NovelToon NovelToon
JERAT CINTA LINGGARJATI

JERAT CINTA LINGGARJATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Selingkuh / Lari Saat Hamil / CEO
Popularitas:843
Nilai: 5
Nama Author: nitapijaan

Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor.

Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain.

Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.

Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.

Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ini Mas, sayang.

"Penipuan kali," sahut Linggar yang di balas Ayudia dengan mengedikkan bahu.

"Iya kali."

Tepat ketika Ayudia meletakkan ponselnya di atas meja, benda pipih itu kembali berbunyi dari nomor yang sama. Ayudia hendak meraihnya, tapi Linggar sudah lebih dulu menyahut. "Aku aja yang ngomong." begitu katanya.

Ayudia tak ambil pusing, toh telepon tersebut bukan dari orang-orangnya. Wanita hamil itu malah lanjut menikmati rujakan yang tertunda.

"Jangan banyak-banyak makan nanas, nduk." Peringat Uti pada cucunya. Ayudia mengangguk pelan dengan gumaman.

Sementara Linggar, lelaki itu memilih keluar dapur untuk mengangkat telepon tersebut. Sebenarnya, modus agar dia bisa buka-buka ponsel Ayudia. Tak taunya wanita itu malah mengizinkan dengan suka rela.

Linggar berdecak pelan saat melihat nomor asing itu kembali menghubungi padahal di panggilan pertama sengaja Linggar abaikan.

"Hal—"

"—Dek ... Ini Mas, sayang ..."

Netra Linggar membulat, Sial! Dia tidak salah dengar, kan?

"Dek, kamu dimana sayang. Kita ketemu, yuk? Mas cari kamu di rumah Ayah tapi kata beliau kamu pergi nggak tau kemana. Dek, Mas sudah tau kalau kamu sedang hamil anak kita. Dek—"

Tuttt!

Linggar langsung menutup panggilan tersebut dengan rahang mengeras. Matanya terpejam sebelum menatap tajam kearah ponsel tersebut. Gigi lelaki itu saling bergemelatuk, emosinya tersulut ketika sadar siapa yang baru saja menghubungi Ayudia.

Dia adalah mantan suami Ayudia.

Benar!

Dan Linggar merasa sangat emosi mendengar lelaki itu mengajak Ayudia bertemu. Apalagi sampai memanggil ayudia dengan sebutan sayang. Rasanya sangat panas di dada.

'Sial, jangan sampai mereka ketemu dan berakhir balikan!' dengus Linggar. Lelaki hitam manis itu kemudian mengotak-atik ponsel Ayudia, memblokir nomor tersebut dan langsung menghapus riwayat panggilan.

Jadi lelaki itu juga tak berhenti di situ saja, Linggar menggulir beberapa aplikasi, mengeceknya. Jemari lelaki itu bergulir pada sebuah aplikasi hijau bernama WhatsUpp. Mengutak-atiknya di sana, memasukan kode otp di ponselnya dan lain-lainnya.

Semua itu Linggar lakukan bukan semata-mata lancang, lelaki itu hanya tak mau Ayudia menerima telepon dari nomor mantan suaminya lagi di kemudian hari. Selain itu, Linggar juga mau mengawasi Ayudia berkontak dengan siapa saja.

Biarlah Linggar di bilang gila, tapi hanya itu yang bisa di pastikan agar Ayudia tidak kembali pada mantan suaminya yang sekarang malah mengejar.

'Jangan sampai Ayudia mau balikan sama dih, hah! Sialan banget tuh cowok, udah di buang masa di pungut lagi!' Desis Linggar sangat emosi.

Setelah selesai melakukan keinginannya, Linggar segera kembali ke dalam dengan wajah konyolnya. Senyuman lebar terpatri di bibirnya yang suka mengucap kata manis.

"Udah? Kok lama?" Tanya Ayudia penasaran. Wanita itu buru-buru mengecek ponselnya tapi tak menemukan riwayat panggilan maupun nomor tak dikenal tadi.

"Cara menghadapi penipu itu ya harus di tipu balik, Mbak. Sama hal nya kaya 'Makan atau Dimakan'." Tutur Linggar dengan sedikit kekehan kecil meski hatinya masih sepanas api.

"Jadi beneran penipuan?" Linggar mengangguk menjawab pertanyaan Ayudia.

Di sebelah wanita hamil itu juga ada Uti Nur yang menggeleng pelan. Sepertinya wanita sepuh itu juga percaya dengan ucapan Linggar.

"Hah, kaya langka kerjaan maning bae," dengus Uti merasa jengah. (seperti nggak ada kerjaan lain).

"Iya begitu lah, Ti. Apalagi jaman sekarang nyari kerjaan susah minta ampun kalau nggak ada koneksi," sahut Ayudia menjawab Utinya. Sebenarnya dia tak begitu paham bahasa Utinya, tapi ada sepenggal dua penggal kata yang menurutnya bisa dia artikan.

Seperti 'Bae' Ayudia tau artinya adalah 'saja' dan biasa digunakan di akhir kalimat. Misal, 'mengko bae' yang bisa Ayudia artikan sebagai 'Nanti saja' dan masih banyak lagi.

