"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Di bawah gemuruh petir dan guyuran hujan yang turun dengan derasnya, Arkan dan Melody saling berpelukan erat. Udara dingin malam itu seolah terhalau oleh kehangatan yang berasal dari tubuh mereka berdua. Arkan dengan lembut membelai rambut Melody, sementara Melody menghela napas dalam-dalam, merasakan setiap bisikan Arkan yang penuh dengan kata-kata cinta mengalir masuk ke dalam telinganya.
"Kita akan melewati ini bersama," bisik Arkan dengan suara yang berat, namun penuh keyakinan. Melody mengangguk, matanya yang sembab dari menangis kini berubah menjadi mata yang penuh harapan. Di tengah badai yang mengamuk, mereka menemukan pelabuhan; dalam dekapan mereka, mereka menemukan kekuatan.
Arkan secara perlahan mengangkat wajah Melody, mendekatkan wajahnya sehingga hembusan nafas mereka bercampur menjadi satu. Dengan perlahan, ia mengecup kening Melody, sebuah tanda bahwa ia akan selalu ada untuknya, melindungi dan mencintainya. Melody memejamkan matanya, membiarkan setiap sentuhan Arkan menenangkan dan menguatkan jiwanya.
Pada malam yang diwarnai dengan petir dan hujan itu, diantara kedipan cahaya dan dentuman yang mengegarkan, mereka berdua bersumpah untuk selalu bersama, membangun cinta yang tidak akan pernah luntur oleh badai. Mereka akan bersama, melangkah melalui setiap tantangan dan merayakan setiap kemenangan, sebagai satu, dalam cinta yang tak tergoyahkan.
***
Pagi harinya Melody berjalan dengan gerakan yang agak pincang, kaki kirinya nampak sedikit tertatih. Matanya terpejam sesekali, mencoba menahan rasa sakit yang masih terasa. Arkan yang berjalan di sampingnya hanya bisa tersenyum canggung, menyesal atas semangat yang terlalu membara semalam.
Tiba-tiba, Dea, ibu Arkan, yang melihat kejanggalan cara berjalan Melody, tidak bisa menahan tawanya. "Eh, lihat nih, Melody jalan kayak penguin!" serunya sambil menirukan gaya berjalan Melody. Tony, ayah Arkan, ikut-ikutan tertawa dan membuat suara-suara lucu yang membuat semua orang di ruangan itu tertawa.
Ibu Melody, Salamah. yang mencoba tetap serius, akhirnya tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang jahil. "Sudahlah, jangan diganggu. Siapa tahu dia kecapekan," ucapnya sambil memberikan tatapan kepada besannya Dea Dan Tony
Sementara itu, Budi, sang ayah Melody, hanya bisa saling pandang dengan Arkan dengan ekspresi yang mencoba menahan tawa. Mereka tahu betul anak mereka pasti merasa malu, tetapi melihat keakraban yang mulai terbentuk dalam keluarga baru ini, mereka merasa lega.
Melody, yang merasa malu sekaligus kesal, memandang Arkan dengan tatapan tajam. "Kamu sih, kenapa semangat banget semalam, sekarang lihat kan jadi bahan tertawaan," bisiknya dengan nada kesal. Namun, di dalam hatinya, ada rasa senang yang tidak bisa disembunyikan. Wajahnya yang merona dan senyum kecil yang menghias bibirnya menunjukkan bahwa, meski dia menjadi bahan candaan, dia menyukai apa yang terjadi malam itu dengan Arkan.
"Sudahlah, ayo kita sarapan dulu. " Ucap Tony menengahi
"Papa, kenapa menantu kita cara berjalannya seperti itu? Bukankah mereka bukan pengantin baru lagi? " Bisikan Dea ditengah sarapan nya
Tony menatap Melody dan Arkan secara bergantian kemudian membalas kalimat istrinya itu. "Entahlah, tapi seperti nya memang putra kita saja yang terlalu perkasa, apa mama lupa. Dulu waktu kita pertama kali menikah bagaimana? Satu minggu lamanya mama, papa buat tidak bisa berjalan. " Balas Tony berbisik membuat Dea menepuk pelan bahunya membuat Tony terkekeh.
"Arkan, apa kalian tidak berniat untuk berbulan madu? " Tony berucap dengan lantang membuat Melody tersedak
Uhuk!
Uhuk!
"Pelan pelan, sayang. " Arkan memberikan segelas air yang langsung diterima oleh Melody
"Bukan tidak berniat pa. Tapi memang aku belum memikirkan tentang bulan madu, karena terlalu sibuk mencari bukti kejahatan Arhan. "Ucap dengan hati-hati
Tony mengangguk secara perlahan. Benar apa yang dikatakan oleh Arkan barusan, selain sibuk mencari bukti, Arkan juga selama ini masih bersandiwara lumpuh.
" Benar apa yang kau ucapkan nak. Tapi jika kalian ingin ber liburan, katakan saja nanti. Papa akan membelikan kalian tiket, atau mau menggunakan tiket dari arhan saja? Itu juga bisa. "Sahutnya
" Jika aku menggunakan tiket dari Arhan, lalu bagaimana dengan papa? Aku tidak akan berbulan madu dalam waktu dekat ini pa. Jadi, simpan saja tiket itu untuk kalian. "Jawabnya
"Tiket dari Arhan? Hah, yang benar saja. Apa papa lupa jika aku ini juga memiliki uang yang banyak. Jangankan bali, keliling dunia pun uangku tidak akan pernah habis." Batinnya kesal
"Kenapa tidak dalam waktu dekat ini? Ayolah nak, jangan terlalu lama. Mama sudah nggak sabar ingin menggendong cucu. Bukan cuma mama saja, ibu Salamah pasti juga sama. " Dea yang menjawab membuat Arkan sedikit menghela nafas.
