Ganesha percaya Tenggara adalah takdir hidupnya. Meski teman-temannya kerap kali mengatakan kepada dirinya untuk sebaiknya menyerah saja, si gadis bersurai legam itu masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan cintanya kepada Tenggara. Meski sebetulnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa dia hanya jatuh cinta sendirian.
"Sembilan tahun mah belum apa-apa, gue bisa menunggu dia bahkan seribu tahun lagi." Sebuah statement yang pada akhirnya membuat Ganesha diberikan nama panjang 'Ganesha Tolol Mirella' oleh sang sahabat tercinta.
Kemudian di penghujung hari ketika lelah perlahan singgah di hati, Ganesha mulai ikut bertanya-tanya. Benarkah Tenggara adalah takdir hidupnya? Atau dia hanya sedang menyia-nyiakan masa muda untuk seseorang yang bahkan tidak akan pernah menjadi miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 17
Life must go on. Ganesha sadar tidak boleh terus-terusan tenggelam dalam agenda patah hati yang menguras energi. Dia harus segera kembali ke rutinitas harian yang beberapa waktu telah ditinggalkan. Agar kewarasannya tetap terjaga dan tak berakhir masuk rumah sakit jiwa.
Hari ini, untuk pertama kalinya setelah sekian purnama, Ganesha memutuskan keluar rumah. Pergi jalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa potong outfit baru. Kebetulan, besok ada jadwal manggung di Surabaya dan dia butuh sesuatu yang baru untuk penampilannya.
Tiga tahun berkarier, Ganesha hampir tidak pernah menghambur-hamburkan uang hasil manggung. Hanya sesekali membeli baju baru, itupun jika dirasa outfit yang dia miliki sudah tidak cocok dengan konsep lagu baru mereka. Selebihnya dia tabung. Diendapkan di dalam rekening sampai jumlah nolnya bertambah terus dari waktu ke waktu. Kalau ada orang-orang terdekatnya yang ulang tahun, barulah akan ia gunakan untuk membeli kado spesial.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Ganesha tidak akan dibiarkan pergi sendirian. Kafka dan Selena ada di belakang punggungnya, siap siaga layaknya pengawal kepala negara. Ganesha tidak keberatan, justru bersyukur memiliki teman-teman yang bersedia ada di momen terbaik dan terburuk dalam hidupnya.
"Wait." Di tengah perjalanan, Ganesha berhenti melangkah. Fokusnya tercuri oleh sebuah gaun putih dengan renda-renda manis di bagian lengan dan perut. Gaun cantik itu terpajang di display sebuah toko. Bukan merek terkenal, tetapi penampilannya justru terlihat begitu menarik perhatian.
"Gue mau coba itu!" serunya menggebu-gebu.
Seperti biasa pula, Kagak dan Selena mengiyakan tanpa syarat apa pun. Mereka bertiga lantas berjalan beriringan memasuki toko yang tak terlalu besar jika dibandingkan dengan toko-toko merek pakaian mahal lainnya. Ganesha langsung melesat menuju tempat di mana gaun incarannya dipajang, terkagum-kagum kala menemukan lebih banyak detail yang tak bisa dia lihat dari kejauhan.
Seorang karyawan berseragam abu-abu datang menghampiri. Bibirnya dipulas lipstik warna merah, tersenyum ramah menanyakan apa yang bisa dibantu.
Dengan semangat, Ganesha menjawab, "Saya mau gaun yang itu." Matanya berbinar, memantulkan keceriaan yang menyebar sampai membuat karyawan perempuan di depannya turut melebarkan senyum.
Kemudian, karyawan perempuan tadi meminta rekannya yang lain untuk membawakan gaun yang sama dari tempat penyimpanan. Diserahkannya gaun itu ke tangan Ganesha, dibiarkan sang gadis mengaguminya dengan bibir terbuka lebar.
"Wah...." Hanya itu yang bisa Ganesha gumamkan saking terkagumnya.
Sang karyawan tertawa kecil. "Fitting room ada di sebelah sana, mari saya antar."
