Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kasus Baru
Suasana di dalam mobil begitu hening. Sejak kembali dari kediaman Elsa, Elina lebih banyak diam. Pandangannya selalu tertuju ke jendela samping, sementara pikirannya melayang pada Malik. Penjelasan Elsa tentang alasan Malik menolak operasi, sudah membuat rasa penasarannya terjawab. Wanita itu kini bisa menerima dengan lapang dada keputusan yang diambil Malik.
Mobil yang dikemudikan Gerald terus melaju. Pria itu langsung mengantarkan Elina pulang ke rumah. Kendaraan roda empat itu berbelok memasuki kompleks perumahan di mana Elina tinggal. Dia menghentikan mobilnya di kediaman Zar. Elina yang tengah melamun, baru tersadar ketika mobil yang ditumpanginya berhenti.
“Kamu baik-baik saja?”
“Entahlah, Bang.”
“Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kamu dan Malik. Tapi sudah seharusnya kamu merelakan kepergiannya dan berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Kamu harus melanjutkan hidupmu, El. Aku yakin Malik juga tidak mau melihatmu seperti ini.”
“Harusnya aku ada di sampingnya di saat terakhirnya.”
“Apa kamu tidak mendengar apa yang dikatakan Tante Elsa tadi? Malik tidak menginginkan kehadiranmu. Dia bersyukur kamu tidak ada di sampingnya. Kamu tahu apa alasannya?”
“Apa?”
“Malik sudah pasrah dengan nasibnya. Dia menerima dengan ikhlas takdir yang digariskan Tuhan untuknya. Dia takut kalau melihatmu, maka dia takut akan menyalahkan Tuhan. Meratapi nasibnya yang malang. Ketidakhadiran mu membantunya untuk pergi meninggalkan orang-orang yang disayanginya dengan tenang.”
Tidak ada tanggapan dari Elina. Wanita itu mencoba mencerna ucapan yang disampaikan Gerald padanya.
“Kamu boleh menangis sepuasmu malam ini. Tapi besok aku mau melihatmu tersenyum. Lakukan ini untuk dirimu dan juga Malik. Kalau kamu ingin menebus rasa bersalahmu pada Malik, maka berbahagialah. Itu yang Malik inginkan darimu.”
“Terima kasih, Bang."
"Istirahatlah. Tenangkan hati dan pikiranmu."
"Sekali lagi makasih. Abang mau mampir dulu?”
“Aku langsung pulang. Sampaikan salamku pada Mama dan Papamu.”
“Iya, Bang. Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumussalam.”
Elina segera keluar dari mobil. Wanita itu berdiri di dekat pintu pagar, tangannya melambai ketika mobil Gerald kembali melaju. Security yang bertugas segera membukakan pintu pagar untuk Elina. Dengan langkah pelan dia masuk ke dalam rumah. Suasana rumah nampak sepi ketika Elina masuk. Wanita itu langsung menuju kamarnya.
Elina menghempaskan bokongnya di sisi ranjang. Wanita itu membuka tasnya lalu mengeluarkan amplop dari dalamnya. Sebelum pulang, Elsa memberikan surat peninggalan Malik untuknya. Cukup lama dia memandangi amplop berwarna biru langit itu. Elina menarik nafas panjang ketika membuka amplop. Dibentangkannya kertas yang berisikan suara hati Malik, lalu membacanya perlahan.
Dear El..
Waktu kamu baca surat ini, aku sudah tidak ada di sisimu lagi. Maafkan aku kalau aku terkesan egois mengambil keputusan tanpa berdiskusi dulu denganku. Hidupku sudah tidak lama lagi, El. Aku tidak mau membuat keputusan yang salah dengan menyetujui operasi. Aku tetap tidak akan bertahan walau menjalani operasi. Jadi lebih baik memberikan jantung yang kuperoleh para orang lain yang memiliki peluang hidup lebih besar.
