Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Hinaan Raja
Sesuai dengan ramalan Alice, hari itu berbagai bangsawan sudah hadir, termasuk Sang Raja sendiri. Alice hanya memberi hormat bersama Lucian lalu pergi, seolah mengabaikan setelah memberi salam.
Hal itu dapat dilihat langsung oleh para bangsawan lainnya. Mereka juga melihat bagaimana Raja seolah tak dapat menyembunyikan amarahnya.
“Duchess Corvin, apakah Anda tidak tahu siapa yang telah memenggal kepala keluarga Anda?” pancing Raja dengan seringai di bibirnya.
Alice terdiam, begitu pun Lucian yang menatap Alice khawatir. Padahal sebelumnya dia sudah mengatakan semua kebenaran yang sesungguhnya.
“Sebelum saya menjawab, saya sebaiknya bertanya ini terlebih dahulu, Yang Mulia. Siapakah orang yang menjadi penyebab meninggalnya keluarga saya?” Semua bangsawan tertegun melihat ketegasan Alice.
“Lancang!” Raja menatap Alice dengan begitu tajam. Lucian juga tampak menahan amarahnya.
“Maafkan saya,” Alice menunduk hormat, seolah dia baru saja melakukan kesalahan besar.
“Kau hanya budak rendahan! Seorang tawanan perang! Kau hanya wanita tak berharga! Kau itu hanya jala*ng!” bentak Raja lagi. Alice menutup matanya.
Sudut bibir Alice sedikit terangkat. Kepalanya mendekat ke arah Lucian. Dia seolah menyandarkan seluruh hidupnya pada Lucian.
Eit, tapi bohong!
Makian semacam itu sudah menjadi makanan sehari-hari seorang Alice dari kehidupan sebelumnya. Komentar pedas para netizen ya sama persis pedasnya seperti Raja kali ini.
Alice mengangkat sudut bibirnya. Yah, memang itu tujuan Alice. Dia berpura-pura lemah dan menatap suaminya, matanya berbinar dengan sedikit air di sudut matanya.
“Yang Mulia, Anda sangat keterlaluan!” Lucian menatap Raja dengan sangat mendendam.
“Kau juga, Duke Corvin. Kau tidak mendapatkan izin Raja untuk mengangkat jala*ng ini sebagai Duchess dan istrimu!” pekik Raja lagi, tanpa tahu kini semua kesalahan tengah dibuat olehnya.
Nyonya dan para lady mulai berbisik satu sama lain. Apa yang diucapkan Raja membuat tanda tanya besar di kalangan bangsawan. Bukan hanya kaum wanita, namun juga para tuan dan tuan muda yang hadir pun ikut ricuh.
“Baginda Raja, berdasarkan peraturan kerajaan, Raja tidak memiliki hak untuk mencampuri beberapa hal seperti, pertama: pernikahan, selain perjodohan. Kedua: Anda juga tidak ada hak untuk mengatur posisi seseorang dalam rumah tangga bawahan Anda. Ketiga: Anda juga tidak memiliki hak untuk memperlakukan Duchess Corvin seperti itu, Baginda!” ucap salah satu bangsawan yang tampak tersulut emosi.
“A-a… apa maksud kalian!” pekik Raja mulai panik, yang tanpa sadar baru saja mengumbar kesalahannya sendiri.
“Benar, Yang Mulia. Bila Anda sudah mencampuri urusan pribadi, apakah Anda juga akan mencampuri urusan suksesor kami?” Salah satu Nyonya maju. Sebagai seorang wanita, dia amat keberatan dengan apa yang dilakukan Raja.
“Apakah wanita akan kembali dikekang seperti yang pernah terjadi beberapa ratus tahun lalu?” bisik seorang lady pada ibunya. Sontak kegaduhan tercipta begitu saja.
“Sudah hentikan. Ini adalah pesta yang saya buat untuk menyambut keberhasilan kita dalam menangani bencana. Sebagai seorang Duke, kali ini Duke Corvin juga berjasa besar dalam penyaluran dana pribadinya, dalam membuat semua perencanaan, membangun, hingga membantu rakyat ibu kota.” Pemilik acara atau tuan rumah acara itu akhirnya keluar.
Tepuk tangan meriah akhirnya terdengar. Raja tertegun, matanya membulat, seolah tak percaya atas apa yang baru saja didengarnya. Alice menyeringai menatap Lucian yang hanya menggeleng pelan.