Ganesha mengangguk semangat. Langkahnya melambung-lambung, mengekor di belakang karyawan perempuan bersanggul rapi itu. Rasanya sudah tak sabar untuk mencoba gaun cantik di tangannya. Ingin melihat seberapa pantas ia mengenakannya.
Sementara itu, selagi menunggu Ganesha kembali, Kafka dan Selena mulai berkeliling. Toko tersebut ternyata khusus menyediakan pakaian perempuan, kebanyakan bermodel gaun dengan desain beragam. Bersama mereka, satu karyawan perempuan lain mengikut. Siap sedia dimintai bantuan.
"Mbak, boleh tolong lihat yang itu?" Kafka menunjuk satu gaun tanpa lengan berwarna merah menyala, polos, dengan panjang mencapai betis dan belahan dada agak rendah.
Karyawan dengan name tag Indri itu dengan senang hati membawakan gaun yang pelanggan mereka inginkan. Menyerahkannya dengan penuh pengharapan bahwa sepasang muda-mudi itu akan menyukainya.
"Cobain," pinta Kafka. Disodorkannya gaun tadi kepada Selena, berhasil membuat sang gadis menautkan kedua alisnya bingung.
"Buat gue?"
"Buat mbaknya," kelakar Kafka, lalu meralat, "Ya buat lo, lah."
Selena tampak ragu. Lalu setelah melirik ke arah Indri dan menemukan perempuan muda itu tersenyum malu-malu, tangannya bergerak meraih gaun pilihan Kafka dan bergegas membawanya menyusul Ganesha.
Sekitar lima menit kemudian, Ganesha dan Selena datang bersamaan. Seketika itu juga fokus Kafka langsung terbelah. Sulit menentukan penampilan siapa yang harus dia perhatikan lebih dulu.
"How do I look?" Ganesha menjadi yang pertama bertanya.
Kafka memfokuskan pandangan, manggut-manggut sambil mengusap dagu dan tampak berpikir keras. "You look great," pujinya.
Senyum Ganesha seketika terkembang. Saking girangnya, gadis itu sampai melompat-lompat kecil seraya mengangkat ujung-ujung gaunnya sedikit. Persis bocah TK yang habis dijanjikan liburan ke Disneyland Tokyo akhir semester mendatang.
"And ... how about me?" susul Selena.
Untuk pertanyaan itu, Kafka tak perlu berpikir panjang sebab jawabannya sudah ready sejak gadis itu muncul di hadapannya. Jadi, dia tanpa ragu menjawab, "Red really looks good on you."
"Bener," sambar Ganesha. Matanya semakin bersinar saja. "Cantik banget, Sel. Cantiiikkkkkkkk bangetttt."
Selena tertawa pelan. Dua gadis cantik itu lalu jadi sibuk sendiri, saling lempar pujian yang tak habis-habis.
"Udah, udah. Seluruh dunia juga tahu kalian cantik," kata Kafka, "Sana ganti baju, habis itu kita lanjut."
Keduanya menurut, mengangguk serempak seperti anak kembar yang berbagi satu sel otak, lalu melangkah riang sambil bergandengan tangan menuju fitting room.
Kafka hanya bisa menggeleng pelan. Sambil menunggu keduanya kembali, dia standby di kasir. Hari ini, dia yang akan mentraktir dua gadis kesayangannya, secara adil. Apa yang terjadi pada dirinya dan Selana tak akan membuatnya jadi pilih kasih. Itu yang dia janjikan malam itu, pada Selena, juga pada dirinya sendiri.
"Habis ini gue mau ke toko sepatu, mau beli heels." Kedatangan Ganesha yang tiba-tiba, sedikit membuat Kafka tersentak. Pasalnya, dia sedang mencoba mengulang adegan menyenangkan bersama Selena.
Dia mengusap tengkuknya salah tingkah. Pipinya terasa panas sewaktu tatapannya tak sengaja bertemu dengan Selena selama sepersekian detik.
