Sebuah keluarga sederhana yang penuh tawa dan kebahagiaan… hingga suatu hari, semuanya berubah.
Sebuah gigitan dari anjing liar seharusnya bukan hal besar, tapi tanpa mereka sadari, gigitan itu adalah awal dari mimpi buruk yang tak terbayangkan.
Selama enam bulan, semuanya tampak biasa saja sampai sifat sang anak mulai berubah dan menjadi sangat agresif
Apa yang sebenarnya terjadi pada sang anak? Dan penyebab sebenarnya dari perubahan sang anak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryn Aru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Para peneliti mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan para monster yang tiba-tiba memberontak. Saat para peneliti sedang mencari tahu tentang keadaan monster-monster tadi, tiba-tiba saja salah satu karyawan berteriak kesakitan dengan akar yang telah tumbuh di tangannya dan benjolan besar pada punggungnya.
Melihat hal itu salah satu peneliti segera berlari kearah ruangan Daniel untuk meminta vaksin yang telah di kembangkan. "Pak Daniel, tolong berikan saya satu vaksin yang telah anda kembangkan."
Daniel yang melihat hal itu menatap dingin kearah peneliti yang meminta vaksinnya untuk orang rendahan. "Berani-beraninya kamu meminta, saya tidak akan memberikan vaksin ini." Ia kembali fokus pada cairan biru yang beda di dalam gelas panjang. "Lagi pula kita membutuhkan monster dengan bunga itu." Peneliti yang sedari meminta pun terdiam dan terkejut mendengar apa yang di ucapkan oleh Daniel.
Daniel menyuruh penjaganya untuk menarik pria yang memohon-mohon itu keluar dari ruangannya.
"Tidak, tidak saya mohon, jangan saya, saya memiliki keluarga yang membutuhkan saya!!" Ucap pria yang mulai berubah itu saat di tari ke ruang para monster di kurung, tak ada yang mendengarkan atau pun menghentikan. Siapapun tak dapat melakukan apapun jika itu adalah perintah dari Mahen.
Mahen yang terduduk di atas kursi roda hanya menatap dingin, saat Mahen menyuruh penjaganya untuk memutar kursi roda, terlihat sang ibu yang menutup mulutnya terkejut dengan apa yang di lakukan oleh sang putra.
Ia pun mendekat kearah Mahen dan berlutut di hadapan sang anak agar sejajar. "Kenapa tidak kamu kasih saja vaksinnya?" Tanya ibu kepada Mahen. Melihat ibu dari tuan mereka bertanya seperti itu akhirnya para peneliti mempertanyakan hal yang sama.
"Hanya satu vaksin tidak akan membuatmu mati."
"Kenapa anda tidak memikirkan anak buah anda."
Mahen yang mendengar hal itu akhirnya berdiri dengan tegak layaknya seorang pemimpin, ia menatap semua peneliti yang berada di sana dan menyuruh salah satu penjaganya untuk membawa sang ibu ke kamar. "Bahkan itu akan lebih buruk, jika kalian ingin melihat nya mati perlahan aku akan memberikan vaksin itu."
"Apa maksud anda! Bukankah anda sudah memakainya!" Teriak salah satu peneliti yang membuat lainnya bersorak.
"Apa kalian pikir vaksin itu sudah sempurna?" Mendengar ucapan Mahen, para peneliti seketika terdiam dan saling memandang satu sama lain. "Kenapa diam? Bukankah tadi kalian berteriak-teriak ingin mendapatkannya?" Mahen berjalan mendekat kearah kerumunan itu dan menepuk pipi salah satu peneliti. "Apa kalian pikir salah satu dari kalian berani menguji coba vaksin ini?" Mereka hanya menunduk tak menjawab ucapan Mahen, Mahen yang melihat itu akhirnya berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Pagi hari di ruangan yang hening, terlihat seorang wanita paruh baya yang terduduk melihat keadaan luar. "Ma." Panggil Mahen yang membuyarkan lamunan sang ibu, ibu hanya diam merenungkan apa yang di lakukan oleh putranya. Mahen meraih piring makanan yang di bawa oleh pelayan dan menyuruh semua pelayan untuk pergi meninggalkan Mahen dan ibunya.
Mahen berjalan mendekat kearah sang ibu dan menarik bangku dengan satu tangannya. "Kalau mama gak makan nanti sakit." Ucap Mahen dingin. Ia duduk di samping sang ibu sembari akan menyuapkan makanan.