Aku tidak pernah menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi padaku. Aku bahkan bersyukur, di waktu hidupku yang terbilang singkat, aku bertemu denganmu. Di mataku, kamu adalah bidadari tak bersayap. Yang datang menemaniku dan memberi kekuatan padaku. Aku menyayangimu sebagai seorang sahabat dan juga saudara. Dan aku juga mencintaimu sebagai seorang wanita. Hari-hari yang kuhabiskan denganmu adalah yang terbaik dalam hidupku.
Kalau boleh, aku meminta satu hal padamu. Hiduplah bahagia, El. Temukan seseorang yang bisa terus membuatmu tersenyum, seseorang yang bisa membuatmu bersinar terang dan seseorang yang mencintai dan menyayangimu dengan tulus. Aku harap kamu mau mewujudkan permintaanku. Bye, El.. kenanglah aku sebagai bagian indah dalam hidupmu. Tapi jangan jadikan kenangan kita sebagai penghalang kebahagiaan mu. Wish you all the best, El. My Lovely Friend.
Airmata Elina jatuh bercucuran usai membaca surat dari Malik. Dia mendekap surat itu dengan erat. Sesekali tangannya menghapus airmata yang jatuh berderai. Pelan-pelan dia merebahkan tubuhnya sambil terus mendekap surat Malik.
***
Mobil yang dikendarai Elina memasuki pelataran parkir kantornya. Usai memarkirkan mobilnya, wanita itu segera keluar dari kereta besi tersebut. Jaka dengan sigap mendekat lalu membantu Elina membawakan barang-barangnya.
“Terima kasih, Pak Jaka.”
“Sama-sama Bu El. Sepertinya suasana hati Ibu sedang senang.”
“Oh ya?”
“Iya. Wajah Ibu terlihat berseri seperti mentari pagi.”
Elina tak bisa menahan tawanya mendengar ucapan Jaka. Namun wanita itu tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh Jaka. Perasaannya jauh lebih baik dan lebih ringan setelah dia mengetahui semua tentang Malik. Wanita itu sudah siap melepaskan cinta pertamanya itu. Bukan hanya itu, Elina juga siap menyongsong cinta yang baru. Membuka hatinya pada salah satu pria yang sudah menyatakan cinta padanya.
Jaka mengantarkan Elina sampai di ruangannya. Setelah itu, pria tersebut kembali ke tempatnya bertugas. Elina mendaratkan bokongnya di kursi kerja. Baru saja dia menyalakan laptop, Gerald masuk ke dalam ruangan.
“Bagaimana keadaanmu?”
“Sudah lebih baik.”
“Syukurlah. Apa kamu sudah siap bekerja?”
“Sudah.”
“Kalau begitu datanglah ke ruang meeting. Seorang klien sudah menunggumu.”
Kepala Elina mengangguk cepat. Gerald segera keluar dari ruangan dan tak lama kemudian Elina menyusul. Dari dinding kaca, dia melihat seorang wanita sudah duduk di ruang meeting. Wanita itu masih terlihat muda. Usianya mungkin sekitar 24 atau 25 tahun.
“Selamat pagi,” sapa Elina lalu mendudukkan diri di depan wanita muda itu.
“Pagi.”
“Saya Elina,” wanita itu mengulurkan tangannya.
“Saya Rida,” Rida membalas uluran tangan Elina.
“Oke Rida, apa yang bisa saya bantu.”
“Saya mengikuti persidangan seorang istri yang dituduh membunuh suaminya. Saya suka cara anda membela terdakwa. Walau sulit, anda akhirnya berhasil membebaskan terdakwa dan menemukan pembunuh sebenarnya. Karena itulah saya yakin kalau anda bisa membantu saya. Saya ingin menuntut seseorang. Dia sudah melakukan pelecehan seksual pada saya.”
“Siapa yang mau anda tuntut?”
“Yasa Wibisana.”
“Maksud anda, Yasa Wibisana, Wakil Direktur Utama PT. Alam Persada?”
“Ya.”
