NovelToon NovelToon
Cinta Terakhir Untuk Hito

Cinta Terakhir Untuk Hito

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Kisah cinta masa kecil / Idola sekolah
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ana_nanresje

Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17_Dihukum

Raya memasuki rumahnya, mencari saklar sebentar lalu menghidupkan lampu utama. Matanya mengedar melihat ke setiap sudut rumahnya yang belum pernah dia pijak setelah tiba di indonesia. Matanya berhenti tepat di area ruang tamu dimana disana terdapat sebuah foto berukuran besar, dimana Foto itu terdiri dari Raya dan kedua orang tuanya. Matanya kembali menelisik melihat kearah lemari yang di penuhi foto foto berukuran kecil saat dia masih kecil.

Dia tersenyum miris, terkekeh pelan lalu berubah mejadi tatapan sendu. Dia mengambil sebingkai foto miliknya dimana di dalam  foto itu terdapat Hito juga. Keduanya tengah tersenyum, memamerkan deretan gigi mereka masing masing. Raya menyimpannya, lalu matanya kembali menatap ke sekeliling. Kakinya mulai melangkah menaiki anak tangga yang akan mengantarkannya ke kamarnya.

Pintu itu terbuka. Raya kembali mengesah pelan, menyeret kopernya dan menyimpannya di samping nakas. Semuanya masih sama seperti dulu. Tak ada sedikitpun yang berubah, masih terlihat bersih rapi dan terawat. Tentu saja, karena Mbok Jum selalu membersihkan rumahnya Dua hari sekali. Raya duduk di pinggir ranjangnya, melamun entah memikirkan apa. Pikirannya sangat kacau, kesal, marah, bersalah, dan gelisah semuanya menjadi satu. Entah keputusannya untuk pergi dari rumah Hito pilihan yang tepat atau tidak, Raya tidak tahu dia mengambil keputusan secara spontan.

Mengingat nama pria itu Raya hanya bisa mengesah kembali. Kamarnya ini bisa dibilang salah satu saksi bisu Raya memperhatikan Hito secara diam diam waktu dulu. Dari atas balkon kamarnya, Raya dapat melihat kamar Hito langsung, karena kamar mereka saling berhadapan.

Srekkk

Gorden itu terbuka, Raya melihat kearah kamar Hito. Lampunya mati, entah sudah tidur atau Hito keluar Raya tidak tahu karena sekarang mereka tidak lagi serumah. Mengingat kenyataan itu membuat dada Raya terasa sakit, seperti ada yang meremas kuat dadanya. Bukan Rumahnya saja yang tidak berubah Hito pun sama, pria itu masih seperti dulu.

Raya mengalihkan matanya, menunduk sesaat lalu memutuskan untuk tidur. Tidak hanya batinnya, raga dan pikirannya-pun sedang tidak baik baik saja. Matanya menatap lurus kedepan, menatap langit langit kamarnya yang berwarna putih " Hiks!" Raya terisak. Dia mulai mengubah posisinya menjadi miring, membiarkan bola matanya melihat kamar Hito yang dapat dia lihat secara langsung.

Cairan asin berwarna bening itu menetes dari sudut matannya melintasi hidungnya dan jatuh pada tangan yang menjadi bantalannya. Raya membekap mulutnya dengan tangannya yang lain. Isakan itu mulai berubah menjadi sebuah tangisan. Raya menangis, menumpahkan semua rasa yang tengah dia rasakan saat ini. Tidak ada maminya yang menjadi tempat dia untuk mengadu. Tidak ada papinya yang memeluk tubuhnya yang rapuh. Tidak ada tante Renata yang selalu menghiburnya dan tidak ada lagi Ka Intan yang selalu mensupport dan menyemangatinya. Semuanya jauh dari genggamannya. Karena lelah menangis akhirnya Raya menutup matanya, tertidur dengan sisa air mata yang masih menggenang disana.

Raya segera turun dan keluar dari rumahnya. Bahkan dia nyaris terjungkal karena tersandung kakinya sendiri. Raya bangun kesiangan karena lupa menyalakan alarm pada ponselnya, dan alhasil dia akan telat masuk sekolah. Saat melewati rumah Hito, Raya menoleh sesaat tidak ada pergerakan di rumah itu, pintu utamanya masih tertutup rapat. Entah Hito sudah berangkat atau belum, tapi Raya tidak melihat motor milik Hito di depan sana.

Brukkk

" Awwss!" Ringisan itu keluar dari bibir mungilnya saat lututnya menjadi tumpuan berat badanya sendiri. Hito kembali tersandung kakinya sendiri, karena dia kurang hati hati " Bisa nggak sih, lo jangan mikirin Hito mulu? Kasihani diri lo sendiri. Stop mikirin orang yang bahkan dia nggak peduli sama sekali sama lo!" Raya memarahi dirinya sendiri. Dia mulai bangkit mengabaikan rasa sakit di lututnya. Meskipun Raya tahu dia akan telat, gadis itu tetap berlari dengan tertatih. Dia harus berlari menuju jalan utama, di depan sana nanti dia bisa menaiki angkutan umum atau taksi untuk mengantarkannya ke sekolah.

