NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Dunia Lapisan Pertama

Saat ia mendekati gubuk kecil tempatnya beristirahat, langkahnya dihentikan oleh suara yang familiar.

“Bagaimana latihanmu?”

Jeffrie Nova berdiri bersandar di dinding kayu tua, satu kaki bertumpu santai, namun sorot matanya tajam memperhatikan Maelon. Di sebelahnya, berdiri wanita kurus yang kemarin mereka selamatkan—wajahnya masih pucat, namun sorot matanya kini berbeda. Lebih teguh. Lebih dalam.

Maelon menghela napas panjang sebelum menjawab dengan jujur, suaranya lelah namun tenang. “Aku kelelahan… tapi sedikit berkembang. Kurasa.”

Roy muncul dari balik pintu gubuk, masih dengan langkah tenang dan mata tersembunyi di balik topengnya. Ia memandang Maelon sejenak sebelum berkata, “Wanita ini… mulai hari ini adalah bagian dari kita. Dia telah memilih jalannya.”

Maelon menoleh pada wanita itu, sedikit terkejut. Wajahnya menegang sesaat, tak menyangka keputusan sebesar itu diambil begitu cepat.

Jeffrie Nova berbicara, suaranya datar namun jelas. “Aku bertanya pada mereka tadi. Tiga orang yang kita selamatkan. Hanya satu yang mengangguk. Tidak ada paksaan. Tidak ada bujukan. Hanya pilihan. Dia—” Jeffrie melirik wanita di sebelahnya, “—menjawab ‘ya’. Dengan niat penuh.”

Angin lembut menyusup masuk dari celah-celah gubuk, membawa aroma tanah, dingin malam yang mulai turun, dan suara gemerisik halus dari ladang yang mulai diam. Di antara itu semua, Maelon berdiri diam, menatap perempuan itu dengan mata yang dalam. Bukan lagi sebagai orang lemah yang ia tolong, tapi sebagai seseorang yang kini berada di jalan yang sama—jalan sempit yang dilapisi bisikan dan bahaya, dan yang tidak akan pernah bisa dilalui setengah hati.

Ia menatapnya sejenak, lalu menunduk pelan… menghormati pilihan yang telah diambil.

Dan sore pun perlahan larut, menyembunyikan mereka dalam bayang-bayang niat dan keputusan.

Langkah wanita itu sempat terhenti, sebelum ia menoleh kembali pada Maelon yang masih berdiri diam di bawah ambang pintu gubuk.

“Aku Vivi,” katanya pelan, suaranya serak tapi jujur—seperti seorang yang baru belajar bicara kembali setelah bertahun-tahun terdiam.

Maelon mengangguk ringan, menjawab dengan sopan dan tenang, “Aku Maelon.”

Perkenalan itu sederhana, namun di balik nama-nama itu tersembunyi tekad dan luka masing-masing. Nama yang dulunya hanya panggilan biasa, kini menjadi pertaruhan dalam medan gelap yang tak bisa mereka tinggalkan begitu saja.

Roy yang duduk di kursi kayu reyot di dalam gubuk mengangguk pada Vivi. “Besok pagi, kau akan menjalani ritual pertamamu,” ujarnya tenang. “Jika berhasil, kau akan mencapai tingkat lapsus satu… Reah. Untuk malam ini, beristirahatlah. Tak ada yang perlu kau pikirkan dulu selain memulihkan tubuhmu.”

Vivi mengangguk pelan, lalu berpamitan dan berjalan kembali ke rumah penduduk, langkahnya ragu tapi berani.

Sementara itu, Maelon masuk dan duduk di kursi di seberang Roy. Di sebelahnya, Jeffrie Nova menyandarkan tubuh ke dinding, diam sejenak, menatap nyala api dari tungku kecil yang tersisa.

Maelon menatap keduanya dengan tatapan penuh pertanyaan yang akhirnya tak bisa ia tahan lagi. “Apa ada syarat untuk… melakukan peningkatan tingkat?” katanya pelan, namun serius. “Maksudku… dari Reah ke tingkat berikutnya?”

Roy dan Jeffrie saling berpandangan sekilas, seperti mempertimbangkan seberapa jauh kebenaran bisa diungkapkan pada seseorang yang masih muda di jalan ini.

Jeffrie akhirnya menjawab lebih dulu. “Ada. Dan itu berbeda untuk tiap pengguna. Bukan hanya tentang membunuh atau menyerap inti jiwa. Itu bagian dari jalannya, ya, tapi bukan satu-satunya. Kenaikan tingkat Lapsus bukan semata teknis… tapi juga batiniah.”

Roy menambahkan, suaranya rendah dan perlahan. “Untuk bisa menembus batas antara satu Lapsus dan yang berikutnya, seseorang harus menghadapi… bayangannya sendiri. Ketakutannya sendiri. Dan untuk sebagian besar pengguna, itu terjadi dalam bentuk ritual pribadi—ritual yang menguji apakah kau siap untuk menampung beban yang lebih besar dari kekuatan itu sendiri.”

Jeffrie menyilangkan tangan. “Biasanya, pengguna akan merasa ‘terdorong’. Seperti sesuatu yang memanggil dari dalam. Itu bisa datang setelah pertempuran besar, kehilangan, atau keputusan yang mengguncang jiwamu. Saat itu tiba… kau akan tahu. Tapi ya, inti jiwa juga dibutuhkan. Itu sumber bahan mentah bagi kekuatan untuk bertumbuh. Tanpa itu, prosesnya tak lengkap.”

