Zahra, seorang perempuan sederhana yang hidupnya penuh keterbatasan, terpaksa menerima pinangan seorang perwira tentara berpangkat Letnan Satu—Samudera Hasta Alvendra. Pernikahan itu bukan karena cinta, melainkan karena uang. Zahra dibayar untuk menjadi istri Samudera demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran ekonomi akibat kebangkrutan perusahaan orang tuanya.
Namun, tanpa Zahra sadari, pernikahan itu hanyalah awal dari permainan balas dendam yang kelam. Samudera bukan pria biasa—dia adalah mantan kekasih adik Zahra, Zera. Luka masa lalu yang ditinggalkan Zera karena pengkhianatannya, tak hanya melukai hati Samudera, tapi juga menghancurkan keluarga laki-laki itu.
Kini, Samudera ingin menuntut balas. Zahra menjadi pion dalam rencana dendamnya. Tapi di tengah badai kepalsuan dan rasa sakit, benih-benih cinta mulai tumbuh—membingungkan hati keduanya. Mampukah cinta menyembuhkan luka lama, atau justru semakin memperdalam jurang kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafacho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17.
"kamu tidur disini saja" ucap Samudera saat Zahra mengambil bantal dan selimut dan akan membawanya ke sofa.
mendengar itu langkah Zahra langsung berhenti, dia berbalik melihat kearah Samudera.
"maksudnya mas? " bingung Zahra menatap Samudera tak mengerti.
"bodoh banget jadi orang, masa nggak ngerti maksud saya" Samudera seperti kehilangan kesabaran.
Mendengar itu Zahra terbelalak, dia seakan tak percaya Samudera berkata seperti itu padanya. ia dirinya tahu kalau pernikahan ini hanya pernikahan bayaran tapi masih sediki syok saja saat mendengar Samudera bicara kasar.
Samudera diam, dia seperti telah salah bicara karena perempuan di depannya terlihat terkejut.
"kau tidur di kasur saja, tidak usah tidur di sofa. aku tidur di kamar sebelah" ucap Samudera pada Zahra.
"mas Samudera, mau tidur di kamar lain" ucap Zahra sedikit kaget mendengar itu.
"iya, kau pikir aku akan tidur disini denganmu. kamu lupa hanya aku bayar menjadi istri di atas kertas" ketua Samudera.
Deggg..
mendengar itu Zahra, rasanya dada Zahra sedikit nyeri.
"ya.. ya sudah kalau mas Sam, mau tidur di kamar sebelah"
"Ya sudah, aku keluar dulu" ucap Samudera. Dia akan melangkah pergi beberapa detik kemudian langkah nya terhenti, dia kembali melihat Zahra yang sedang menaruh kembali bantal dan selimut di tempat tidur.
"jangan pernah bilang pada siapa pun kalau kita tidak tidur satu kamar" ucap Samudera memperingatkan Zahra.
"iya mas, nggak" jawab Zahra singkat.
Zahra menunduk dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berdegup tak karuan. Sakit itu masih terasa. Bukan karena kerasnya ucapan Samudera semata, tapi karena hatinya mulai rapuh oleh kenyataan bahwa pernikahan ini hanya sandiwara—yang ia jalani sepenuh hati, tapi tidak demikian bagi suaminya.
Samudera tak berkata apa-apa lagi, dia langsung melangkah keluar dari kamar dan menutup pintunya dengan suara yang nyaris tanpa bunyi. Zahra menatap pintu itu dalam diam, lalu menghela napas panjang. Ia duduk di pinggir ranjang, menatap kosong ke dinding depan.
Matanya berkaca-kaca, tapi ia berusaha menahannya. “Aku nggak boleh nangis. Ini pilihan ku sendiri,” bisiknya pelan.
Ia tahu sejak awal bahwa Samudera tidak menikahinya karena cinta. Tapi mendengar pria itu mengatakannya langsung, menyebut dirinya hanya istri bayaran, tetap saja menoreh luka yang sulit dijelaskan.
Zahra lalu berdiri, merapikan tempat tidur, dan menyalakan lampu tidur yang temaram. Ia rebahkan tubuhnya perlahan, menarik selimut hingga menutupi dada, namun matanya tetap terbuka menatap langit-langit.
Di kamar sebelah, Samudera juga belum bisa memejamkan mata. Ia duduk di sisi ranjang dengan kepala menunduk. Ucapannya tadi berputar-putar di kepalanya sendiri, dan membuatnya merasa... bersalah.
“kenapa aku selalu merasa bersalah setiap bicara keras padanya” gumamnya,
Tangannya mengepal, dan ia bangkit dari ranjang. Ia berjalan mondar-mandir di kamar, lalu akhirnya membuka pintu.
Samudera memutuskan keluar, dia ingin berpikir jernih. Tapi baru saja dia akan membuka pintu, ia mendengar suara ramai-ramai di depan rumah dinasnya.
Samudera melihat sekilas dari balik jendela, dia sedikit terkejut saat melihat beberapa anggota tentara yang datang sambil membawa kue.
mereka tampak berbisik-bisik sambil menyalakan lilin.
"mampus, kenapa coba mereka kesini" ucap Samudera saat melihat beberapa anggotanya itu sudah ada di depan rumahnya. Bahkan ada Letda Yanuar juga di antara mereka.
Buru-buru Samudera berlari ke kamar utama untuk memanggil Zahra. Dia mengetuk pintu itu perlahan menunggu Zahra membukakannya.
"lama banget sih ni orang" geramnya.
"buruan bukain pintunya" tukas Samudera. dan tak lama pintu terbuka.
"iya mas, kenapa? " tanya Zahra sambil merapikan jilbabnya.
Baru saja Bayu akan menjawab pintu sudah di ketuk, keduanya langsung kompak menatap kearah pintu.
"mas, ada tamu. aku bukain du.. "
"nggak usah, ayo kita kedepan bareng" ucap Samudera dan langsung menggenggam tangan Zahra.
Zahra sedikit terkejut karena genggaman tangan Samudera.
***