"Ngomong-ngomong, kok nomornya nggak ada, kamu blokir?" Tanya Ayudia penasaran. Dia meraih sepotong buah mangga dan mencocolnya dengan sambal sebelum melahapnya dalam mulut.

"Iya, biar nggak telepon lagi." Balas Linggar. Lelaki itu melakukan kegiatan yang sama, menikmati rujak buatan Ayudia.

"Malam Jumat nanti Mbak Raisa boyongan, mau ikut nggak?" Tawaran Linggar membuat Ayudia seketika menatapnya, alisnya menukik.

"Boyong itu apa?" Ayudia tak paham.

Linggar seketika meledakkan tawanya. Dia lupa, "Pindahan rumah."

Ayudia membulatkan mulutnya sembari mengangguk, "Emang sebelumya tinggal dimana?" Dia penasaran. Karena sepengalamannya selama menikah, Ayudia sudah tinggal berdua dengan Haris di rumahnya. Kalau Raisa baru pindah sekarang, lalu sebelumnya tinggal dimana?

"Sekarang kan masih bareng di rumah Ibu, Rumahnya baru jadi dan bisa di tinggali sekarang, makanya baru bisa boyong." Balas Linggar lembut. Dia memaklumi Ayudia yang pikirannya berbeda dengan orang desa.

"Loh, rumahnya buat sendiri?" Tanya Ayudia kaget. Dia tak tau kalau orang-orang di desa lebih suka membangun rumahnya sendiri dari pada membeli jadi. Padahal rasa perjuangannya lebih terasa kalau rumah hasil membangun sendiri. Ya perjuangan nukang, ya mencari dana, ya kurang ini itu.

"Di sini nggak ada perumahan, Sayangku ... Kalau mau beli rumah juga rumah siapa yang di jual? Adanya tanah sawah sama kebun," Linggar tertawa pelan.

Ayudia mengangguk-angguk, sebagai orang kota yang lebih suka sesuatu yang simpel, Ayudia tentu agak terkejut mendengar ucapan Linggar. Tapi balik lagi, di kota mana bisa di samakan dengan desa. Tentunya berbeda jauh, kan?

Apalagi kota ayu bisa di bilang cukup terpencil meskipun menjadi pemasok bahan pangan cukup besar di kabupaten sana.

"Di sini harga tanah berapa sih?" Celetuk Ayudia, dia tiba-tiba penasaran dengan harga pasaran di desa.

"Kenapa tanya-tanya tahan? Mau beli?" Alis tebal Linggar menukik, lelaki itu seketika mendapat ide. "Padahal nggak usah beli juga tanah-tanah di sini bisa jadi milik kamu semuanya, Yang." Imbuhnya dengan tawa cekikikan.

Ayudia tertarik, "Emang bisa? Gimana caranya? Aku rebut paksa gitu aja?" tanya wanita itu sedikit nyeleneh. Lagian, ada-ada saja ucapan Linggar itu. Mana bisa semua tanah-tanah di kota ayu berbalik menjadi namanya, kan?

"Gampang, nikah aja sama aku, warisanku banyak loh, Yang ... Yuk, kapan kita nikah?" Tutur lelaki itu dengan kedipan mata genit.

Wanita yang masih asik menikmati rujak itu seketika tersedak, rasa pedas dan panas seketika mampir di tenggorokan hingga hidung.

Linggar panik, lelaki itu buru-buru menyodorkan gelas berisi air putih miliknya didepan bibir Ayudia yang langsung di terima wanita itu tanpa protes. Linggar berdiri, berjalan memutar hingga duduk di sebelah Ayudia.

"Pelan-pelan," Ucap Linggar sembari mengusap-usap punggung Ayudia naik turun.

Setelah berhasil menetralkan dirinya, Ayudia seketika melirik Linggar dengan sengit. "Udah di bilang kalau ngomong jangan sembarang! Kalau ada yang denger gimana?" Wanita itu mengusap sudut matanya yang berair saking panasnya tenggorokan.

"Nggak sembarangan loh, itu. Seribu rius, apa kurang meyakinkan?" Lelaki hitam manis itu protes. Padahal dia serius mengajak Ayudia menikah, kok, tapi wanita itu malah menganggap Linggar bohongan.

"Kurang! Kamu ini, masa ngelamar perempuan di dapur rumah? Nggak ada romantis-romantisnya!" Rutuk Ayudia.

"Eh, apa itu maksudnya?" Linggar seketika menyengir lebar mendengar gerutuan Ayudia. Jangan bilang kalau itu adalah sebuah kalimat penerimaan yang tertunda?

"Nggak! Nggak usah di bawa serius!" Ayudia gugup. Matanya melirik ke sembarang arah. Dan sialnya, sekarang matanya bertambah perih karena dia sempat mengusapnya di sana.

Sialan! Dia kan sedang makan rujak dengan tangan kosong, bisa-bisanya mengusap mata begitu saja.

"Aduh, perihh ..."

###

Mamas Linggar posesif mode on😂

1
@Biru791
wah gak niat up lagi kah nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!