“Mari kita awali acara berburu ini. Peraturannya cukup sederhana. Setiap kelompok terbagi atas beberapa orang, yang di dalamnya adalah keluarga, pengawal, atau asisten pribadi. Setiap kelompok berisikan 10 orang,” ucap sang tuan rumah. Semua orang tersenyum senang mendengarnya.
“Pemenang dalam kontes kali ini, dengan jumlah hasil buruan paling berat, akan mendapatkan 4 peti keping emas dan satu peti perhiasan,” ucapnya dengan sangat senang. Semua bertepuk tangan mendengarnya. Lucian menatap Alice yang mengangguk ke arahnya.
“Pesta berburu akan diresmikan langsung oleh Yang Mulia Raja, silakan.” Pria itu mempersilakan Raja untuk memulai perburuan.
“Perburuan dimulai!” ucap sang Raja. Matanya tetap tajam mengarah pada Lucian dan juga Alice yang tampak tenang kala itu.
Lihat saja, aku akan pastikan kali ini kalian akan mati di tanganku! umpat Raja dalam hatinya.
“Ya ampun, bagaimana ini?” Iris tampak kebingungan di tengah keramaian, wajahnya nampak polos tanpa dosa.
“Ah ya ampun, maafkan saya.” Iris menabrak tubuh Raja, matanya berkaca-kaca dengan tangan yang membiru.
Apa yang terjadi pada Iris? Nah, ini kejadian beberapa saat yang lalu!
Lucian sudah menaiki kudanya. Alice juga menyibakkan roknya, hendak menaiki kuda putihnya yang cantik. Namun, tiba-tiba seorang wanita datang dan menatap Alice dengan mata berbinar.
“Ah, maafkan saya, Lady. Saya pikir kuda ini tak ada pemiliknya. Saya merasa cocok dengan kuda ini. Apakah Anda bersedia memberikannya pada saya?” Matanya berbinar penuh harap.
“Bukan urusanku!” Alice hendak naik ke atas kudanya setelah mengatakan dua kata kejam itu.
“Berikan kuda ini, atau kau tahu akibatnya!” gertak wanita itu. Wanita itu juga menodongkan belati ke pergelangan tangan Alice, seolah mengancam. Alice menatap tanda bunga teratai di leher wanita itu. Alice terkekeh dan menatap mata hijau wanita di hadapannya, yang tak lain adalah Iris.
“Maaf sekali, Nona. Namun, kuda ini milikku! Kau tak akan bisa mengancamku dengan mainan anak-anak seperti ini!” Alice menyeringai dan menyentil belati itu.
Tring!
Terdengar bunyi nyaring. Lucian menatap Alice dan melihat apa yang terjadi pada sang istri. Lucian menatap dengan mata yang seolah akan membunuh seseorang.
“Perhatikan tangan Anda, Nona. Karena bermain dengan saya, lengah sedikit, nyawa Anda akan terhempas dari tubuh ini!” Alice dengan sengaja menempelkan jarum beracun di siku Iris.
Dan itulah yang terjadi, hingga akhirnya Iris tak dapat membuat Alice atau Lucian berpihak padanya. Namun, justru membuat Alice dan Lucian menjadi begitu waspada.
Kini satu-satunya orang yang dapat dia gunakan dan perdaya hanya Sang Raja saja. Tak ada pilihan lain. Iris juga harus memperkuat posisinya sebagai Saintess dan juga membuat kerajaan itu menjadi Kerajaan Suci Jingga, di mana hanya “firman Tuhan” yang akan didengar. Yah, “firman Tuhan” apanya—tentu saja itu hanya akal-akalan Iris saja.
“Alice, siapa wanita itu?” tanya Lucian, menatap sinis pada Iris yang kini mencari muka pada Sang Raja.
“Apakah Anda menyukainya?” Alice manyun cemburu. Lucian seketika panik mendengar nada amarah dari mulut istrinya.
“Tidak! Bukan saya yang menyukainya. Namun, tampaknya dia akan sedikit berguna untuk mengasah ujung pedang saya,” gumam Lucian marah. Alice terkekeh nyaring.
“Suamiku, apa yang akan Anda lakukan bila wanita itu membunuh saya?” tanya Alice basa-basi. Yah, dalam novelnya memang seperti itu.
“Saya akan menghancurkan seluruh kerajaan ini. Saya juga akan memastikan bahwa dia akan mati lebih mengenaskan dari siksa neraka,” ucap Lucian dengan mata membara dipenuhi amarah.
Alice tersenyum miris. Salahnya jiwa Alice dahulu yang justru memilih Sang Raja yang tamak. Sedangkan di sini, ada pria yang begitu mencintainya dengan amat tulus.