NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 15

Plak!

Rifan menahan tangan Rasti dengan erat agar tidak menyerang Araya terus menerus. Rasti menatap Rifan dengan mata melotot penuh emosi.

"Kau siapa?!" tanyanya keras.

"Aku Rifan, Tante. Tolong jangan sakiti Araya," ucap pemuda itu sebelum akhirnya menjauhkan tangannya dari tangan Rasti.

"Ini tidak ada hubungan sama kamu, dia pantas mendapatkannya!" Rasti menatap Araya dengan tatapan nyalang.

"Karena sudah melanggar apa yang aku katakan!"

Rifan terdiam, ia melirik ke arah Araya yang hanya pasrah. Astaga, apa yang terjadi pada Rifan mengapa pemuda itu kini mengurus campur masalah orang lain.

Tangan Araya mengusap rambutnya ke belakang, gadis itu menatap Rasti dengan tatapan tanpa semangat hidup. Gadis itu benar-benar menyerah, apakah impiannya untuk segera menghilang dari bumi akan dia kabulkan?

"Maaf," jawabnya yang berhasil membuat Rasti meneteskan air mata.

Rasti memegang kedua bahu Araya, mengguncangnya maju mundur dengan emosi yang tak terbendung. "Sebenarnya ada apa denganmu, Araya?! Kenapa kamu begitu keras kepala? Tidakkah lebih mudah kalau kamu tinggal menuruti apa kata Mama?!"

Araya hanya bisa pasrah dengan guncangan yang Rasti lakukan. Mata gadis itu ia tutup, membiarkan air mata yang sedari tadi tertahan mengalir.

Setelahnya Rasti meremat keras kepalanya sendiri, wanita itu terisak sebisanya, ia benar-benar dalam keadaan, lelah, kecewa, marah, pada anaknya sendiri.

"Sebenarnya apa yang membuatmu bersikeras menjadi seperti ayahmu, Araya!" teriaknya disertai sesegukan.

"Ayah, keren," jawab Araya sesuai apa yang dia pikirkan di saat tahu bahwa Ayahnya adalah seorang dancer terkenal.

Rasti mengapus air matanya, kasar. "Yah, dia memang keren! Sangat keren sehingga meninggalkanmu bersama ibu dalam keadaan miskin seperti ini!"

Araya menatap Rasti dengan tatapan tidak percaya. Sejujurnya, Araya tidak pernah tahu apa-apa tentang Ayahnya dan bagaimana rupa Ayahnya itu. Yang dia tahu dari orang-orang—ayahnya seorang dancer terkenal.

"Apa kamu tahu, Araya? Ayahmu ... " Wanita itu menunjuk-nunjuk depan bahu Araya hingga tubuh gadis itu terdoorong ke belakang, namun kakinya menahan.

Rasti menggigit bibirnya dengan erat, merasa tidak sanggup untuk mengingat ataupun menceritakannya pada anaknya sendiri.

"Ayahmu ... Ayahmu berselingkuh dengan seorang ballerina yang melebihi, Mama!"

Pecah!

Rasti tidak kuasa menahan rasa sakit yang menggema di dalam dadanya. Walaupun sudah berlalu lama, dan bisa di katakan telah usang. Namun, rasa sakit tidak akan pernah terlupakan.

Rasti menutup wajahnya dengan kedua tangan, wanita itu menangis sebisa-bisanya. Semuanya telah kacau, wanita itu sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menceritakan ataupun memberitahu Araya soal hal ini. Namun, ia terpaksa karena Araya benar-benar keras kepala.

Araya ikut merasakan sakit yang dalam setelah mengetahui kebenarannya, ia menjadi teringat pada kejadian beberapa jam lalu. Di mana kekasihnya berciuman dengan sahabatnya sendiri.

"M-ma ... tapi Araya ingin menjadi seorang dancer. Itu adalah impian Araya." Araya masih tegas pada pendiriannya, bagaimana pun Araya dan Ayahnya berbeda jauh.

Rasti menatap Araya dengan nyalang, wanita itu menghapus air matanya, dan juga hingus yang mulai mengalir. Wanita itu mengangguk, merasa kecewa pada anaknya sendiri.

"Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan." Rasti berjalan masuk ke dalam rumah.

Araya termenung di tempat, gadis itu benar-benar hancur saat ini. Namun, ia harus mencari tempat untuk melampiaskan amarahnya.

Brugh!

