Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengejutkan
Tiba pada saatnya sekolah tempat pak Arif mengajar, akan study tour ke Jakarta untuk murid-murid kelas delapan. Pak Arif yang kebetulan ikut serta dalam acara tersebut, memang sudah merencanakan akan meminta ijin pada guru yang lain, meminta sedikit waktu untuk menemui sang anak.
Saat itu semua siswa sedang mengunjungi Monumen Nasional, tidak ingin berlama-lama pak Arif segera mencari rumah Galih, dengan menggunakan bus Transjakarta koridor dua menuju Pulo Gadung, pak Arif pun turun di halte bus Cempaka Putih, yang kebetulan rumah Galih tidak jauh dari tempat itu.
Ketemu!
Pak Arif berdiri tepat di halaman rumah Galih, tampak seorang wanita sedang menimang bayi di teras rumahnya siang itu. Pak Arif sampai berkali-kali mengamati alamat yang sudah ia tulis dalam secarik kertas.
"Benar ini alamatnya!" Gumam pak Arif sambil mengamati tulisan beserta nomor rumah.
Melihat seorang pria tua yang tampak sedang bingung, Mita pun menghampiri. "Cari siapa, pak?" tanya mita dengan ramah.
"Saya sedang mencari alamat, sepertinya ini rumah Galih, atau saya yang salah ya, mbak?" kata pak Arif sambil menunjukkan secarik kertas bertuliskan alamat itu.
Mita mengulas senyum, "tidak salah kok, pak, ini memang rumah mas Galih. Saya sendiri istrinya!" Tegas Mita. "Bapak siapa, ya?" tanya Mita.
Manik hitam pak Arif membulat, pernyataan mengejutkan dari Mita membuat pak Arif merasa sangat syok. Bibir pak Arif seolah terkunci rapat, seluruh tubuhnya gemetar.
"Maaf, bapak siapa, ya?" sambung Mita kembali.
Pak Arif menatap wajah bayi dalam buaian Mita, memang seperti pantulan wajah Galih. Tak dapat berbuat apa-apa, pak Arif hanya merasa ingin segera pergi dari sana. "Katakan pada Galih, bapaknya telah datang kemari!" pesan pak Arif seraya pergi meninggalkan halaman rumah Galih.
Mita lebih syok, ia tak menyangka bahwa pria tua yang baru saja bicara denganya adalah bapaknya Galih. Sebelum pak Arif jauh, Mita sempat memangil-mangil, namun pak Arif mempercepat jalannya sehingga Mita tak sanggup mengejarnya.
Mita segera kembali masuk rumah, ia sangat takut, sudah pasti Galih akan marah karena Mita telah memberi tahu bahwa dia istri Galih pada pak Arif. Apapun yang terjadi Mita berpikir bahwa dirinya akan menghubungi Galih, dan menceritakan yang baru saja terjadi. Namun berkali-kali Mita menghubungi, tak kunjung terhubung, karena Galih sangat sibuk pada hari itu.
**
"Mita menelpon sampai berkali-kali? ada apa, ya?" desis Galih saat ia baru sempat membuka ponselnya. Namun karena sudah waktunya pulang, Galih tidak menghubungi Mita balik. Galih berpikir akan langsung menemui Mita saja di rumah.
Saat Galih memasuki rumah, Mita terlihat sedang menunggu dengan wajah ketakutan. Mita berdiri menunduk sambil meremas jari jemarinya yang lentik.
"Kamu kenapa, Mita?" tanya Galih penasaran.
Mita menatap Galih dengan cepat, matanya merah dan berair, hidungnya pun terlihat berdenyut kemerahan.
"Ma- maaf- maafkan aku mas!" ucapnya terbata.
Galih meninggikan sebelah alisnya. "Ada apa, Mita?"
"Ba- bapak, bapak mu dari kampung ta- tadi ke sini!" betapa sulitnya Mita mengucapkan kalimat itu.
"Apa?!!" Galih memegang kedua sisi lengan atas Mita, dengan mata melotot. "Katakan dengan jelas, Mita! siapa yang tadi datang?" nadanya mulai meninggi.
Bukannya menjawab, Mita justru menangis tergugu, ia begitu takut melihat sang suami dan kemarahannya, belum pernah Mita melihat Galih seperti itu sebelumnya. Apapun yang terjadi, Mita harus menceritakan hal itu, meski kemarahan Galih menjadi balasannya.
Galih masih meremas lengan Mita dengan sangat kuat, Galih sampai tidak sadar jika tindakannya akan menyakiti tubuh Mita.
Mita menunduk sambil nyengir kesakitan. "Maafkan aku mas, bapak mu datang secara tiba-tiba, dan aku bilang kalau aku istri mu."
Galih melepaskan genggamannya, disertai dorongan hingga membuat Mita terjerembab ke lantai.
