Dhea mencintai Vean, tapi Vean menjalin kasih dengan Fio—sahabat Dhea.
Mencintai seseorang sejak masih SMP, membuat Dhea terus saja berharap kalau cintanya akan bersambut. Sampai akhirnya gadis itu menyerah dan memilih pergi saat pria yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 Tempat Yang Digantikan (Beberapa Bulan Berikutnya)
Vean merasa lega karena sudah bertemu dengan Arya. Membiayai kuliah dan memberikan pekerjaan untuk pria itu dirasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang sudah Arya lakukan untuknya.
"Kamu senang?" tanya Fio.
"Iya, aku sudah lega karena sudah bertemu dengan Arya. Bukankah dia sangat baik, karena sudah mau membantu aku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya."
"Ya mungkin seperti yang om Bram katakan, mungkin dengan berbuat kebaikan, dia juga akan segera bertemu dengan kelurganya."
"Kamu betul, semoga saja dia bisa bertemu dengan keluarganya."
Doa yang sangat tulus mereka semua berikan.
"Ayo kita pulang," ajak Bram.
Mereka lalu keluar dari restoran itu, setelah Arya berpamitan lebih dulu, yang lebih memilih pulang dengan angkutan umum daripada diantar.
"Bram, pastikan kesehatan Arya selalu baik," ucap Candra.
"Jangan mengkhawatirkan hal itu."
Vean dan kedua orang tuanya sudah tiba di rumah. Pria itu membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Keesokannya, di rumah sakit.
"Ingat, kamu jangan sampai tidak minum obat atau tidak cheka up."
"Iya, Dok."
"Apa kau baik-baik saja?"
"Tentu saja, saya baik-baik saja."
"Entah bagaimana caranya kami harus berterima kasih sama kamu."
"Tidak perlu, saya ikhlas. Lagi pula, dokter juga sudah banyak membantu saya. Saya yang seharusnya berterima kasih."
"Baiklah, hati-hati di jalan, ya."
"Iya, Dok."
...💦💦💦...
Mulai hari ini Arya sudah mulai kuliah. Semua diatur oleh orang kepercayaan Candra.
"Selamat pagi, Tuan."
"Bisakah kamu tidak memanggilku Tuan?"
"Hmm ...."
"Panggil saja Vean."
"Tapi ...."
"Panggil Vean!"
"Baiklah, Vean."
"Bagus. Ayo kita ke kelas."
Selama beberapa hari kuliah, Vean bisa menilai kalau Arya hampir sama dengan dirinya, tidak banyak bicara. Pria itu juga pintar dan mudah memahami pelajaran yang diterangkan oleh dosen. Mereka akhirnya menjadi akrab, dan Arya juga bisa bekerja dengan sangat baik.
Di lain tempat
Dhea menutup bukunya. Dia melirik jam di kamarnya yang sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Dia membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Banyak buku yang menumpuk di atas meja. Masih sama seperti dulu, hanya buku yang bisa menghiburnya, meski itu bukan sebuah novel atau komik.
"Ck, lapar!"
Dhea lalu pergi ke dapur, memasak mie instan, dua bungkus sekaligus. Terakhir kali dia makan tadi siang, karena terlalu sibuk dengan kegiatannya, dia sampai lupa makan.
Setelah merasa kenyang, gadis itu lalu mencuci semua peralatannya agar besok pagi tidak perlu mencuci. Bukannya pergi tidur, Dhea malah kembali membaca buku hingga larut malam.
...💦💦💦...
Arya merasa lega karena dia bisa mendapatkan beasiswa di sini, murni karena nilai-nilainya yang bagus, jadi keluarga Vean tidak perlu membiayai kuliahnya. Pria itu juga selalu menolak jika diberikan sesuatu oleh keluarga Vean.
"Kalian jangan membuat dia merasa tidak nyaman seperti itu," ucap Bram pada kedua orang tua Vean.
"Bukan begitu maksud kami."
"Sudahlah, kalau dia menolak pemberian kalian, jangan dipaksa. Bersikap wajarlah padanya."
"Baiklah kalau begitu."
Juna saat ini sibuk di rumah sakit. Dia jadi teringat dengan Dhea, gadis itu juga pasti sangat sibuk dengan kuliahnya sekarang. Selama beberapa bulan ini, tidak ada kabar sama sekali dari Dhea. Tidak ada lagi yang menyebut namanya.
Juna melirik jam di tangannya, sudah jam empat sore, dan dia bersiap-siap untuk pulang. Hari ini dia akan makan malam bersama dengan Vean, Fio dan Arya. Mereka berempat semakin akrab, meski Vean tetap dengan sikap datarnya dan tidak banyak bicara. Entah bagaimana caranya Vean bisa akrab dengan Arya, apa karena Arya juga tidak banyak bicara, makanya Vean bisa merasa nyaman berteman dengan pria itu?
Jam tujuh mereka tiba di kafe, duduk di tempat favorit mereka kalau sedang berkumpul.
"Ck, kamu kapan cari pacar, Juna?" tanya Fio.
"Nantilah, aku ini sibuk, belum ada waktu untuk memikirkan pacar."
"Kamu juga Arya, apa tidak ada gadis di kampus yang membuat kamu tertarik?"
"Tidak." Hanya itu jawabannya.
"Ck, irit sekali bicara kamu, persis seperti Vean. Kalau Dhea melihat kamu, mungkin dia bisa suka padamu."
Deg
Akhirnya nama itu disebut juga.
Suasana menjadi hening, Arya melihat ketiganya yang terdiam.
"Siapa Dhea?"
"Sahabat aku."
"Kok aku belum pernah melihatnya?"
"Dia ada di Amerika sekarang."
"Oh."
Seperti ada yang kurang. Dulu, kursi yang biasanya ditempati oleh Arya, menjadi tempat Dhea. Kini tempat itu digantikan oleh orang lain.
Benar-benar pergi dan tidak ada kabar sama sekali. Apa sekarang jaman purba hingga sulit untuk mengirim pesan?
Jawabannya hanya satu
Karena ingin melupakan masa lalu.
Meninggalkan segala kenangan yang tidak perlu untuk diingat, karena hanya akan membuka luka itu lagi.
sy mencari2 cerita yg berbeda..kebanyakan sama....hy beda nama tokok dan sedikit alur..trus klaim mrk yg awal membuat cerita..muak saya.
terima kasih thor,membuat cerita yg bagus..ah,knp baru nemu sy cerita bagus gini
cintanya dipupuk hingga subur
dimana nih rasa malunya
aku juga pernah lho namnya cinta dalam diam sama pacarnya sahabat sendiri tapi gk kyk Dhea terang²an dengan mengejar seseorang yang tak pasti!!
sakit hati kan rasanya ditolakk !!,,
udah baca 3 kali, udah tau Endingnya kek mana, tapi kenapa gk bisa nahan air mata