“Kapan kejadiannya?”
“Sebulan yang lalu.”
“Bisa anda ceritakan kronologinya?”
Rida menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai ceritanya. Lima bulan yang lalu dia melamar pekerjaan di PT. Alam Persada. Setelah melalui serangkaian tes, wanita itu diterima bekerja di perusahaan tersebut sebagai staff HRD dengan masa percobaan tiga bulan. Awalnya Rida menjalani pekerjaannya dengan tenang. Wanita itu termasuk salah satu karyawan yang cekatan dan cepat belajar. Hampir semua rekannya di divisi HRD menyukainya.
Besar harapan Rida diterima bekerja di PT. Alam Persada, apalagi wanita itu memiliki track record yang baik selama menjalani masa percobaan. Waktu pengumuman pengangkatan pegawai tetap hanya tersisa tiga hari lagi. Semua pegawai dalam masa percobaan masih menunggu hasil penilaian. Dan salah satu pihak yang memberikan kontribusi dalam penilaian adalah Yasa Wibisana, wakil Direktur Utama di perusahaan ini.
Baru saja Rida hendak meninggalkan ruangan, telepon ekstensi di atas mejanya berdering. Yasa menghubungi wanita itu dan memintanya datang ke ruang kerjanya. Tanpa merasa curiga, Rida pun bergegas menuju ruangan Yasa. Wanita itu tahu kalau Yasa adalah salah satu penentu nasibnya di perusahaan. Waktu sudah menunjukkan pukul lima lebih dua puluh lima menit. Hampir semua karyawan sudah meninggalkan kantor. Rida mengetuk pintu ruangan Yasa.
“Masuk!”
Perlahan Rida membuka pintu. Yasa menggerakkan tangannya mempersilakan wanita itu untuk duduk di sofa. Pria itu bangun dari duduknya lalu berjalan menuju mini bar yang ada di bagian sudut.
“Kamu mau minum apa?”
“Tidak usah repot-repot, Pak.”
“Kamu mau coba wine?”
“Saya tidak pernah minum, Pak.”
“Selalu ada yang pertama kan? Tenang saja, kandungan alkoholnya tidak tinggi.”
Walau enggan, Rida hanya bisa mengiyakan karena Yasa begitu memaksa. Pria itu menuangkan wine ke dalam gelas sloki kemudian membawanya pada Rida. Yasa mendudukkan diri di dekat Rida. Sambil menggoyang-goyangkan gelas wine di tangannya, pria itu terus memandangi Rida. Cara Yasa memandang membuat Rida tidak nyaman. Apalagi Yasa terus mengarahkan pandangannya ke arah paha Rida yang sedikit terekspos karena panjang rok yang dikenakannya tidak sampai menutupi lutut.
“Kamu sudah menikah?”
“Belum, Pak.”
“Sudah punya pacar?”
“Belum juga.”
“Tapi sudah pernah pacaran kan?”
“Pernah.”
“Selama pacaran, apa yang kamu lakukan?”
“Ma.. maksud Bapak apa?”
Rida mulai menangkap gelagat Yasa yang tidak biasa. Pria itu terus merapatkan tubuhnya pada Rida. Kemudian dia mengusap lembut paha Rida. Tangannya bergerak naik turun. Tentu saja hal tersebut membuat Rida tidak nyaman.
“Ma.. maaf, Pak. Tolong jangan seperti ini.”
“Kamu mau bekerja di sini sebagai pegawai tetap?”
“Mau, Pak.”
“Saya bisa memberikan posisi itu padamu. Tapi pastinya ada harga yang harus kamu bayar.”
Rida bukanlah wanita polos. Dia tahu bayaran apa yang diinginkan Yasa hanya lewat bahasa tubuh pria itu. Tangan Yasa kembali bergerak di paha Rida. Semakin lama pergerakannya semakin naik. Sekarang tangan pria itu mulai memasuki rok Rida. Tah tahan dengan apa yang dilakukan Yasa, refleks Rida langsung berdiri dan menjauh dari sofa.
