NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:981
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 17 Tak Menyerah

Devan mendorong tubuh seorang pria setalah ia memberi beberapa kali bogeman mentah. Cowok ini informasinya gencar mendekati Vanya kata sahabatnya.

Devan sibuk bukan berarti ia akan melupakan kebiasaanya. Ia akan tetap menjauhkan Vanya dari laki-laki yang ingin mengambil darinya. Karena sejak dulu Devan sudah tekankan kalau Vanya itu adalah miliknya.

"Jauhi Vanya. Kalau lo masih dekati dia lo akan dapat balasannya di banding ini."

"Kenapa?" Tanya Ardi laki-laki yang menyukai Vanya.

Devan berjongkok di depan cowok itu.

"Karena Vanya milik gue!"

Ardi tersenyum sinis. " Ternyata lo cuma berkedok kata sahabat tapi ternyata naksir juga sama dia. Gak aneh sih, soalnya Vanya kan cantik."

"Sialan lo!"

Devan menendang wajah Ardi hingga wajah cowok itu semakin babak belur.

Miko dan Noah yang melihatnya langsung meringis. Mereka berdua kasihan dengan wajah jelek Ardi. Sudah jelek malah semakin bertambah jelek karena sudah di tendang oleh Devan.

"Devan kayaknya sudah cukup deh. Lo kan mau ketemu Vanya kan sekarang?"

Devan melihat jam tangannya. Sial, gara-gara Ardi ia jadi terlambat menemui Vanya padahal mereka berdua sudah janjian akan bertemu setelah Vanya selesai kuliah tapi sekarang sudah lewat dua puluh lima menit perkuliahan Vanya sudah berakhir.

"Urus dia, gue gak mau dia dekati Vanya lagi."

"Siap Dev."

Devan berlari keluar dari kelas baru yang belum di tempati di fakultasnya. Devan tak menyadari kalau ada seorang gadis yang melihatnya keluar dari kelas itu.

"Devan dari mana ya?" Gumam Lamia.

Lamia penasaran, ia memberanikan diri mendekat pada beberapa kelas di ujung. Lamia bukannya takut jika ada yang menakutinya karena posisinya sekarang itu sudah sore jadi bisa saja ada setan bukan?

"Berat banget sih lo anjing!"

"Makanya jangan dekati Vanya kalau gak mau di kasi pembelajaran sama Devan."

Lamia tak memelankan langkahnya lagi, ia berjalan cepat dan mengintip di balik jendela.

Di sana terlihat jelas di mana Miko dan Noah membantu laki-laki yang sering Lamia lihat akhir-akhir ini mendekati Vanya.

Dia Ardi senior di atas Lamia. Tapi Devan melawannya padahal satu jurusan tahu bagaimana sifat Ardi. Dia tempramental dan suka membully orang.

"Jangan lembek dong Miko!"

"Si Anjing ini yang berat setan!"

Lamia cepat-cepat pergi dari sana. Ia tak mau kedapatan mengintip sehingga Noah dan Miko menganggapnya cewek kepo.

•••

Vanya mengompres luka lebam yang ada di sudut bibir Devan. Laki-laki ini tiba-tiba datang berdiri di hadapannya di depan Fakultas dengan wajah bonyok seperti ini.

Devan bahkan menyapanya dan memeluknya tanpa memikirkan kebingungan Vanya.

"Lo berkelahi lagi?"

"Ya." Jawab Devan karena saat ini ia melepaskan kerinduannya pada Vanya dengan menatapnya.

"Bisa gak sih sebulan aja muka lo gak kayak gini?"

"Enggak bisa," Jawab Devan tanpa pikir panjang. "Gue gak bisa diam aja, karena kalau gue gak gerak lo bisa di ambil orang."

Vanya menghela nafas panjang. Selalu saja seperti ini. Wajah Devan itu tak pernah lepas dari yang namanya luka-luka. Entah apa penyebabnya sehingga cowok ini seperti ini. Gak SMA gak Kuliah sama saja. Suka mencari masalah.

"Lo kemana aja tadi?"

"Ssss," Devan meringis.

"Sorry-sorry," Vanya meniup luka Devan meredakan nyerinya.

Devan terenyuh melihat ketulusan Vanya. Ia memegang tangan Vanya yang mengelus pinggir matanya kemudian mengecupnya sekilas.

"Jangan tanya gue kemana. Kan sekarang kita mau lepas rindu."

Vanya melepas tangannya yang di pegang oleh Devan. Ada ya orang seperti Devan. Bukannya khawatir pada dirinya sendiri, cowok itu malah ingin melepas rindu katanya. Cowok langka dan aneh.

"Lo aneh tahu gak, muka lo kan lagi bonyok gini, malah pengen lepas rindu segala. Sadar gak sih lo!"

"Sadarlah," Devan menyenderkan kepalanya pada pundak Vanya. Saat ini ia ingin bermanja-manja pada Vanya hanya itu keinginannya.

"Tidur sini," Vanya menepuk pahanya membuat Devan tersenyum merekah. Tanpa menunggu lama ia langsung menidurkan kepalanya.

Vanya mengelus kepala Devan, menatap wajah sahabatnya yang kini juga balas menatapnya tanpa melepaskan senyumnya. Vanya mencubit hidung mancung Devan dengan gemas karena cowok yang sedang tidur di pahanya ini sangat aneh.

"Kenapa sih lihatin gue?"

"Gak ada apa-apa. Cuma pengen aja, kan hampir tiga hari gue gak pernah lihat muka monyet lo."

Vanya mendengus. "Dasar kingkong. Gak ada panggilan lain apa."

Cup

Devan mengecup sekilas pipi sahabatnya.

"Gak ada. Kan monyet itu lucu tahu."

