NovelToon NovelToon
SABDA ARIMBI

SABDA ARIMBI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Lel

Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DISKUSI MASA DEPAN

Mbek, temani gue makan dong. gue udah di bawah.

Chat Sabda masuk di saat Arimbi menyiapkan bahan ujian skripsi, sehingga saat hari-H tinggal angkut. Masih setengah 8, jam kos masih satu jam setengah, cukuplah kalau buat menemani Sabda makan.

Arimbi langsung keluar karena Nafisah masih belum pulang dari kampus, garap pagelaran. Tampak Sabda tersenyum di atas motor saat Arimbi datang. Kemejanya sudah tak serapi tadi pagi, lengannya sudah sampai siku.

"Jangan jauh-jauh, gue cuma pakai training nih!" ucap Arimbi sembari naik motor.

"Iya," jawab Sabda.

Benar-benar menuruti perintah Arimbi, kedai depan gang kos Arimbi menjadi tujuan makan malam mereka. Arimbi cuma memesan kentang goreng karena dia tak mau makan malam, sedangkan Sabda makan ayam crispy sambal bawang, keduanya sama-sama pesan es jeruk. Sabda makan dengan lahap, bahkan seperti orang gak makan dua hari, tak ada obrolan selagi Sabda makan. Arimbi diminta menonton Sabda makan kali ya.

"Terakhir lo makan kapan, Sap?" tanya Arimbi setelah Sabda mencuci tangannya.

"Siang tadi sama klien kayaknya."

Arimbi mengangguk saja, mungkin pekerjaannya terlalu banyak sehingga menguras pikiran dan menjadi lapar. "Kenapa kentangnya gak kamu makan?"

"Gue kenyang lihat lo makan, Sap."

Sabda tertawa, "Ya udah kalau gak mau sini gue makan."

"Enak banget ya jadi cowok, makan sebanyak apapun dan jam berapapun gak takut gendut."

"Kerjaan gue banyak, Mbek. Kalau gue sakit pasti keteteran."

Arimbi menatap Sabda dengan iba. Betapa kuatnya dia hidup sendiri selama ini, terutama mentalnya. Dia gak lari ke narkoba ataupun dunia malam saja sangat bagus, apalagi kalau sampai bunuh diri. Kasihan sekali pastinya. Entah siapa yang menjadi panutannya sehingga pikirannya tertuju pada mencari uang dan kerja keras.

"Emang berapa proyek yang kamu kerjakan sekarang?"

"Minggu ini deadline satu, dua minggu lagi ada 3 dan bulan depan 2."

"Sama Pak dosen juga?"

"Yang sama pak dosen, penelitian beliau buat jurnal internasional jatahnya yang bulan depan. Selebihnya freelance, cuma kan tetap ada pengajuan model sesuai gak dengan permintaan klien."

"Kenapa lo ambil semua?"

"Uang lah, Mbek. Gimana sih, orang mau nikah juga, butuh modal," ucapnya sembari menaik turunkan alisnya. Nih anak ya, gak sadar apa sejak tadi Arimbi khawatir dengan dirinya akan telat makan, banyak kerjaan, bagaimana juga istirahatnya. Tapi yang dikhawatirkan malah cengengesan bahas nikah.

"Terus kenapa lo tiba-tiba mau jadi dosen? Bukannya lo gak mau kerja terikat ya?"

"Awalnya, cuma didesak sama dosen pembimbing. Sayang kalau gak diambil kata beliau, apalagi nanti bisa pengajuan rekomendasi buat kuliah keluar negeri. Ya udahlah ambil saja."

"Lo masih punya tujuan sekolah lagi kenapa harus memilih nikah?"

"Sekolah bisa ajak istri kan? Tapi masa' iya hidup sendiri terus."

"Emang kalau beasiswa S2 bisa bawa istri?"

"Mungkin bisa gue juga belum apply kok, niatnya mau apply saat kita udah menikah."

"Kenapa?"