Galih menjatuhkan tubuhnya ke sofa sambil mengusap wajahnya. ia sangat bingung harus bagaimana.
Perasaan seorang bayi, mengambarkan suasana hati ibunya. Rama, anak Galih dan Mita menangis kencang, suara tangisannya melengking hingga menyentuh gendang telinga, saat Mita ketakutan dan merasakan sakit akibat cengkraman Galih dan dorongan yang terlalu kuat.
Mita menghampiri sang anak yang tengah menangis di kamar, dengan menahan rasa sakit di tubuhnya. Entah mengapa tangisannya tak mau berhenti meskipun Mita sudah berusaha menenangkannya.
Galih berulang-ulang membasuh wajah di wastafel demi membuatnya merasa sedikit tenang. Ia terus menatap wajah diri dalam pantulan cermin, betapa buruk nasibnya kini. Entah bagaimana kedua orang tuanya saat mengetahui semua ini, belum lagi kepikiran tentang ibunya Arumni yang dulu tidak merestui.
"Aaarrrgghh!!" Teriaknya sambil menyambar vas bunga dari atas meja, ia lantas membanting vas bunga tersebut.
Mita merasa ketakutan, ia duduk di sudut ruangan sambil memeluk bayinya yang tak mau berhenti menangis. Tubuhnya bergetar saat Galih memasuki kamarnya, dalam pikiran Mita, entah apa lagi yang akan Galih perbuat dalam kemarahannya.
Tidak di sangka Galih justru memeluk istri dan anaknya, meminta maaf atas kekerasan yang baru saja ia perbuat. ketiganya menangis bersamaan di ruangan itu.
Setelah keduanya merasa tenang, sang bayi pun ikut tenang dan berhenti menangis.
"Maafkan ayah, ya sayang!" ucap Galih sambil mendekap Rama.
Mita berdiri, cairan bening masih mengenang di pelupuk mata, ia memegang lengan bekas cengkraman Galih dengan tangan menyilang. Mita berjalan menuju kamar mandi. Dalam kaca yang berada di atas wastafel, Mita menatap wajahnya yang tampak berantakan. Ia membasuh wajahnya berulang kali, merapikan rambut lalu membuka baju demi melihat lengannya yang terasa sakit.
Galih berdiri diambang pintu, setelah menidurkan bayinya, menatap nanar lengan Mita yang tampak membiru. Rasa menyesal pun terbit di wajahnya.
"Sakit, ya?" ucapnya kala menyentuh bekas tangannya itu.
Mita nyengir sambil menganguk pelan.
Galih mengelus puncak kepalanya, "Maafkan, aku!" ucapnya sambil mendekap tubuh Mita.
Hingga larut malam, Galih tak mau beranjak dari Mita dan Rama, penyesalan itu terus membayanginya. Galih bahkan tak pernah menyangka, dirinya akan sekasar itu, terlebih pada seorang wanita.
Sejak tadi belum ada kata yang terucap dari bibir Mita, ia masih menikmati rasa aman dalam dekapan sang suami.
**
Entah mengapa malam itu menjadi malam yang panjang untuk Arumni, ia merasa gelisah dan tak dapat tidur. Geser geser layar ponsel, berharap Galih akan menghubunginya, karena sejak pagi sama sekali belum mendengar suaranya.
Tanpa sengaja nomor Galih pun terpencet hingga menghubungkan pangilan. Karena sudah terlanjur, Arumni pun membiarkan tetap terhubung dengan Galih.
Tangan satu membelai puncak kepala Mita yang berada di pangkuan, sementara satu tangannya memegang ponsel. "Kamu belum tidur, Arumni?" ucapnya sesaat setelah pangilan terhubung.
"Belum, mas! ngomong-ngomong gimana Rama? apa dia rewel dan menyusahkan ibunya, hari ini?" Tanya Arumni yang sudah berdamai dengan keadaan.
Bukannya menjawab pertanyaan Arumni, Galih justru bicara hal lain, tentang kedatangan bapaknya. "Arumni, apa benar bapak ke Jakarta?"
Tadinya Arumni tidak ingat, namun karena Galih bertanya ia jadi teringat. "Iya, mas. Sekolah sedang mengadakan Study tour ke Jakarta, dan bapak ikut. Mas Galih tahu dari mana?"
Galih menghela napas. "Tadi bapak datang ke rumah."
Manik hitamnya seketika membulat, Arumni membenarkan posisi duduknya. "Apa yang terjadi setelah itu, mas?"
"Bapak sudah tahu kalau Mita istri ku. Kata Mita bapak langsung pergi, setelah mengetahui."
"Tapi sepertinya ibu belum bicara apa-apa, mas!"
"Mungkin belum sampai ke telinga ibu. Aku lagi bingung, Arumni. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya."
Hening!
...****************...
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi