Amora, seorang gadis bangsawan yang muak dengan semua aturan yang mengekang pada awalnya hanya ingin keluar dari kediaman dan menjelajahi dunia bersama pelayan pribadinya
Menikmati kebebasan yang selama ini diambil secara paksa oleh kedua orang tuanya pada akhirnya harus menerima takdirnya
Sebagai gadis yang terlahir dengan berkat kekuatan suci, dia memiliki kewajiban menjaga perdamaian dunia.
Amora yang pada awalnya masih berusaha menghindari takdirnya dihadapkan pada kenyataan pahit.
Fitnah keji telah menjatuhkan keluarga Gilbert.
Amora Laberta de Gilbert, merubah niat balas dendamnya menjadi ambisi untuk menegakkan keadilan karena kekuatan suci dalam tubuhnya, menghalanginya.
Demi memuluskan tujuannya, Amora menyembunyikan identitasnya dan bergabung dalam tentara.
Mengawali karir militernya dari tingkat paling rendah, Amora berharap bisa menjadi bagian dari pasukan elit yang memiliki tugas menegakkan keadilan dimana itu selaras dengan tujuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMINTA BANTUAN
Melihat tubuh lemah para korban penculikan, Amora yang melihat langit masih gelap pun segera mengeluarkan pil pemulih energy dari sakunya dan memberikannya satu persatu kepada para gadis korban penculikan itu agar stamina tubuhnya bisa kembali seperti semula.
Selain memberikan pil pemulih energy, Amora juga memberikan pijatan ringan ditelapak kaki mereka agar bisa kembali digunakan untuk berdiri secepatnya.
Tak mungkin bagi Amora membawa ke dua puluh gadis itu dalam satu kereta kuda yang sudah tampak reyot itu.
Salah satu gadis yang sedari tadi mengamati Amora, memberanikan diri bertanya, "Apakah kamu seorang gadis? ", tanyanya penasaran.
Amora mengangguk, "Aku seorang gadis. Kenapa? ", tanya Amora balik.
Semua orang terbelalak karena tak menyangka jika yang telah mengalahkan gerombolan bandit yang saat ini terkapar tak bernyawa dengan kepala terpenggal adalah gadis mungil yang ada dihadapannya ini, karena penampilan Amora yang sangat maskulin hingga banyak mengecoh orang.
Melihat jika hampir keseluruhan gadis muda ini memiliki surai berwarna kemerahan dengan netra biru dan hijau, berkulit putih pucat seperti dirinya, sekilas dia bisa melihat sosok ibu dan kakaknya pada visual para gadis itu.
"Apakah kalian berasal dari kerajaan Nerous ?", tanya Amora memastikan.
Salah satu gadis mengangguk, "Apakah kamu juga berasal dari sana? Sekilas, visual yang kamu miliki hampir mirip dengan kami", ujarnya.
"Ya, ibuku berasal dari kerajaan Nerous, sementara ayahku dari kerajaan Kaleis", ucap Amora menjelaskan.
"Oh, pantas. Aku merasa familiar dan nyaman ketika melihatmu tadi", ujar yang lain menimpali.
Karena mereka seumuran, obrolan pun mengalir dengan lancar. Dari cerita para gadis tersebut, mereka berencana akan dilelang karena ada sekelompok bangsawan dikerajaan Kaleis yang sangat berminat dengan para gadis dari kerajaan Nerous.
Meski berbincang santai namun tata krama bangsawan tetap mereka jaga, meski tak sekeras kedua orang tuanya dalam penerapannya yang harus dilakukan dimana saja.
“Apakah ini memang kebiasaan yang dimiliki oleh kerajaan Nerous?”, guman Amora dalam hati.
Meski dalam kondisi mengenaskan seperti ini, duduk dalam posisi tegak dan gaya bicara serta tutur kata dan unggah –ungguh tata karma gadis bangsawan tetap terjaga.
Hal ini lah yang membuka wawasan Amora mengenai kenapa sang ibu sangat ketat mengenai aturan tata karma bangsawan karena hal seperti ini memang sepertinya lumrah diterapkan dikerajaan Nerous sehingga tak heran jika sang ibu memiliki pola pikir yang bagi Amora sangat kolot itu.
Amora yang merasa permasalahan penculikan ini melibatkan dua kerajaan maka diapun tak bisa bertindak secara pribadi, diperlukan seseorang yang memiliki kekuasaan atau posisi agar para gadis ini mendapatkan keadilan dan bisa kembali ke kerajaan mereka dan berkumpul kembali dengan keluarga.
Setelah berbincang cukup lama dan membagikan beberapa kue kering yang dimilikinya serta air minum, Amora yang melihat langit telah berubah warna pun mulai beranjak dari tempat duduknya.
"Langit sudah menguning, aku akan pergi ke desa terdekat dan mencari kepala desa agar kalian bisa mendapatkan keadilan dan bisa kembali ke kerajaan Nerous dengan segera".
Baru saja Amora selesai berbicara, ada kereta kuda dari kejauhan yang hendak melintas. Memiliki indra penglihatan yang tajam, Amora bisa tahu jika kereta kuda tersebut bukan kereta kuda biasa, orang yang ada didalamnya pasti seorang yang memiliki status.
Amora yang harus segera pergi ke kota Piraus secepatnya sehingga diapun nekat menghentikan kereta kuda tersebut.