"Iya, boleh." Dalam upaya mencairkan kecanggungan yang dia ciptakan untuk dirinya sendiri, Kafka mengulurkan tangan, meminta gadis-gadis kesayangannya menyerahkan gaun untuk dibayar.
"Ditraktir?" tanya Ganesha.
Kafka mengangguk. "Sana, tunggu di luar. Habis ini makan dulu di food court bawah, baru habis itu ke toko sepatu."
Tanpa banyak tanya, Ganesha menurut. Diseretnya Selena menjauh. Sambil mengoceh panjang lebar tanpa tahu bahwa di belakang punggungnya, Selena dan Kafka sedang curi-curi pandang. Mencuri kesempatan untuk menyalurkan perasaan yang meledak-ledak seperti kembang api dalam sebuah perayaan.
......................
Kebutuhan manggung sudah ceklis, perutnya pun penuh terisi dan rambutnya sempat dipangkas sedikit untuk memperoleh look baru. Bepergian bersama Selena dan Kafka membuatnya seperti terlahir kembali. Menjadi sosok yang baru, yang siap menerjang rintangan apa pun yang akan dia temui esok hari.
Tetapi sebelum itu, dia butuh istirahat. Sekarang adalah waktu tepat untuk merebahkan diri di kasur. Meluruskan punggung sambil membaca komik Death Note yang dia curi dari markas kapan hari. Ada beberapa buku lagi yang dia bawa. Sengaja, untuk membantunya mengusir kebosanan karena tak bisa lagi bermain ponsel.
Sesuai saran Kafka, dia mulai puasa sosial media. Sudah seminggu berlalu sejak dia tak lagi membuka akun sosial media mana pun, semuanya dia deaktif.
Hasilnya ternyata cukup memuaskan. Dengan tidak membuka sosial media, dia jadi tidak tahu apa yang terjadi pada dunia, termasuk gosip-gosip apa yang sedang melingkupi namanya dan Tenggara. Dengan begitu, pikirannya jadi lebih tenang.
Beberapa halaman Ganesha selesaikan dalam waktu singkat. Kalau benar-benar niat, satu seri bisa saja dia selesaikan dalam sekali duduk, menyambung terus sampai semua seri habis dalam waktu sehari. Itu menyenangkan. Bertualang di dunia fantasi membuat perasannya perlahan-lahan membaik.
"Tok, tok," ucap seseorang dari balik pintu kamarnya yang terbuka sedikit.
Ganesha serta-merta menoleh, tersenyum, lalu dalam sekejap lupa pada komik yang sedang dia baca. Dia bangkit, turun dari kasur dan berlarian menghampiri lelaki rupawan itu. Secepat kilat ia melompat kegirangan ke dalam gendongan.
"I miss you so much, Abang!" serunya heboh. Diciuminya pipi sang abang berkali-kali, dicubit gemas lalu kembali dia kecup sampai bunyi kecipak basah memenuhi kamar.
Abangnya hanya pasrah, tertawa lepas menerima semua afeksi yang adik perempuannya berikan. Karena sama seperti gadis itu, dia juga rindu. Kesibukan yang nyaris menelannya hidup-hidup membuatnya baru bisa datang berkunjung lagi. Padahal kali terakhir bertemu, dia tahu adik kecilnya sedang tidak baik-baik saja dan butuh ditemani.
"Abang bawain kamu double cheeseburger di bawah," tuturnya lembut.
Ganesha berteriak girang di gendongan sang abang. "Thank you, Abang! Abang emang the best!" serunya.
Lelaki berjaket hitam itu hanya tersenyum lembut. Perlahan-lahan dibawanya tubuh bongsor sang adik menuruni tangga. Sembari menyiapkan telinga untuk mendengar celotehnya tentang apa yang terjadi seharian ini.
Ganesha terlalu bersemangat untuk menghabiskan waktu dengan abangnya. Sampai-sampai tidak akan punya kesempatan untuk membaca satu pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Pesan singkat dari Tenggara yang dalam waktu setengah jam kemudian, akan ditarik dan disimpan rapat selamanya.
Bersambung.....
Weh, Kafka jengkel setengah mampus inu😅