Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Keesokan harinya, matahari menyinari akademi dengan lembut. Para murid mulai terbangun di kamar masing-masing, bersiap untuk hari baru. Elara, seperti biasanya, bergerak cepat ,pakaiannya rapi dan berlari secepat kilat.
Begitu melihat Mira, Elara langsung berlari dan memeluknya erat.
"Mira, I miss you!" serunya ceria.
Mira membalas pelukan itu dengan senyum hangat.
"I miss you too," ucapnya.
Elara melepaskan pelukan, mengusap perutnya yang sedikit merengek, "Eh, bawa sarapan ga? Aku merasa lelah, letih, lesu, lemah, dan… lapar!"
Mira tertawa kecil.
"Ada, ayo pergi," ajaknya sambil menunjuk ke kantin dekat koridor.
Sambil berjalan, Elara mulai menyantap sarapannya, tanpa peduli tumpukan buku dan tas di punggungnya. Di sisi lain, Maria dan Jesika menyusul mereka.
"Heh, nanti kita akan berlatih dengan para senior," kata Maria dengan semangat.
"Termasuk Arsen juga kan?" tanya Jesika, wajahnya berseri-seri.
"Semoga saja jangan berlatih dengan Brian," seloroh Maria sambil menatap ke arah koridor, mengenang temperamen Brian.
"Dia tidak mau kalah dan bikin emosi," tambah Jesika, menggertakkan giginya sedikit.
"Apa kita akan berpasangan berlatihnya?" tanya Mira penasaran.
"Ya, dan itu bersama dengan para senior," jawab Jesika.
Tiba-tiba Selena muncul, langkahnya anggun namun cepat.
"Gyus, sedang apa?" tanyanya sambil tersenyum.
"Nih mereka lagi heboh, katanya hari ini akan berlatih dengan para senior," jawab Mira sambil mengusap rambutnya.
Selena mengangguk, menatap mereka dengan mata yang tajam namun lembut.
"Oh ya, aku dengar dan kita tidak bisa memilih. Tapi yang beruntung akan mendapatkan dua pelatih," jelasnya, memberi informasi penting.
"Waw, amazing! Sudah nggak sabar," ucap Jesika penuh antusias.
Selena menatap Elara dan tersenyum.
"Elara, maaf untuk kemarin."
Elara mengangkat bahu sambil mengunyah sarapannya.
"Gak papa," jawabnya santai, masih fokus pada sarapannya.
Tiba-tiba bel akademi berbunyi nyaring. Suara gema profesor terdengar dari speaker, memberi perintah keras kepada seluruh murid:
"Semua murid segera menuju area latihan! Hari ini latihan bersama para senior!"
Elara menengok Mira, mata mereka bertemu penuh semangat.
"Ayo, Mira… hari ini pasti seru!" seru Elara sambil mengakhiri sarapannya.
Mira tersenyum, menepuk bahu Elara.
"Siap! Tapi jangan sampai kau bikin masalah, ya," ucapnya setengah bercanda, setengah khawatir.
Mereka melangkah cepat menuju lapangan latihan, sementara di kejauhan, beberapa senior termasuk Arsen, Brian, dan Lysandranmulai berkumpul, siap mengamati dan memandu murid-murid baru hari itu.
Para murid berdiri di lapangan latihan yang luas, matahari pagi menyorotkan cahaya ke batu-batu besar dan pepohonan sekitar akademi. Profesor Lyra, mengenakan jubah biru gelap, berdiri di depan mereka dengan wajah serius.
"Selamat pagi, murid-murid baru," ucapnya dengan suara tegas, menggema di seluruh lapangan. "Hari ini kalian akan berlatih bersama para senior. Tetapi untuk memastikan tidak ada pilih kasih, pemilihan pelatih akan dilakukan secara acak."
Lyra mengangkat tangan, dan sebuah lingkaran bercahaya muncul di atas kepala setiap murid, berputar pelan, memancarkan cahaya berbeda sesuai energi masing-masing.
"Sekarang, fokuskan pikiran kalian pada pelatih yang kalian inginkan… atau biarkan takdir yang memilih," kata Lyra sambil menurunkan tangannya.
Lingkaran-lingkaran itu berputar cepat, berkilau seperti bintang yang bergerak, sementara para murid menahan napas. Detik demi detik terasa lama, sampai akhirnya setiap lingkaran berhenti dengan kilatan terang, menandakan pelatih masing-masing telah ditentukan .
