

“Ya sih, tapi apa harus? Sakit gak?! Katanya sakit tapi enak, tapi...” Zulaikha terhenti, wajah memerah.

“Berhentilah berucap!” Yusuf menempelkan tangannya menutup mulut Zulaikha, lembut tapi tegas.

“Lebih baik kita tidur!” Yusuf menarik Zulaikha, meletakkannya di sampingnya, posisi Zuzu di pelukannya.

“Tapi kamu akan memberikan uang kan?” tanya Zulaikha, mata menatap Yusuf penuh harap.

“Ya, aku akan memberikanmu uang dan pergi bersamamu besok. Tidurlah!” kata Yusuf, merapatkan Zulaikha ke ketiaknya, hangat tapi menenangkan.

“Aku nggak mengajakmu!”

“Tidak perlu diajak, aku akan datang. Ada perlu besok.”

“Tapi uang dulu ya, nanti takutnya aku mau jajan.”

“Ambil saja di dompet uang cash atau enggak , ambil atmnya satu."

“Serius?! Uhhh thank you, my misua!” Zulaikha memeluk Yusuf erat, wajahnya lega tapi masih canggung.

“Kamu boleh memelukku untuk malam ini saja, hanya malam ini!” kata Zulaikha sambil berbalik membelakangi Yusuf.

“Kenapa harus setengah-setengah, My Zuzu!” keluh Yusuf dalam hati, sambil berbaring menahan senyum geli.

Di perjalanan, Zulaikha menatap keluar jendela taxi online. Pikirannya campur aduk, Nadia dan Papa Nugroho tidak ada di rumah. Ia memilih fokus pada pengamatannya sendiri.

Ia menyipitkan mata melihat mobil tantenya melintas. Bukan Mira, tapi seorang perempuan acak-acakan. “Apa itu Nadia?” pikir Zulaikha. Tapi saat menyipitkan lagi, bukan Nadia. Lalu siapa?

Perempuan itu menatap ke arah Zulaikha. Jantungnya berdebar. “Itu Mama mertuaku!”

“Pak, bisa minta tolong ikuti mobil itu?! Nanti saya tambah ongkosnya,” perintah Zulaikha pada sopir.

“Siap, Neng!” jawab sopir sigap.

Mobil berhenti di rumah kecil dan sederhana, terlihat kumuh dan lama tak ditempati. Zulaikha melihat Nadia memeluk Mama mertuanya, menangis.

Zulaikha mengambil handphone dan memotret diam-diam. Ada dua orang menyeret Nadia dan Mama mertua masuk rumah. “Masa harus kepo? Nanti sajalah. Yang penting, Nadia di sini bersama ibunya. Daripada aku masuk dan jadi kambing guling, kan berabe. Ihhh, serem! Pak, kembali ke tujuan awal, ya,” bisik Zulaikha pelan.

“Siap, Neng!”

Zulaikha menarik napas panjang. Ia harus bisa mengetahui apa yang Tante itu lakukan. Bukannya dia adik Mama mertuanya, lalu kenapa harus begitu? Apa karena harta? Atau ada motif lain yang lebih gelap?

1
Idatul_munar
Tunggu kelanjutan thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!