“C’mon Rida, jangan malu.”
“Maaf, Pak. Tolong jangan seperti ini.”
“Aku tahu. Kamu pasti tidak mau melakukannya di kantor kan? Kita ke hotel sekarang, bagaimana? Kalau kamu bisa memuaskanku, aku akan memberimu posisi tetap di tim HRD. Bukan itu saja, aku akan memberikan bonus besar padamu.”
“Maaf, Pak. Saya ingin diterima bekerja di sini karena kemampuan saya. Bukan dengan cara seperti ini. Permisi, Pak.”
Tanpa menunggu persetujuan Yasa, Rida bergegas keluar dari ruang kerja pria itu. Yasa nampak kesal ditinggal begitu saja oleh Rida. Padahal hasrat pria itu sudah naik begitu melihat wajah cantik dan bodi aduhai Rida, ditambah dengan kulit mulusnya. Dia melempar gelas di tangannya ke lantai hingga pecah berkeping-keping.
Penolakan yang dilakukan Rida, tentu saja menimbulkan konsekuensi. Wanita itu tidak diangkat sebagai pegawai tetap. Bukan hanya itu, Yasa juga menerbitkan red notice untuk wanita itu. Rida tidak bisa bekerja di perusahaan lain. Selama sebulan Rida terus berusaha melamar pekerjaan. Namun tidak ada yang mau mempekerjakannya. Kalau pun ada, posisinya pun tidak sebanding dengan pendidikan yang dimilikinya. Tak terima dengan keadaan ini, Rida pun memutuskan untuk menuntut Yasa ke jalur hukum.
“Saat Yasa melecehkanmu, apa ada saksi yang melihatnya?”
“Tidak ada. Kami hanya berdua saja di ruangan itu.”
“Apa ada yang melihat anda masuk ke ruangan Yasa?”
“Tidak ada. Sekretarisnya sudah pulang waktu itu.”
“Apa yang kamu inginkan atas tuntutan ini?”
“Saya ingin dia mencabut red notice pada saya. Saya juga menuntut ganti rugi karena sudah diperlakukan tidak adil. Saya yakin dengan kemampuan saya, saya percaya kalau sebenarnya saya termasuk salah satu pegawai yang diterima sebagai pegawai tetap. Apa yang dilakukan Yasa sudah sangat merugikan saya. Bukan hanya sudah melecehkan saya, dia juga menutup peluang saya untuk berkarir di perusahaan lain. Saya juga ingin dia meminta maaf pada saya karena sudah melecehkan saya.”
“Kamu tidak punya saksi dan bukti atas pelecehan yang dilakukan Yasa padamu. Jujur saja kasus ini sulit. Ini akan menjadi perjuangan panjang. Apa kamu siap?”
***
Kasus baru nih. BTW siapa yang dipilih Elina ya🤔
aku yakin Gita suka sama Gerald , tapi sayangnya Gerald suka sama Elina . dan pada akhirnya nanti Elina malah mendukung Gita dengan Gerald .
pikiranku terlalu jauh gak sih , tapi namanya juga nebak , bener sukur , kalau salah ya udah berarti gak sesuai dengan ide cerita kak othor . jadi nikmati aja ya El......
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
tapi nabila ikutin alurnya mak author deh
sedangkan sama Zahran , Zahran bisa mengimbangi Elina biar kata Zahran menuruti elina tapi dia bisa membujuk Elina dan mengarahkan insyaallah bahagia terus kalau sama Zahran..
E..tapi kok aq lebih sreg EL sam bang Ge ya 🤭🤭🤭
Ya walaupun duda sih, kan skrg Duda semakin didepan 🤣🤣🤣
Tapi aq manut aja apa yg ditulis kak icha.,
Siapa tw dgn kasus ini akhrnya El sama Gita bisa jadi bestie ye kan....
Trys gita jadian sama zahran 🤣🤣🤣