Lingkaran di kepala Selena berhenti, menunjuk Arsen.
Lingkaran di kepala Mira berhenti, menunjuk Dorion.
Lingkaran di kepala Jesika berhenti, menunjuk Brian.
Lingkaran di kepala Maria berhenti, menunjuk Marco.
Lingkaran di kepala Elara berhenti, menunjuk Lysandra dan Nicky.
Para murid menatap senior yang dipilih, beberapa tersenyum, beberapa terkejut.
"Selena, pelatihmu adalah Arsen," ucap Lyra.
Selena mengangguk tenang, matanya mengikuti Arsen yang berdiri dingin dan berwibawa, aura misteriusnya membuat murid lain menunduk hormat.
"Mira, pelatihmu adalah Dorion," lanjut Lyra.
Mira menatap Dorion, sedikit terkejut tapi tersenyum hangat. Dorion hanya mengangguk tipis, tatapannya tajam namun sedikit canggung.
"Jesika, pelatihmu adalah Brian," kata Lyra.
Jesika menatap Brian dengan setengah senyum, setengah kesal. Brian duduk santai di dekat batu besar, tangan bersilang, tampak malas, wajahnya datar. "Heh, ini bakal bikin malas." gumamnya pelan. Jesika menelan ludah, menyadari Brian yang temperamental mungkin akan membuat latihan sangat… menantang.
"Maria, pelatihmu adalah Marco," lanjut Lyra.
Maria tersenyum lebar, menatap Marco dengan mata berbinar, sementara Marco mengangkat dagu, menatap dengan penuh percaya diri.
"Elara, pelatihmu adalah Lysandra dan Nicky," ucap Lyra terakhir.
Elara menatap kedua pelatihnya: Lysandra menyipitkan mata penuh ketidakpuasan, sementara Nicky berdiri santai di sampingnya, ekspresinya datar tapi menenangkan. Elara mengerutkan kening. "Heh, sepertinya bakal seru," gumamnya pelan, menahan tawa.
Brian mendengus malas di belakangnya. "Sial, dia lagi," gerutunya sambil menepuk pundaknya sendiri, menahan kesal melihat Elara yang selalu cerewet.
Lingkaran-lingkaran itu perlahan memudar, menandakan proses pemilihan pelatih selesai. Para senior mulai melangkah ke posisi masing-masing, bersiap mengawasi latihan.
Elara menatap Lysandra dan Nicky, napasnya sedikit berdebar. "Ya, semoga ini nggak terlalu menyakitkan," gumamnya, tapi matanya tetap bersinar penuh rasa penasaran, siap menghadapi tantangan latihan malam ini.
Matahari pagi semakin tinggi, cahaya menembus pepohonan di sekitar lapangan latihan. Para murid sudah berada di posisi masing-masing, menunggu arahan senior mereka.
"Latihan dimulai!" teriak Lyra, sambil mengangkat tongkatnya yang berkilau.
Selena dan Arsen bergerak ke tengah lapangan. Selena tersenyum tipis, matanya menatap Arsen dengan penuh percaya diri.
"Arsen… hari ini aku mau lihat seberapa kuat dirimu," bisik Selena dengan nada menggoda.
Arsen tetap dingin, wajahnya datar, tetapi matanya sesekali menatap Selena penuh fokus. Tanpa sepatah kata, ia mulai menunjukkan gerakan pelatihan kontrol energi klan Noctyra, bayangan malam yang bergerak lincah di sekelilingnya, dan menyala abadi yang membuat setiap langkahnya terlihat berwibawa. Selena tersenyum, kagum tapi tak mau terlihat.
Sementara itu, Mira dan Dorion bergerak dengan langkah lincah, mencoba menyesuaikan kekuatan mereka. Dorion sesekali menatap Mira dengan sedikit canggung, tapi tetap profesional, membimbingnya bagaimana memanfaatkan energi klan iblis secara aman. Mira mencoba mengimbangi gerakan Dorion, kadang tersandung tapi selalu bangkit dengan cepat.
Di sisi lain, Jesika dan Brian memulai latihan. Brian duduk santai di batu sambil mengawasi Jesika yang harus memanipulasi energi Luminara. "Ayo, jangan terlalu keras kepala, itu cuma cahaya, jangan sampai nyenggol !" gerutu Brian. Jesika mengeluh, tetapi ia terus mencoba, menyadari kalau Brian temperamental setiap kesalahan kecil bisa membuatnya marah. Jesika kadang menatap Brian dengan campuran takut dan penasaran, sementara Brian dengan santai tetap duduk, tapi matanya selalu waspada.