"Biar kalau ada pengisian status, aku bisa isi status menikah, Mbek. Jadi aku bisa pengajuan bawa istri sejak awal."

"Lo cowok kok matang banget sih pemikirannya, Sap? Gue heran loh. Tertata banget, soal finansial, perasaan, bahkan sekolah lo atur serapi itu. Gue sebagai cewek aja gak gitu."

Sabda tertawa, "Lo gak usah mikir berat-berat cukup cintai gue aja." Sontak Arimbi menoleh sembari pura-pura muntah, sejak kapan pria di depannya ini pintar menggombal.

"ATM lo gak gue bawa."

"Bawa aja."

"Kartu debet prioritas minimal 500 juta, lo yakin?"

Sabda dengan cepat mengangguk. "Pakai aja."

"Sap, lo gak takut gue kuras uang itu?"

"Enggak. Nanti setelah nikah, semua keuangan gue lo yang pegang."

Arimbi menggeleng cepat, "Sumpah otak gue gak nyampe sama pikiran lo, Sap. Lo sebegitu percayanya sama gue."

"Hati aja gue percaya sama lo, apalagi uang sih, Mbek."

"Semua uang lo halal kan?"

"Halal lah, gila aja kalau gak halal. Gue sudah hidup sendiri, kalau uang yang gue dapat dari hal yang tidak baik, terus sesuatu hal buruk terjadi sama gue, bisa-bisa tinggal nama doang. Ya Allah, Naudzubillah."

"6 tahun sudah dapat uang segitu wajar lah gue mempertanyakan."

"Ck, gue belum seberapa kali Mbek. Ada tuh anak umur 9 tahun uangnya udah 1 miliar. Jadi konten kreator memang menjanjikan cuma kudu sabar di awal."

"Dan gue mau kayak gitu, Sap."

"Iya nanti gue ajari," ucap Sabda sembari mengeluarkan ponselnya. Ia membuka note lalu meletakkan ponselnya di tengah meja.

"Ayo kita list semua mimpi yang lo ingin lakukan setelah kita nikah."

Arimbi kembali melongo, sumpah Sabda yang dihadapannya sekarang bukanlah Sabda yang ia kenal petakilan, usil padanya. Dia sekarang sangat dewasa.

“Kenapa?” tanya Sabda yang melihat Arimbi seperti kebingungan.

“Lo bukan seperti yang gue kenal, Sap. Please jangan jadi orang lain, gue lebih suka lo yang sering meledek gue, sering petakilan sama gue, bukan sedewasa ini, Sap.”

“Ada kalanya seorang cowok akan dewasa bila bertemu dengan moment yang membutuhkan keseriusan, termasuk dalam hal pernikahan. Gue gak mungkin, Mbek membahas pernikahan dengan gaya lelucon, lo bisa gak percaya sama gue.”

“Lo gak ada niatan buat melakukan sesuatu di belakang gue kan?” Arimbi masih diliputi rasa curiga, belum bisa menebak jalan pikiran Sabda. Melamar tiba-tiba, menikah pun manut saja sesuai permintaan ibu. Arimbi khawatir dia punya niatan tertentu melalui dirinya.

“Gak ada, Mbek. Sumpah. Gue cuma mau nikah sama lo, gue punya niatan serius, gue cinta dan sayang sama lo, gue mau hidup sama lo itu saja. Gue gak punya pikiran muluk-muluk karena sejak remaja gue takut untuk bermimpi.”

Arimbi mengangguk, setiap menatap mata Sabda memang tersirat ketulusan padanya. Selama ia kenal memang Sabda bukan tipe anak yang bandel dan tidak pernah neko-neko. Nakal pun khas anak remaja seumuran dia saja, bolos kelas, pakaian tidak rapi, susah bayar kas. Tapi sekarang, dia berubah hanya karena mau menikah. Menjadi pria dewasa yang sangat matang mempersiapkan masa depannya.