"Mama gak lapar Mahen." Ucap ibu memalingkan wajahnya untuk menolak suapan dari sang anak.
Mahen menghela napas dan meletakkan piring tersebut di meja yang berada di dekatnya. "Vaksin cuma bekerja 2 jam, Daniel juga belum tau pasti dengan virus ini dan hanya bisa menghentikan menjalarnya virus. Kalau vaksin di berikan ke semua orang, sama saja akan menyakiti pemakainya." Ibu yang mendengar ibu menoleh ke arah Mahen dengan tatapan khawatir. "Tenang aja Mahen gak apa-apa kok." Baru kali ini sang ibu melihat senyuman lebar dari sang putra.
____
"Mas!!" Terdengar teriakan sebuah teriakan dari luar rumah yang membuat Eko berlari kearah teriakan sang istri.
"Kenapa dek?" Saat ia sudah berada di samping Gendhis, Gendhis hanya terdiam mematung kearah sang anak yang tengah bermain tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Eko yang merasa curiga pun mendekat kearah sang anak yang tengah bermain. Saat Eko sudah berada di belakang sang anak, terlihat seekor tikus yang telah di bedah. Terkejut melihat itu, dengan segera Eko mengangkat sang anak menjauh dan melihat tangan anaknya yang berlumuran darah. "Mahen apa yang kamu lakukan?!" Teriak Eko khawatir.
"Main." Ucap Mahen dengan nada datar tanpa ekspresi. Melihat itu Gendhis merasa pusing dan pingsan.
____
Melihat senyuman Mahen, tangan sang ibu terangkat dan mengusap pipi putranya yang dulu ia takuti. Anak yang dulu selalu ia hindari karena tak seperti anak-anak lainnya, anak yang di takuti karena sifat nya yang dingin. Senyuman yang tak pernah ia lihat karena mengetahui bahwa sang anak yang memiliki kelainan pada amigdala nya.
Air mata mengalir di pipinya, ia membalas senyuman yang pertama kali di lihatnya, senyuman yang sangat ia tunggu. Mahen yang melihat air mata sang ibu pun mengusapnya dengan lembut. "Kenapa mama menangis? Maaf in Mahen kalo Mahen ngelakuin kesalahan ma."
Ibu yang mendengar itu menggelengkan kepalanya dan memegang tangan Mahen yang mengusap air matanya. "Mama nangis karena senang sayang." Mahen yang tidak paham pun menatap sang ibu dengan bertanya-tanya. "Nangis tidak selamanya karena sedih, kalau Mahen ngelihat sesuatu yang Mahen suka banget, Mahen boleh nangis karena itu." Mahen yang mendengar penjelasan sang ibu hanya mengangguk dan ikut menangis.
"Artinya Mahen boleh nangis sekarang kan." Mahen memeluk sang ibu dengan erat, ia memang tak pernah bisa merasakan perasaan pada umumnya, tetapi dia suka saat berinteraksi dengan sang ibu yang dari dulu menghindarinya.
Ibu dan Mahen duduk bersama di sana dan banyak hal yang di ceritakan satu sama lain. "Ma." Mendengar panggilan Mahen, ibu pun menoleh kearahnya.
"Kenapa sayang?" Tanya ibu
"Mama udah gak benci sama Mahen?" Ibu yang mendengar pertanyaan itu, terlihat ibu yang terkejut dan menunduk.
____
Terlihat tubuh seorang pria yang telah kaku di atas ranjang rumah sakit. "Mas!!" Teriak seorang wanita histeris dengan memeluk pria itu. Mahen melihat ibu nya yang menangis histeris hanya diam dengan perasaan bingung.
Benar Eko telah tiada karena kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan itu terjadi saat Eko sedang bermain dengan Mahen di lantai dua, sang ayah yang sedang bermain dengan semangat sembari ia mengajari sang putra untuk berekspresi, Mahen yang melihat itu hanya mengikuti apa yang di ajarkan oleh sang ayah dan ikut tertawa saat bermain.
Saat mereka bermain dengan semangat, Mahen yang masih kecil tanpa sengaja menghamburkan beberapa kelereng di depan tangga. Saat sang ayah akan berjalan ke arah tangga untuk turun, ia tanpa sengaja menginjak kelereng tersebut yang membuat nya terjatuh dari lantai dua ke lantai satu.
Bersambung....