Roy menatap api dengan tatapan kosong, seolah bicara pada dirinya sendiri. “Dan jangan pernah anggap setiap peningkatan sebagai berkah. Lapsus bukanlah anugerah. Ia adalah retakan dalam batinmu sendiri. Makin tinggi, makin dalam retaknya.”

Maelon mendengarkan dalam diam. Di benaknya, bayangan pertarungan kemarin, suara-suara dari kehampaan yang memanggilnya, dan rasa getir ketika menyadari bahwa kekuatannya menuntut darah—semua itu kini terasa seperti potongan teka-teki yang mulai menyatu dalam gambaran yang mengerikan.

Tak ada jawaban yang sepenuhnya melegakan. Tapi ia mengerti sekarang… kekuatan bukanlah sesuatu yang bisa diraih tanpa luka. Dan ia sedang menapaki jalannya sendiri menuju luka-luka itu.

Tentu. Berikut narasinya dengan gaya slow pace, atmosfer kelam, dan ritme naratif mendalam:

Jeffrie Nova membuka bungkusan kain gelap yang ia simpan di balik jubahnya, memperlihatkan lima batu kecil yang berdenyut pelan, seperti nadi yang masih hidup dalam tubuh yang telah lama mati. Cahaya samar memancar dari tiap inti—masing-masing dengan warna yang berbeda, mewakili doktrina yang telah direnggut dari pemilik aslinya. Sebuah energi dingin terasa merambat dari benda-benda itu, tak bersuara namun berbicara langsung ke dalam batin.

“Ini,” ucap Jeffrie dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan yang ditakdirkan hanya untuk didengar oleh mereka yang telah berjalan terlalu jauh. “Seraplah… perlahan. Jangan sekaligus. Tubuh dan jiwamu belum siap menanggung beban semuanya sekaligus. Kalau kau terburu-buru, kau akan hancur dari dalam.”

Ia mengangsurkannya satu per satu ke tangan Maelon—dan setiap batu itu, saat menyentuh kulitnya, seolah menyuntikkan fragmen dari rasa sakit asing… kisah kekalahan, ketakutan terakhir, dan kematian yang tak sempat dimakamkan. Maelon memandangi kelima batu itu dengan diam, ada sesuatu yang pahit menempel di lidahnya, meski ia tak mengatakan sepatah kata pun.

Jeffrie melanjutkan, “Teruslah berlatih, Maelon. Pahami kekuatan yang telah kau rengkuh. Tingkat Lapsus dua akan datang saat waktunya tiba, bukan saat kau memaksa.”

Roy yang sejak tadi diam, kini membuka suara. “Dunia ini,” katanya datar, menatap ke luar jendela kecil gubuk tempat cahaya suram matahari menyusup masuk, “hanya memberi tempat untuk mereka yang berhasil. Yang gagal—dibuang. Sama seperti dunia di lapisan pertama ini.”

Maelon memalingkan wajah padanya, keningnya berkerut pelan. “Apa maksudmu… dibuang?”

Roy menatap Maelon, matanya tajam namun letih, seperti pernah melihat terlalu banyak kehancuran untuk bisa terkejut lagi. “Dulu,” katanya perlahan, “lapisan pertama ini adalah tempat kehidupan yang ramai. Kota-kota besar. Pemukiman megah. Tapi setelah perang besar… antara para pengguna Doctrina tingkat tinggi… dunia ini hancur. Tak bisa lagi dihuni seperti semula.”

Ia berhenti sebentar, seolah mengulang kembali reruntuhan yang hanya bisa ia lihat di balik matanya sendiri. “Maka dunia-dunia baru diciptakan di atasnya. Lapisan-lapisan yang lebih tinggi, lebih aman, lebih bersih. Sedangkan lapisan ini… menjadi semacam tempat buangan. Limbah dari atas dilemparkan ke sini. Termasuk manusia.”

Jeffrie menambahkan, “Mereka yang gagal—yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya, atau yang menjadi gila karena Lapsus—dibuang ke sini. Dan mereka berubah… menjadi monster tanpa akal. Menjadi ancaman sekaligus ladang pembantaian.”

Maelon menunduk, mencengkeram erat kelima batu itu dalam genggamannya. “Jadi… semua ini semacam—”

“Peternakan,” potong Roy. “Ladang berburu bagi para pengguna kuat. Inti-inti jiwa dikumpulkan dari makhluk yang dulunya manusia. Mereka yang mati, dibunuh, atau terlahir di sini. Semuanya… diperjualbelikan. Untuk organisasi-organisasi besar yang ingin mempertahankan supremasi mereka.”

Jeffrie menambahkan lebih pelan, “Dan jangan lupa… para penjahat pun bersarang di sini. Termasuk kelompok sesat yang menyembah sesuatu… entah apa. Dewa-dewa gelap, yang tidak tercatat dalam sejarah mana pun. Seperti yang kau lihat kemarin… mereka melakukan ritual pengorbanan untuk memanggil entitas-entitas itu. Mungkin makhluk. Mungkin kehendak yang tak lagi mengenal nama.”

Maelon tak menjawab. Ia memandang ke arah luar, menatap bayangan samar ladang kosong dan gubuk-gubuk reyot yang berdiri dengan enggan. Angin dingin menyusup melalui celah dinding, dan bisikan yang pernah ia dengar kembali datang—lembut tapi menghantam, seperti sisa gema dari sebuah dunia yang telah patah terlalu lama.

Dunia ini bukan tempat untuk mimpi. Tapi ia tak bisa mundur sekarang. Tidak lagi.

1
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
Betul, puitis.
Aisyah Christine: gaya bahasa nya lebih pada malay. maka aku faham😂
total 1 replies
azizan zizan
ini novel peribahasa kah apa ini.. alurnya berbelit-belit..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!