Lima tahun bukan waktu yang sebentar bagi Naila untuk tinggal satu atap dengan mertua nya. Terlebih mertua nya selalu saja menghina diri nya lantaran tak kunjung hamil.
Hingga ia harus menerima kenyataan bahwa suami nya harus menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan.
Namun, saat ia memilih pergi dan bercerai dengan suami nya ia harus menerima kenyataan bahwa diri nya tengah mengandung benih dari suami nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pusphaa_sariiyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Mentari pagi telah terbentuk sempurna dan siap menyinari seluruh di permukaan bumi.
Naila terbangun karena cahaya itu yang menembus kamar nya. Ia mengerjapkan kedua mata nya, lalu mengucek mata nya yang terasa perih hingga sedikit basah ber-air.
Setelah semua nyawa terkumpul, ia bergegas untuk mandi. Sesudah nya, ia langsung berangkat. Tetapi tidak langsung menuju kantor, melainkan pergi ke warung makan untuk sarapan.
Entah kenapa, Naila kepingin sekali sarapan nasi campur langsung di warung nya itu. Melihat menu masakan yang ada, membuat Naila ingin segera melahap nya.
Tetapi ia sadar, jika itu sangat membuat diri nya malu jika ada memperhatikan nya.
"Bu, tambahkan sambel nya dua sendok lagi ya." Pinta nya
Selera makan nya bertambah saat melihat makanan super pedas tersedia di depan nya. Dengan penuh semangat ia menghabiskan makanan itu. Hingga buliran keringat keluar membasahi selurih wajah nya.
"Alhamdulillah, kenyang juga." Gumam nya pelan.
Di lirik arloji yang melingkar di lengan nya, lima belas menit lagi waktu nya untuk bekerja. Dengan perasaan malas ia memaksa berangkat ke kantor. Tak seperti biasa nya ia mengantuk di pagi hari setelah sarapan.
Sepuluh menit kemudian ia telah sampai di kantor. Ia langsung memasuki ruang kerja nya. Ada yang menatap nya sopan, ada pula yang menatap nya sinis. Tetapi Naila, cuek bebek dengan orang yang menatap sinis pada nya. Ia menganggap itu orang hanya takut di saingi untuk naik jabatan.
"Anak baru ya?" Tanya Alena teman satu ruangan nya dengan sopan.
"Iya" jawab Naila tersenyum
"Nama-ku Alena." Ucap nya sembari mengulurkan tangan
Naila pun membalas uluran tangan itu, "Hilda." Balas nya dengan tersenyum ramah.
"Kerja woooyyy... Waktu jam kerja itu jangan di pake ngerumpi." Tegur Nita yang terkenal angkuh dan juga sok berkuasa di ruangan itu.
Jika dia yang berbicara, maka tidak ada yang berani melawan. Bukan karena takut, tapi Nita sangat lah pintar untuk meng-kambing hitamkan orang. Sebelum Naila, mengisi ruangan itu, orang yang menduduki tempat Naila itu sempat di jadikan kambing hitam oleh Nita. Nita, tak segan-segan mencelakai orang yang tidak di sukai nya saat di luar jam kerja. Hal itulah yang membuat teman-teman kerja nya malas ribut dengan Nita.
Jam istirahat sudah tiba, tetapi Naila masih berkutat dengan pekerjaan nya.
"Kamu ngak makan siang dulu?" Alena berkata sembari merapih kan meja kerja nya.
"Kamu mau makan sama aku ngak?" Tawar Naila
"Boleh. Yok kita ke kantin bawah."
"Ngak usah, kita ke warung nasi padang aja. Sesekali makan di luar."
Mereka pun turun ke parkiran untuk mengambil kendaraan.
"Pake mobil ku aja yo."
Alena tercengang melihat Naila memakai mobil mewah.
"Ini kan mobil bos kita, kok bisa kamu pakai?" Alena heran
"Ahhh,, mungkin kamu salah. Lagi pula mobil seperti ini bukan hanya bos kita saja yang punya." Elak nya.
Naila merutuki kebodohan nya. Ia kembali ceroboh, tak melihat dulu kendaraan yang di kasi Vian.
"Dari pada aku di curigai sama semua karyawan, mending besok aku pake motor aja." Gumam nya dalam hati
***
Di eropa
"Mas, kenapa kamu tidur di bawah sih?" Kata Monalisa dengan kesal
"Tidur aja kamu di situ. Jangan banyak protes." Sungut Al
Monalisa yang terlanjur kesal pun pergi dari tempat penginapan itu. Entah kemana dia pergi. Al tak memperdulikan itu.
Tak terasa sudah seminggu diri nya berada di negara orang. Selama seminggu itu pula ia tidak melakukan tugas nya sebagai suami. Sekali pun Monalisa memancing nya, tapi Al enggan melakukan nya. Pikiran nya hanya tertuju pada Naila. Hampa di rasa kan hati nya. Sejak pernikahan itu, Al dan Naila benar-benar tidak pernah lagi bersitatap muka, sekali pun dari layar hp. Naila membuktikan ucapan nya, tidak akan mengganggu Al dan Monalisa untuk mencetak anak.
"Kamu lagi apa di sana, sayang!"
"Kenapa kamu ngak ngabarin aku,? Aku di sini menunggu panggilan telpon mu. Tapi kamu malah matiin ponsel mu."
Dddrrrttt....
Ponsel Al berdering, segera ia meraih benda pipih itu. Berharap itu Naila yang menelpon nya. Namun sayang nya bukan nama Naila yang tertera, melainkan Mamah nya. Al pun mengabaikan panggilan itu. Ia berpura-pura tidur tak menjawab nya.
🌾🌾🌾
Di tanah air.
Sepulang dari bekerja, Naila merasakan pusing yang luar biasa. Baru saja genap sehari ia bekerja, sudah membuat nya lelah dan pusing yang tak biasa.
Ia ingin buang air kecil, namun saat bangun rasa pusing itu semakin menjadi. Sehingga pandangan nya semakin mengabur di sertai dada yang berdebar kuat membuat penglihatan nya semakin lama semakin gelap.
Bruk,!
Naila pun terjatuh tak sadarkan diri.
**
Perlahan dengan mata yang terasa berat, Naila mengerjapkan mata nya. Samar-samar ia melihat di sekeliling nya yang tak biasa. Warna yang berdominan putih-putih. Dimana lagi jika bukan di rumah sakit.
Vian mengetahui adik nya itu sudah sadar, dengan cepat ia menekat tombol yang akan tersambung langsung dengan ruangan perawat.
Tak berapa lama, beberapa sang perawat tiba di dalam ruangan tempat Naila berada.
Setelah memeriksa perawat itu pamit untuk pergi. Namun sebelum pergi, sang perawat itu mengatakan hal yang membuat Naila terkejut.
Ia merasa di antara bahagia dan juga sedih.
***
Sementara, Al yang sudah berada di negara tercinta kini murka. Tak ada yang mengetahui kemarahan Al itu, karena Al pergi ke tempat diskotik sebagai pelampiasan sesaat.
Segini dulu ya kak bacanya nanti di lanjut lagi🥰🙏