NovelToon NovelToon
Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Kehidupan Kedua Si Pelatih Taekwondo

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Berondong / Time Travel / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Amanda Ricarlo

Dara sebagai pelatih Taekwondo yang hidupnya sial karena selalu diteror rentenir ulah Ayahnya yang selalu ngutang. Tiba-tiba Dara Akan berpindah jiwa raga ke Tubuh Gadis Remaja yang menjatuhkan dirinya di Atas Jembatan Jalan Raya dan menimpa Dara yang berusaha menyelamatkan Gadis itu dari bawah.

Bagaimana Kelanjutannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ricarlo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mendaftar Menjadi Anggota Teakwondo

“,Kau mau bergabung pelatihan taekwondo? Apa kau yakin?” suara Pak Daniel, guru olahraga itu terdengar pelan namun sarat keraguan ketika Lesham berdiri di hadapannya di ruang guru.

“Iya, Pak. Saya ingin bergabung,” jawab Lesham tanpa ragu, meski dalam hatinya ada sedikit perasaan gelisah, khawatir penolakannya akan kembali terulang.

Ekspresi Pak Daniel tampak seperti sedang menimbang-nimbang. Sorot matanya tidak hanya menilai, tapi juga seolah mempertanyakan alasan sebenarnya di balik keputusan Lesham. Pasalnya, beberapa rumor yang beredar di kalangan guru belakangan ini memang menyeret nama Lesham, hingga citranya di sekolah ikut tercoreng karena ulah seseorang yang bahkan sama sekali bukan perbuatannya.

“Apakah Bapak takut nama taekwondo ini akan ikut tercoreng kalau saya masuk? Kalau itu yang Bapak pikirkan, percayalah, apa yang selama ini beredar itu tidak benar. Saya justru sedang mencari tahu siapa yang sudah memfitnah saya. Jadi, tolong terima saya sebagai anggota taekwondo di sini,” ucap Lesham dengan nada tegas, suaranya mengandung campuran antara keinginan membuktikan diri dan sedikit rasa kecewa karena harus menjelaskan hal itu berulang kali.

Pak Daniel hanya menghela napas panjang, lalu berbalik ke arah meja kerjanya. Tangannya meraih map tebal berisi daftar anggota taekwondo sekolah lengkap dengan biodatanya. Namun, ketika jemarinya hendak menandatangani lembar biodata milik Lesham, gerakannya mendadak terhenti. Ia menatap Lesham dengan penuh keraguan.

“Bukankah kau selama ini tidak suka olahraga? Bahkan saat pelajaran saya, hampir setiap kali kau selalu izin sakit. Apa sekarang kau benar-benar berubah pikiran?” tanyanya, kali ini nadanya lebih lembut, seolah ingin memastikan bahwa keputusan Lesham bukan hanya dorongan sesaat.

“Itu dulu, Pak,” jawab Lesham, kali ini dengan senyum lebar di wajahnya. “Sekarang saya ingin memperbaiki citra saya. Saya tidak mau orang terus memandang saya dengan buruk hanya karena gosip yang tidak benar. Saya ingin membuktikan kalau saya bisa berubah dan bahkan mendapatkan nilai terbaik di sekolah ini.”

Mendengar itu, Pak Daniel terdiam sejenak. Bibirnya akhirnya tertarik membentuk senyum kecil, senyum yang lebih banyak menyimpan rasa lega daripada sekadar basa-basi. “Aku suka perubahanmu yang sekarang. Kau terlihat sungguh-sungguh ingin memperbaiki dirimu. Baiklah…” ia akhirnya menorehkan tanda tangan pada lembar biodata itu. “Ini, bawa dan serahkan pada pelatih taekwondo. Dengan begitu kau bisa resmi masuk menjadi anggota.”

Lesham menerima lembar itu dengan wajah berbinar. “Terima kasih, Pak. Saya pamit dulu,” ucapnya sambil sedikit membungkuk, lalu melangkah keluar meninggalkan ruang guru.