“Untuk urusan seserahan gue juga gak tahu harus beli apa, Sap. Nanti gue diskusi sama ibu dulu.” Terpaksa Arimbi mengalihkan pembicaraan.

“Oke, sebelum pulang usahakan selesai semua ya. Barang-barang di sini lebih bervariasi daripada di kota kita,” pesan Sabda mengingatkan dan diangguki oleh Arimbi. Sabda pun kembali menyodorkan ponselnya. “Kalau lo gak mau menulisnya, ya udah kita list bareng anggap saja ini adalah mimpi yang akan kita wujudkan bersama.”

Arimbi masih terpaku dengan ucapan Sabda, kenapa begitu manis menyentuh hatinya. Tak disangka ia pun menangis, Sabda mendelik. Kaget lah, perasaan dia tidak melakukan apa-apa kenapa Arimbi mewek. “Kok nangis, Mbek? Gue salah apa?” tanya Sabda sembari menggenggam tangan Arimbi, ia tak berani duduk di samping Arimbi.

“Gue terus ragu sama lo, tapi sikap lo semanis ini sama gue, Sap. Gue gak pernah pacaran atau suka sama cowok, tapi saat ini gue merasa tersentuh sebagai perempuan yang lo istimewakan. Gue takut ini hanya ilusi, Ketika kita nikah lo berubah.

Sabda hanya bisa diam, menatap Arimbi dengan seksama, memberi kesempatan kepadanya untuk berbicara lebih jujur lagi. “Saat lo kasih ATM saja gue sempat berpikir, lo bakal ngetes gue matre atau enggak, bahkan gue punya pikiran lo bakal bersikap mentang-mentang nanti saat rumah tangga karena lo punya uang. Gue ragu, Sap. Gue belum bisa percaya 100% sama lo, Sap. Maaf.”

“Iya gak pa-pa, Mbek. Gue maklum kok, wajar banget malah. Memang gue aja yang tidak memberi aba-aba dulu, langsung tembak saja, iya kalau pacaran tapi ini nikah. Sangat wajar lo meragu. Cuma gue mohon, tetap mau nikah sama gue, Mbek. Gue gak tahu harus hidup kayak gimana lagi, di saat kuliah gue udah selesai. Siapa orang yang ada di samping gue? Dan gue cuma kepikiran mau hidup sama lo aja.”

1
Yunita Dwi Lestari
lanjut kakak
Yunita Dwi Lestari
suka suka /Kiss//Kiss/
lanjut kak
Sheva Linda
bagus bgt ceritanya, karakter Sabda keren, gentle, baik... paket komplit pokoknya
Yunita Dwi Lestari
/Heart//Heart//Heart//Heart/ lanjutt kak
Yunita Dwi Lestari
/Heart//Heart//Heart//Heart/
gojam Mariput
wkwkwk.....sabda gr tuh
gojam Mariput
seindah itu masa kuliah
gojam Mariput
kangen masa2 itu, udah puluhan tahun berlalu. kk othor bikin aku muda lagi nih
Lel: othornya juga sedang mengenang masa muda
total 1 replies
gojam Mariput
serunya masa remaja
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak/Heart/
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak /Heart/
Yunita Dwi Lestari
lanjut kak/Heart/
gojam Mariput
suka banget sama karakter sabda yg strong, manly , visioner
Yunita Dwi Lestari
lanjut kaaakkk /Heart//Heart/
Yunita Dwi Lestari
semangat kak
Yunita Dwi Lestari
kereeen kak
semangat terusss ya /Heart/
Yunita Dwi Lestari
bagus kak 😍😍
lanjut ya kak
semangat
Lel: terimakasih
total 1 replies
Yunita Dwi Lestari
bacaan ringan tp menarik. tidak melulu ttg org pemilik perusahaan n CEO.
Yunita Dwi Lestari
lanjut ya kak. cerita nya ringan tp asik bgt. dr segi bahasa jg menarik.
Lel: terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!