"Lucu dari mananya bambang. Gak jelas banget."

"Ya luculah. Gak usah ngambek gitu. Yaudah lo maunya di panggil apa?"

"Mm.....yeobo."

"Itu bahasa apa?"

"Korea. Bagus kan panggilannya."

"Artinya apaan?"

"Sayang."

Devan menyembunyikan wajahnya yang langsung memerah. Vanya ini suka sekali membuatnya salah tingkah terus gak tanggung jawab lagi. Benar-benar perempuan tak bertanggung jawab.

"Alay banget."

"Bagus tahu. yeobo,yeobo,yeobo."

"Stop!"

Vanya menutup mulutnya secepat kilat. Vanya meringis merasa bersalah karena sepertinya ia terlalu berisik sehingga Devan memekik menyuruhnya berhenti.

"Yeobo."

•••

Devan menatap langit-langit kamarnya setelah mengantar Vanya pulang. Setiap saat Devan tak pernah absen memikirkan bagaimana hubungannya dengan Vanya nanti jika gadis itu tahu kalau selama ini ia menyukainya.

Devan ingin sekali memberanikan diri mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya. Tapi ia takut sekali. Apa jalan pintasnya ia harus melupakan Vanya? Tidak akan mungkin bisa.

Devan mencari nomor telfon Maminya. Jika ia di posisi seperti ini ia pasti membutuhkan Maminya.

"Halo Mami."

"Halo Nak. Eh tunggu,"

"Kok suaranya kayak gitu? Kamu kenapa nak?"

"Mami Devan capek banget." Lirih Devan membuat Lena yang ada di sebarang sana langsung merasakan apa yang juga Devan rasakan.

"Devan capek banget berjuang sendiri. Apa Devan kurang kasi kode buat dia Mi? Atau Devan yang tidak pemberani?"

"Kok ngomong gitu sih nak? Mungkin ini belum waktunya. Pasti ada saatnya kamu akan bahagia sama Vanya."

"Tapi kapan? Devan capek nunggunya. Apa Devan harus melupakan perasaan ini baru dia peka?"

Lena menghapus sudut matanya yang mengeluarkan air mata. Dulu ia pernah berkeinginan menyuruh Devan berhenti tapi Lena urungkan saat melihat bagaimana bahagianya Devan saat di dekat Vanya.

Lena seorang Ibu dan bisa merasakan perasaan putranya. Saat Devan mengatakan ingin kuliah di bandung karena selalu khawatir pada Vanya, saat itu juga Lena merasa takut jika suatu saat nanti Vanya tak merasakan seperti yang di rasakan Devan.

"Mi Devan harus gimana?"

Jika seorang anak mengeluh itu berarti ia sudah tak tahu harus bagaimana. Ia menghapus air matanya dan berusaha mengeluarkan suaranya seperti biasanya.

"Devan kalau kamu masih sayang sama Vanya gak papa di teruskan aja. Tapi kalau kamu sudah di titik lelah-lelahnya banget yaudah gak usah di lanjutin."

"Devan belum lelah-lelah banget kok Mi."

"Yaudah lanjutin aja. Masa anak Mami mundur gitu aja."

"Iyaya Devan kok loyo banget. Yaudah Devan harus semangat."

"Semangat!"

Lena memilih mendukung keputusan putranya walau pada akhirnya Devan akan kembali sakit lagi. Apalah daya. Ia hanya seorang ibu yang ingin anaknya bahagia dengan pilihannya sendiri. Lena tak mau jadi seorang ibu yang mengekang dan mengatur hidup anaknya walaupun saat ini ia mulai ragu pada Vanya.

•••

Vanya dan Anis ikut berkumpul di geng Devan yang sedang duduk di rerumputan mengerjakan tugas.

Anis membawa buah-buahan yang sudah ia potong-potong dan di masukkan ke dalam kotak bekal membuat Noah, Vanya, Devan, terutama Miko bersorak senang.

"Ih Miko punya gue!"

Hap

"Miko!"

Miko memakan buah terakhir membuat bibir Vanya langsung cemberut kebawah membuat Miko panik karena dalam hitungan detik pasti Vanya akan menangis.

"Miko!" Pekik Devan melotot.

"Jangan nangis ya, nanti di lihatin orang."

"Tapi Miko ambil buah apel kesukaan gue Devan." Vanya terisak di pelukan Devan.

"Iyaiya nanti kita makan apel banyak-banyak oke?"

Vanya hanya mengangguk sedangkan Miko hanya cengengesan merasa bersalah.

"Kita pulang aja mau?"

Vanya mengangguk tapi setelah itu menggeleng karena mengingat tugas Devan yang belum selesai.

"Tugas lo belum selesai."

"Nanti bisa di kerjakan. Ayo kita pulang sekarang."

Cup

Devan mencium puncak kepala Vanya setelah Vanya mengangguk setuju.

"Guys gue balik duluan ya," Ucap Devan.

"Iya."

"Eh lupa, Anis lo gak papa?" Tanya Vanya.

"Gue nu----"

"Anis pulang sama gue. Dah dah sana pulang," Usir Miko cepat.

"Beneran?" Vanya menatap Miko dengan tatapan memicing.

"Iya kanjeng ratu. Sana pulang."

"Yuk."

Devan melingkarkan tangannya di bahu Vanya membawa cewek itu pergi dari sana.

"Kak Devan suka ya sama Vanya?" Tanya Anis tiba-tiba membuat Noah langsung tersedak sedangkan Miko hanya bisa diam.

"Suka kan?"

"Darimana lo tahu? Keliatan banget ya?"

"Iya keliatan banget. Berarti mereka sama dong."

"Sama apa?" Tanya Miko dan Noah bersamaan.

"Sama-sama suka."

"Ha?!"

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!