Rasti melempat sebuah koper di depan Araya. Dengan tatapan kecewa, ia menatap Araya. "Jangan pernah menginjak rumah ini lagi, Araya! Pergilah! Menjauhlah! Wujudkan impian mu itu!"

Rasti menutup pintu rumah dengan keras. Sedangkan Araya menarik napas dalam-dalam. Gadis itu meraih kopernya dan berbalik pergi tanpa sepatah kata pun.

Rifan mengejar gadis itu. "Raya, apa kamu yakin?" tanya Rifan.

"Rifan, pulanglah," ucapnya tanpa menoleh ke pemuda itu.

Rifan meraih tangan Araya. Pemuda itu benar-benar tidak tega melihat Araya yang berada diambang kejatuhan.

"Kamu mau ke mana? Apa kamu punya tujuan?"

Mata Araya memanas, gadis itu tersenyum penuh luka, ia menatap Rifan dengan air mata yang sudah jatuh.

"Dari dulu aku tidak memiliki tujuan, Rifan," ucapnya gemetar.

"A-aku ... t-tujuanku ialah menghilang dari dunia," lanjutnya terbata-bata, napas gadis itu tercekat.

Rifan menangkup kedua pipi Araya, menatapnya penuh ketenangan. "Raya, apa kamu butuh tempat yang tenang?"

Tanpa basa basi Araya mengangguk, untuk sekarang ini dia butuh tempat yang tenang tanpa adanya kebisingan.

Rifan menarik tangan gadis itu mendekat ke arah motor, memakainya helm dan membantunya naik ke atas jok motor. Araya pun hanya diam, ia tidak sanggup membuka suara.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Di sisi lain, Naya tertawa kesenangan. Ia membayangkan bagaimana takutnya ekspresi Araya, walaupun gadis itu terlihat datar namun matanya bergetar.

"Tidakkah ini pertunjukan yang menyenangkan?" gumamnya dengan kekehan.

Gadis itu kini berada di dalam kamarnya, menatap tubuhnya di depan cermin dan menikmati bayangan-bayangan wajah Araya yang sepertinya akan hancur berkeping-keping.

Flashback On.

Saat Araya tampil dengan begitu sempurna, Naya gelisah dan tidak ingin membiarkan gadis itu lagi-lagi dan lagi mendpaatkan pujian.

"Apakah kemarin-kemarin itu tidak cukup untukmu?" batinnya menatap tajam ke arah Araya.

"Aku harus mencari cara."

Naya berbalik, ia menatap Devan dengan tatapan menggoda. Gadis itu sedikit berjinjit dan tanpa basa basi memberikan kecupan singkat pada bibir Devan.

Devan yang mendapatkan serangan mendadak seperti itu terkejut namun merasa senang, pemuda itu menatap Naya yang sudah terekeh geli.

"Apa kamu tidak takut orang-orang melihatnya?" tanya Devan sedikit berbisik.

Naya menggeleng. "Tidak, bukankah pas tampil aku sudah mengatakannya?"

Tangan Devan perlahan naik, memegang tengkuk leher milik Naya. Saat tahu Devan akan menciumnya, Naya mengambil kesempatan untuk memanggil nama Araya dan saat itulah bibir keduanya terpaut.

Flashback Off.

...

Naya tertawa lepas merasa senang dan puas. "Sekarang, ornag yang dia anggap sebagai sandaran sudah menghilang. Lebih tepatnya, bersamaku," ucapnya.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Dersik angin danau begitu tenang, cakrawala pun nampak mendung. Apakah buntala mengerti bagaimana perasaan gadis yang tengah menatap aliran danau dengan mata yang berkaca-kaca?

Semua kejadian-kejadian hari ini terus berputar di atas pikirannya, napasnya pun terus tercengat, suaranya tidak mampu ia keluarkan serta tangannya yang terus menerus dilipat hingga berkeringat.

Buntala mulai menggelap, Guntur berbunyi dengan keras. Serta angin yang semakin kencang hingga rambutnya terurai lepas.

Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi, namun gadis itu enggan meninggalkan pinggiran danau dengan kepala yang kacau. Sedangkan pemuda yang berdiri agak jauh di belakangnya merasa cemas melihatnya.

"Araya, akan hujan. Menjauhlah dari sana, mari meneduh," ucapnya sedikit berteriak.

Namun, gadis yang ia teriaki tidak meladeni. Ia sibuk memandangi dirinya di pantulan air danau.

Rifan memilih untuk diam, wajar saja jika Araya tidak merespon gadis itu tengah meratapi apa yang telah terjadi.

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!