"Jika mama menginginkan cucu, Arkan pasti akan kasih ma, setiap hari Arkan juga bisa membuatnya. Tidak harus menunggu berbulan madu dulu, baru bisa membuat anak. " Ceplos Arkan membuat Melody memukul paha Arkan.
"Apa? Apa perkataan ku salah? Kalau mau punya anak, kan nggak harus berliburan dulu baru bisa bikin. Aku kan bisa membuat nya setiap hari, contohnya kaya tad-"
"Berhenti bicara, mas. Lebih baik cepat habiskan makanmu. " Potong Melody cepat dengan membungkam mulut Arkan dengan tangannya
Para orang tua yang melihat itu hanya memasang wajah maklum dan juga tersenyum kecil. Terutama Salamah dan Budi yang merasa terhibur dan baru tau bahwa Arkan bisa berbicara ceplas ceplos seperti itu.
Sedangkan Dea ia hanya mendengus melihat putranya yang sama sekali tidak peka. "Dasar jadi suami tidak bisa romantis. " Ucap Dea ketus kepada Arkan. Tapi meskipun begitu, mereka tetap lanjut sarapan dengan suasana yang hangat.
Suasana di pagi hari itu begitu hangat, mentari pagi menyinari meja makan yang telah disiapkan dengan penuh kasih oleh Salamah dan Budi, mereka berdua sengaja bangun lebih awal dan membantu para pekerja untuk memasak. Meski para pekerja sudah melarang mengingat Salamah dan budi adalah besan dari majikan mereka.
Suasana yang tadinya canggung perlahan mencair saat Dea dan Tony, mulai mengajukan pertanyaan hangat. "Bagaimana kabar kebun kelapa sawit kalian di Jambi?" tanya Tony dengan rasa ingin tahu.
Budi tersenyum lebar, "Alhamdulillah, panen tahun ini cukup baik meski ada sedikit hama yang mengganggu, dan aku juga cukup berterima kasih kepada Arkan, karena sudah memberikan modal untuk kami" jawabnya seraya menuangkan teh hangat ke dalam cangkir.
Salamah, yang selalu pendiam, kini terlibat dalam percakapan, "Iya, dan kami juga mulai belajar teknik organik untuk mengurangi penggunaan pestisida."
Dea, yang duduk berseberangan, mengangguk-angguk penuh minat. "Itu hebat sekali. Kita harus bertukar tips nanti," ujarnya sambil menyantap potongan roti. Percakapan berlanjut riang, membahas berbagai topik mulai dari pertanian hingga rencana masa depan anak-anak mereka, sementara aroma kopi dan suara sendok menyeruak serempak menciptakan harmoni di pagi hari itu.
***
Suasana pagi itu terasa hangat, terutama bagi Salamah dan juga budi. Mereka berdua begitu senang dengan kehangatan yang terjadi. Ternyata, menikahkan Melody pada Arkan adalah pilihan yang tepat, melihat keluarga mereka yang begitu harmonis.
sarapan bersama orang tua Arkan pun membawa keceriaan Tersendiri bagi mereka. Setelah perut terisi, Arkan dan Melody berpamitan kepada orang tua Arkan untuk mengantarkan orang tua Melody kembali ke rumah mereka. Di perjalanan, Melody yang duduk di samping Arkan dengan lembut memintanya untuk mampir ke pusat perbelanjaan. Matanya berbinar saat ia menjelaskan bahwa persediaan bahan makanan di rumah Arkan sudah mulai menipis dan ia ingin memasak sesuatu yang spesial untuk makan malam nanti.
Arkan mengangguk dan tersenyum, menyetujui permintaan Melody. Ia membelokkan mobilnya menuju pusat perbelanjaan terdekat. Di sana, mereka berdua berjalan berdampingan memasuki supermarket. Melody tampak bersemangat memilih bahan-bahan terbaik, sementara Arkan mengikuti di belakangnya, sesekali menambahkan beberapa barang ke dalam keranjang yang mereka dorong bersama.
Melody berhenti di depan rak bumbu, memilih dengan cermat. Tangannya mengambil botol kecap, lalu beralih ke botol saus tomat. Arkan, yang berdiri di sampingnya, hanya bisa mengamati betapa telitinya Melody dalam memilih bahan masakan. Melody menoleh kepadanya, memberikan senyum yang membuat hati Arkan hangat. Dengan keranjang yang sudah penuh, mereka berdua menuju ke kasir untuk membayar, lalu kembali ke mobil dengan tangan penuh tas belanja.
Perjalanan pulang diisi dengan obrolan ringan mereka berdua tentang menu makan malam yang akan Melody siapkan. Arkan merasa beruntung memiliki istri yang memperhatikan kebutuhan rumah tangga mereka dengan baik. Sebuah kehangatan mengisi ruang di antara mereka, membuat hari itu terasa lebih spesial.
"Umurnya boleh masih kecil, tapi jika urusan perut dia begitu teliti. Aku benar benar beruntung karena sudah menikahinya. Aku berjanji padamu Melody, sampai kapanpun aku akan terus mencintaimu dan menjagamu. " Batin Arkan tersenyum senang melihat Melody yang duduk disebelah nya