Dan benar saja pintu gerbang sekolah sudah di tutup. Raya segera turun dan membayar Taksi sebelum dia kembali berlari menuju gerbang " Pak, Pak satpam. Pak!" Raya memanggil Pak Rois satpam di sekolahannya. Merasa ada yang memanggilnya pak Rois yang tengah berjaga di dalam pos pun keluar.

" Neng teh telat?"

" Bukan. Saya cuma kesiangan." Balas Raya sedikit ngos ngosan karena habis berlari.

" Naha atuh ja sami wae telat." Sahut pak Rois.

" Muhun atu pak. Punten ini teh, Raya boleh masuk nggak?"

" Masuk?" Raya mengangguk " Teu tiasa. Neng teh kan telat. Mending ayeuna uih dei bae."

" Isss si bapak mah. Naha oge Raya disuruh uih dei. Raya bade belajar atu pak. Izinin Raya masuk ya? Tolong pisan ini mah, nanti teh Raya ketinggalan pelajaran."

" Tos peraturan sekolahan. Bapak teh nggak bisa bantu apa apa." Balas pak Rois.

" isss si bapak mah. Kata siapa nggak bisa bantu? Cukup buka pintu gerbangnya aja Raya teh udah seneeeeeng pisan. Dibuka ya pak?!" Karena tidak tega melihat ekspresi Raya yang terlihat lugu dan memelas Pak Rois pun akhirnya membuka pintu gerbang.

" Nuhun pisan pak.. pak Rois." Ucap Raya setelah membaca nametag yang terpasang di seragam pak Rois " Nanti Raya traktir. Sekali lagi nuhun. Daah pak Rois." Raya segera berlari di lorong sekolahan yang sepi. Dia sedikit geli mengingat nasehat dan trik yang sudah Gita ajarkan untuk menangani situasi genting seperti ini.

" Temen nggak ada akhlak. Tapi triknya berhasil. Lain kali gue harus mempelajari lebih dalam bahasa sunda!" Raya terus berlari, masalahnya hilang sesaat entah kemana.

Satpam sekolahan? Gampil cukup ngomong pake bahasa sunda lo bisa lolos dari beliau. Karena pak Rois paling nggak tegaan sama orang yang satu bahasa sama dia. Pintu gerbang pun terbuka lebar....

Lucu bukan? Tapi itu kenyataannya. Gita seolah olah bersikap seperti pemandu wisata untuk Raya, Gadis itu memberitahukan kelemahan dan trik trik untuk meluluh lantahkan hati semua guru untuk mendapatkan simpati mereka. Aisss anak itu benar benar, sepertinya Gita sudah merasakan apa yang saat ini Raya rasakan sebelumnya.

" Ko," Rian memanggil Ciko yang saat ini tengah pemanasan untuk bermain basket. Pak Rehan juga ada disana karena kelas mereka sedang olah raga " Itu si Raya kan?" Tunjuknya kearah lapangan upacara.

Mata Ciko menyipit melihat kearah yang ditunjuk Oleh Rian " Iya itu si Raya."

" Lagi ngapain tuh anak?" Tanya Rian kembali

" Dasar oon, ya di hukumlah. Lo nggak liat dia lagi hormat di depan tiang bendera." Ucap Ciko sembari menoyor kepala Rian.

Rian yang mendapatkan perlakuan itupun tak mau kalah, dia kembali membalas menoyor kepala Ciko " Maksud gue tuh anak kenapa bisa di hukum dodol!"

" Ya mana gue tau. Emang lo pikir gue cenayang apa? Tanya langsung aja sono sama orangnya." Ujar Ciko. Rian pun memisahkan diri dari teman sekelasnya, mengendap endap menjauhi lapangan basket yang sedikit jauh dari tiang bendera.

" Ray," Panggil Rian. Raya melirik sesaat lalu kembali menatap kearah bendera yang tengah berkibar.

" Lo dihukum?" Raya memutar matanya jengah, mata Rian rabun atau kelilipan? Dengan tangan yang hormat menghadap bendera di lapangan seorang diri, di jam pelajaran dan Rian masih bertanya apa Raya di hukum? Bukan, dia tengah memperingati 17 agustusan.

" Lo di hukum sama siapa Ray?" Satu lagi cecunguk muncul. Ciko tengah memainkan bola basket dengan cara memantulkannya ke lantai.

" Pak Kumis." Jawab Raya singkat.

" Gila. Lo ngapain sampe dihukum pak kumis? Ngapain sih lo macem macem sama pak Kumis? Kalo udah berurusan sama dia berabe Ray,"

" Gue nggak macem macemin pak kumis. Lo pikir gue apaan huh?!" Sahut Raya tersulut emosi. Tangannya susah terasa pegal ditambah lagi dengan perkataan konyol mereka membuat moodnya semakin buruk.

" Bu...bukan gitu. Lo kalo marah serem juga ya." Kata Ciko " Maksud kita itu, lo habis ngapain sampe di hukum segala?"