Di lapangan, Elara dengan Lysandra dan Nicky memulai sesi latihan. Lysandra bersikap dingin, sesekali menatap Elara dengan ekspresi tak suka.
"Pemanasan dulu. Berdiri di sini, rasakan energi," titah Lysandra.
Elara mengangguk sambil bergumam, "Ya, ya, aku tahu, tapi panasnya beda banget ya…" Sambil mengipas-ngipas tangannya, dia mencoba menyesuaikan diri dengan aura klan iblis.
Nicky berdiri di samping, memantau dengan tenang, sesekali memberikan koreksi kecil pada postur Elara. "Kamu harus fokus pada energi dari dalam, jangan hanya mengandalkan kekuatan fisik," ucap Nicky dengan suara lembut tapi tegas.
Elara mencoba berbagai kekuatan dari tiga klan yang diajarkan:
Veyra: Ia mencoba menciptakan gelombang energi yang bergerak lincah, menyerang beberapa titik di lapangan. Tapi gerakannya terlalu berantakan, membuat Lysandra menghela napas panjang.
Luminara: Elara mencoba memancarkan cahaya pelindung, namun energi yang keluar masih samar, hanya menciptakan kilatan kecil di tangan.
Klan Iblis: Elara mencoba bayangan malam dan menyala abadi. Sesekali bayangan melesat ke arah Lysandra dan Nicky, membuat mereka menunduk atau menghindar. Lysandra menggerutu, "Dasar ceroboh!"
Momen nyeleneh muncul saat Elara mencoba bayangan malam dan tersandung. Tubuhnya jatuh tepat di depan Arsen yang sedang mengamati dari jauh. Tanpa sengaja, bahu mereka saling bersentuhan. Arsen tetap datar, wajahnya dingin, tapi aura di sekitarnya bergetar sedikit. Elara segera bangkit, wajahnya memerah tapi mencoba pura-pura santai. Lysandra menggeram kesal dari samping.
Di sisi lain, Brian yang malas menonton Jesika, terkadang menggerutu sendiri karena Jesika terlalu keras mencoba menirukan gerakan yang ia berikan. Kadang Brian melempar energi kecil ke arah Jesika hanya untuk menguji kesabarannya, sementara Jesika mengeluh tapi terus mencoba.
Selama latihan, Selena tetap menggoda Arsen dengan gestur kecil: menatap sekilas, tersenyum tipis, dan mencoba meniru beberapa gerakan energi. Arsen tetap profesional, sesekali menatap Selena tapi tanpa ekspresi, membuat Selena semakin penasaran.
Matahari mulai condong ke barat, latihan semakin intens. Elara, walau terengah-engah, mulai sedikit menguasai beberapa teknik Veyra, sementara kekuatan Luminara dan klan iblisnya masih belum stabil. Lysandra menghela napas panjang tapi tetap mengawasi setiap gerakan Elara, sementara Nicky tetap sabar di samping, memberikan petunjuk lembut.
Di ujung lapangan, Dorion menatap Mira dengan senyum tipis. "Kalau kamu terus seperti ini, besok kamu bisa lebih cepat dari aku," ucapnya. Mira tersipu, tapi tetap fokus pada latihan.
Para murid mulai menenangkan diri, napas tersengal, tubuh berkeringat. Arsen mengangguk tipis ke arah Elara. "Cukup untuk hari ini. Evaluasi malam nanti," ucapnya datar. Elara menatapnya, jantungnya berdetak kencang, masih sedikit malu karena sentuhan tadi, tapi tetap merasa bangga bisa bertahan selama latihan.
Brian mengeluh sambil duduk di batu, Jesika membuang napas panjang tapi senang bisa menyelesaikan beberapa gerakan. Lysandra menggeram kesal tapi tetap puas karena Elara masih bisa bertahan. Nicky mengangguk tipis ke arah Elara.
Selena tersenyum tipis ke arah Arsen, mencoba menarik perhatian lebih, sementara Arsen tetap datar. Aura di lapangan masih terasa panas, menandakan latihan malam nanti akan lebih menantang.
Kalau mau, aku bisa lanjutkan ke malam hari latihan pribadi Elara dengan Arsen, termasuk adegan romantis tanpa sengaja, Brian malas tapi masih ada, Lysandra tetap kesal, dan Dorion menonton dari jauh. Ini bakal jadi adegan latihan malam yang lebih intens.