Sang kusir segera menghentikan kereta begitu melihat seorang berdiri di tengah jalan sambil merentangkan kedua tangannya.
Para prajurit yang mengawal segera maju mendekat, untuk melihat apa yang pemuda asing itu inginkan dari mereka.
Ditempat sepi seperti ini, kemungkinan ada bandit sangatlah besar sehingga mereka pun tetap waspada.
“Tuan, bisakah aku meminta bantuan kalian”, ucap Amora mengutarakan maksud dan tujuannya menghentikan kereta kuda mereka.
Tuan yang ada dalam kereta, melambaikan satu tangan, menyuruh agar salah satu prajuritnya untuk maju dan menanyakan apa yang pemuda itu inginkan.
Begitu tuan mereka memberi perintah, salah satu prajurit yang mengawal kereta kuda tersebut maju dan bertanya, “Jelaskan semuanya dengan rinci”, ujarnya.
Tak ingin membuang waktu, Amorapun segera menceritakan semuanya dengan jelas dan cepat, termasuk kawanan bandit yang berhasil dia berantas.
Meski ragu akan cerita yang Amora katakana, namun melihat banyaknya mayat tanpa kepala tergeletak ditanah serta dua puluh gadis dengan visual menawan duduk di pinggir jalan yang tak memiliki kemiripan dengan masyarakat dari kerajaan Kaleis, sang prajurit yang merasa permasalahan ini tampaknya melibatkan kerajaan lain pun kembali melangkah mundur untuk meminta pendapat tuan mereka.
“Tunggu sebentar”, ujarnya.
Amora mengangguk patuh karena dia tahu jika pria yang tadi menanyainya hanyalah seorang prajurit yang tak memiliki wewenang apapun sehingga dia memerlukan persetujuan tuan nya untuk bisa membantunya.
Pada awalnya, Count William, pemimpin kota Karpen yang kali ini wilayahnya Amora lewati merasa curiga ketika melihat banyak mayat tanpa kepala bergelimpangan ditanah dan menganggap ini merupakan trik baru para bandit dalam beroperasi.
Namun setelah mendengar penjelasan Amora dan melihat kedua puluh gadis muda yang duduk ditanah dalam kondisi lemas tersebut memiliki surai dan warna mata yang memang merupakan cirri khas kerajaan Nerous, diapun mulai percaya.
Amora yang melihat jika prajurit itu mempercayainya pun segera menyeret satu lengannya dan membawanya ke bagian depan gerbong kereta.
"Didepan, ada satu orang pelaku yang pingsan. Anda bisa membawanya kekantor pemerintahan untuk diinterogasi", ujar Amora sambil menunjuk ke satu-satu nya orang yang kepalanya masih menyatu dengan badannya.
Setelah menjelaskan semuanya kepada para prajurit tersebut dan prajurit itu juga mendengar kesaksian para gadis kerajaan lain yang mengalami penculikan, Amora yang hendak pergi dihentikan oleh gadis muda yang pertama dibantu turun tadi.
"Nona, apakah kamu tak ingin mendampingi kami kekantor pemerintahan?", tanyanya sambil bersembunyi dibalik tubuh temannya sambil menatap para prajurit didepannya dengan ketakutan.
Tuan yang sedari tadi mendengar dan mengamati semuanya dari atas kereta, pada akhirnya turun setelah dia memastikan jika kondisi yang ada membutuhkan langsung kebijakannya.
Karena jika tidak segera terselesaikan maka permasalahan ini bisa jadi pemicu retaknya hubungan kedua kerajaan. Dan yang paling buruknya, dengan tuduhan penculikan para gadis kerajaan lain untuk diperdagangkan dikerjaan Kaleis, perang antar kerajaan bisa terjadi.
Hal itulah yang ingin pria itu hindari karena posisi kota Karpen yang merupakan bagian dari provinsi Thesalon, wilayah mereka tinggal sangat dekat dengan perbatasan kerajaan Nerous, jika perang terjadi maka wilayah mereka yang paling berdampak.
“Saya adalah Count William, pemimpin kota Karpen dimana kalian berada saat ini. Tenang saja, saya akan memastikan kalian mendapatkan keadilan dan bisa kembali ke kerajaan Nerous dengan aman”, ujarnya tegas.
Setelah mengatakan hal itu, Count William pun segera menyuruh salah satu prajuritnya untuk mengambil kereta kuda yang akna dipergunakan untuk mengangkut para gadis korban penculikan dan juga membawa serta petugas untuk membawa bandit yang masih hidup agar bisa segera diinterogasi sehingga dia bisa menelusuri jalur perdagangan manusia yang dia rasa memiliki jaringan panjang dan banyak orang berkuasa terlibat didalamnya.
Setelah mendengar pengaturan yang dibuat oleh Count William, merasa tugas mulianya telah selesai, Amora pun beranjak pergi untuk melanjutkan perjalanannya diiringi tatapan kehilangan dari para gadis yang berhasil diselamatkannya.
"Ternyata, memiliki kekuatan saja tidak cukup menegakkan keadilan. Masih diperlukan kekuasaan. Kurasa, keputusanku untuk masuk kedalam pasukan Fotia sudah tepat. Disana aku akan mengembangkan diriku sehingga memiliki kekuasaan dan bisa menegakkan keadilan di kerajaan Kaleis ini", gumannya penuh tekad.