Pak Daniel menatap punggung Lesham yang semakin menjauh, lalu menggeleng pelan sambil bergumam lirih, “Astaga… anak itu dulu pendiam sekali, bahkan nyaris tak pernah bicara. Tapi sekarang… sikapnya seratus persen berbeda. Apa jangan-jangan akibat kecelakaan itu, otaknya jadi bekerja dengan cara yang berbeda?” Wajahnya tampak kebingungan, seolah masih berusaha memahami perubahan drastis siswanya itu.

Di koridor sekolah, Lesham melangkah dengan semangat menuju ruang taekwondo untuk bertemu pelatih. Namun, ketika melewati lorong sayap kiri, matanya tak sengaja menangkap pemandangan yang membuat langkahnya terhenti. Dari sebuah ruangan BK yang sudah lama jarang digunakan, terdengar suara samar-samar. Pintu ruangan itu tidak tertutup rapat. Rasa penasaran membuat Lesham mendekat lalu mengintip melalui celah kecil.

Di dalamnya, terlihat sepasang siswa. Seorang perempuan memeluk pinggang seorang pria dengan wajah penuh keluhan. “Sayang, bukankah kau bilang akan segera mengenalkanku pada orang tuamu? Tapi nyatanya, kau selalu saja punya alasan untuk menundanya. Apa kau sudah tidak sayang lagi padaku?” suaranya terdengar parau, matanya basah oleh air mata.

Pria itu hanya berdiri kaku, tatapannya kosong tanpa ekspresi, seolah kata-kata kekasihnya tidak mampu menembus dinding hatinya.

“Belum saatnya kau bertemu mereka,” ucapnya singkat.

“Terus kapan? Kita sudah satu tahun bersama, tapi kau masih saja menyembunyikan aku dari keluargamu. Aku hanya butuh penjelasan. Apa kau benar-benar sayang padaku atau tidak?” desak gadis itu dengan suara bergetar.

Lesham yang menyaksikan drama singkat itu hanya menghela napas panjang, memasang ekspresi tidak selera. *Di sekolah seperti ini malah sibuk urusan percintaan. Astaga, dasar buang-buang waktu,* pikirnya dalam hati, lalu memilih melanjutkan langkah menuju ruang taekwondo tanpa ingin tahu lebih jauh.

Sesampainya di ruangan, pelatih yang sedang merapikan beberapa berkas menoleh begitu Lesham mengetuk pintu. “Kau ingin bergabung?” tanya pelatih, menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Lesham mengangguk mantap.

“Tapi nilai PJOK-mu sangat rendah. Apa kau sering tidak masuk?” tanya sang pelatih lagi dengan nada curiga.

“Dulu saya memang sering sakit, Pak, jadi banyak tertinggal pelajaran. Justru karena itu saya ingin ikut taekwondo. Saya ingin tubuh saya kembali fit,” jawab Lesham, berusaha terdengar yakin meski di ujung kalimat suaranya sedikit ragu.

“Jadi, alasanmu hanya untuk itu?” Pelatih menatapnya dengan kening berkerut.

“Emm… sepertinya begitu,” jawab Lesham jujur, meski dalam hatinya ia tahu ada alasan lain yang tidak bisa diucapkan.

Pelatih menarik napas berat. Baru kali ini ia mendapati seorang siswa yang ingin bergabung bukan semata karena ambisi juara, melainkan karena alasan kesehatan. “Baiklah. Aku akan memasukkanmu ke pelatihan awal dulu. Kalau fisikmu kuat dan kau cepat memahami gerakan dasar, kau bisa naik ke Tim 2. Dan kalau kau mampu menyaingi mereka, kau bahkan bisa masuk Tim 1. Perlu kau tahu, Tim 1 itu isinya para anggota hebat yang sudah sering mengharumkan nama sekolah di tingkat nasional. Latihan diadakan setiap Kamis sampai Sabtu. Tapi kalau kau ada waktu luang, kau boleh datang kapan saja untuk berlatih tambahan.”