" Telat masuk,"

" Telat? Nah si Hito kok enggak? Emang lo habis kemana dulu?" Raya tidak menjawab. Justru dia mengusir mereka dan meminta mereka untuk tidak lagi mengganggunya.

Rian dan Ciko kembali bergabung bersama teman temannya yang lain. Disana sudah ada Hito yang baru saja selesai mengganti baju " To itu si Raya dihukum pak kumis, Dia bilang dia telat masuk. Kok bisa ya? Bukannya Lo tadi dateng lebih awal dari kita?"

Hito tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ciko. Dia menatap pada Raya yang tengah Hormat di depan tiang bendera. Rian dan Ciko kembali mengajukan pertanyaan padanya " Lo lagi marahan?"

Belum sempat Hito menjawab, pak Rehan selaku guru olah raga mereka mengintruksikan mereka untuk segera bersiap untuk memulai pertandingan. Hito sempat melihat kembali kearah Raya, gadis itu masih berdiri tegak disana.

Bel pergantian pelajaran pun berbunyi. Raya mengesah pelan saat hukumannya dapat dia selesaikan. Meskipun sinar matahari pagi menyehatkan, tetap saja wajahnya memerah karena tersengat matahari. Begitupun dengan kelas Hito, pelajaran olahraga pun sudah selesai, pak Rehan memberikan mereka waktu sepuluh menit untuk istirahat setelahnya meminta mereka untuk kembali ke kelas melanjutkan pelajaran kedua.

Hito, Rian dan Ciko mereka tengah selonjoran memanfaatkan waktu untuk istirahat. Kembali Ciko melihat kearah lapangan upacara dimana Raya masih berada di sana dengan pak Kumis yang kembali mengomelinya.

" Dasar pak Kumis. Kerjaannya marah marah mulu." Dumel Rian yang tak suka melihat Raya di marahi.

" Lo yan, kaya nggak tau pak kumis aja. Udah nggak aneh kalo pak Kumis marah marah mulu. Kaya udah mendarah daging gitu." Sahut Ciko

" Tapi kasian si Raya. Liat, mukanya merah banget lagi." Balas Rian

" Namanya juga di jemur Yan, Tuh anak terlalu nurut, maklum masih baru jadi terlalu patuh sama pak Kumis. Kalo gue di posisi Raya Gue mah mending pergi ke kantin dah, dari pada di lapangan mana panas lagi." Ujar Ciko " To sana gih susulin Raya kasian anak orang." Suruh Ciko.

" Bukan urusan gue." Jawab Hito membuat mereka terdiam sekaligus bingung.

" Tapi To, kata lo Raya tanggung jaw...

"Udah nggak. Apapun yang terjadi sama tuh anak udah bukan urusan gue lagi!" Rian dan Ciko bangkit saat Hito terlebih dulu bangkit dan hendak melangkahkan kakinya.

" Tapi To, lo sendiri yang bilang sama kita kalo Raya cuma tinggal sendiri di sini. Dia nggak punya siapa siapa lagi selain lo disini." Hito sempat terdiam memikirkan ucapan Rian. Hito mengambil nafas lalu menghembuskan nya pelan. Oke, mungkin dia harus menyingkirkan egonya saat ini.

Hito mulai melangkah mendekati Raya, diikuti Ciko dan Rian di belakangnya. Lima langkah lagi dia akan sampai pada Raya, namun gadis itu memutar tumitnya dengan cepat sehingga pandangan mereka bertemu. Dan setelah tiba di dekat Raya, Hito begitu saja melewati tubuh mungil Raya seolah olah Hito tidak melihatnya disana.

Sakit.

Mata Raya mulai berkaca kaca. Dia pikir Hito akan menghampirinya dan meminta maaf padanya. Tapi ternyata Hatinya masih saja bermimpi mengharapkan pengakuan dari pria itu " Dasar Brengsek!" Raya segera memutar tumitnya kembali, dia ingin melabrak teman masa kecilnya itu. Tapi belum juga keinginan nya terwujud Raya terjatuh dan pingsan membuat Ciko, Rian dan Hito memutar tumitnya melihat apa yang sedang terjadi karena mendengar keributan.

" Gue bilang juga apa, dia bukan lagi urusan gue." Hito melanjutkan langkahnya meninggalkan Ciko dan Rian yang tengah mematung mendengar ucapannya.

Raya pingsan tepat di pelukan Dirga, ada Gita juga disana. Dan Setelah melihat kejadian itu, baik Ciko maupun Rian dia tidak bisa berbuat apa apa jika sudah berurusan dengan Rivalnya Hito. Bagi mereka, Hito tau betul keputusan apa yang terbaik untuknya.

Dia itu seperti bayangan, yang selalu mengikuti cahaya.

1
Hatus
Padahal jalan masih luas tapi sukanya lewat jalan yang sempit kayaknya memang suka cari perhatian.😑
Celeste Banegas
Wow, aku suka banget dengan kejutan di tiap chapternya. Keren! 🤯
OsamasGhost
Cepat update, jangan biarkan kami menunggu terlalu lama!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!