Lesham hampir tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya. Akhirnya, pintu dunia taekwondo terbuka untuknya, meski harus mulai dari bawah. “Terima kasih banyak, Pak,” ucapnya penuh semangat, lalu membungkuk hormat.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hatinya terasa ringan, seolah ia sedang menapaki jalan baru yang akan mengubah segalanya.

>>°°<<

Sepulang sekolah sore itu, Lesham tampak berbeda dari biasanya. Alih-alih pulang dengan wajah murung atau hanya menenteng buku-buku pelajaran, kali ini ia membawa sebuah kantong besar berisi pakaian baru yang warnanya mencolok, putih bersih dengan beberapa warna sabuk kecil yang melingkar di dalamnya. Begitu ia masuk ke rumah, suara pintu yang ditutupnya pelan justru mengundang tatapan penuh heran dari kedua orang tuanya yang sedang duduk santai di ruang tamu.

Ibunya, yang biasanya paling cepat memperhatikan perubahan kecil sekalipun, segera menegakkan tubuh dan memandang lekat kantong di tangan anaknya. “Sayang? Itu apa? Kok kelihatannya seperti seragam olahraga?” tanyanya dengan nada setengah tak percaya, karena seingatnya, anaknya yang satu ini hampir tidak pernah menyukai aktivitas fisik apalagi yang sampai menguras keringat.

Lesham tersenyum kecil, lalu mengeluarkan sehelai seragam taekwondo dari dalam kantong. Kain putih itu menjuntai rapi di tangannya, membuat cahaya sore yang masuk dari jendela seakan menyorotinya dengan sengaja. “Ini Mah. Seragam taekwondo. Mulai minggu ini aku resmi ikut pelatihan di sekolah.”

Ayahnya yang sedari tadi hanya melirik sekilas kini benar-benar menoleh, bahkan meletakkan koran yang ia baca di meja. Wajahnya tampak terkejut sekaligus bingung, seolah-olah baru saja mendengar kabar yang sulit dipercaya. “Taekwondo? Kau?” tanyanya perlahan, seperti ingin memastikan telinganya tidak salah menangkap.

“Iya, Pah" jawab Lesham dengan tenang, meski dalam hatinya sedikit berdebar. Ia tahu orang tuanya akan kaget karena selama ini ia dikenal lebih sering menghabiskan waktu di kamar daripada di lapangan olahraga.

Ibunya masih terdiam, matanya bergantian menatap wajah Lesham dan seragam di tangannya. “Astaga… baru kali ini Mama melihatmu membawa seragam olahraga dengan wajah penuh semangat begitu. Biasanya baru dengar kata ‘olahraga’ saja kamu sudah mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau entah apalagi,” ucapnya, nadanya setengah menggoda tapi jelas mengandung rasa heran yang dalam.

Lesham terkekeh kecil. “Itu dulu, Mah. Sekarang aku ingin berubah. Aku tidak mau orang terus melihatku sebagai anak lemah yang selalu menghindar dari pelajaran olahraga. Lagipula… aku ingin lebih sehat, dan aku rasa taekwondo bisa membantuku.”

Ayahnya hanya bisa menghela napas panjang sambil menyandarkan tubuh ke sofa. Ada guratan kebanggaan tipis yang sulit ia sembunyikan, meski ekspresi terkejut masih jelas di wajahnya. “Kalau memang itu keputusanmu, Papah tidak akan melarang. Tapi jangan setengah-setengah, Lesham. Taekwondo itu bukan main-main. Latihannya keras, dan kau harus siap jatuh bangun.”

Lesham mengangguk mantap. “Aku sudah siap, Pah. Aku ingin benar-benar serius kali ini.”

Ibunya yang sejak tadi masih menatap seragam putih di tangannya akhirnya tersenyum hangat, meski masih ada sisa rasa heran. “Kalau begitu, Mama akan mendukungmu. Tapi tolong, jangan sampai hanya semangat di awal lalu berhenti di tengah jalan, ya. Karena Mama tahu betul, kamu dulu anak yang gampang sekali menyerah.”

“Tidak lagi, Mah,” jawab Lesham sambil menatap kedua orang tuanya dengan senyum yakin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!