NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 17

Tibalah hari terakhir porseni. Orang-orang bersorak riang menunggu penampilan peragaan busana dari tiap-tiap kelas. Setiap kelas mempunyai sepasang pasangan untuk memamerkan pakaian mereka dan ketika sedang tampil, setiap pasang boleh berdansa dan sejenisnya (tergantung kreasi mereka).

Aku dan Kevin berjalan ke lapangan. Setiap kelas yang kami lewati orang-orang yang ada di dalamnya melihati kami. Aku sedikit gugup jika dilihati seperti ini, rasa percaya diriku menjadi kurang, pikiranku langsung menuju ke arah negatif.

"Jangan takut, mereka hanya terpesona oleh kecantikan kamu. Tetap lihat ke depan, jangan tunduk," ucap Kevin. Perkataan Kevin selalu membuatku tenang. Mendengarkan perkataannya juga tidak ada salahnya. Aku memperbaiki pandangan ku, aku melihat ke depan tanpa menunduk ke bawah.

"Itu Kevin! Pangeran sekolah!" Para kakak kelas dan seangkatan ku berteriak-teriak ketika melihat Kevin. Padahal Kevin hanya berjalan biasa saja, wajahnya datar, tidak ada senyuman di wajahnya.

"Kevin, nanti foto ya!" Lagi-lagi kakak kelas berteriak di sebelahku. Aku ingin mengunci mulutnya yang tidak bisa diam itu.

Kami terus berjalan ke lapangan dengan gaya yang cool. Kami tidak tersenyum sedikitpun (kecuali disapa). Jika tersenyum sepanjang jalan, maka pipiku akan sakit dan tidak cantik lagi saat tampil.

"Tarasya semangat! Menang ataupun kalah kamu tetap berada di hati kami!" Aku menoleh ke arah suara itu. Mereka adalah abang kelas. Sebenarnya aku tidak mengenal mereka, tapi sebagai adik kelas yang baik aku berikan senyuman saja.

"Jangan memberikan senyuman kepada semua orang." Raut wajah Kevin berubah seketika. Dia seperti monster yang ingin memakan daging kelinci.

"Mengapa? Kamu juga tidak rugi, aku hanya membalas dukungan mereka."

"Aku cemburu," ucap Kevin tanpa melihat aku. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Apa? Dia cemburu? Aku hampir tertawa mendengar perkataannya. Alasannya tidak masuk akal, apalagi kami hanya teman, mana ada hak untuk cemburu. Biasanya dia tidak cemburu jika aku dekat dengan laki-laki lain. Sungguh aneh.

"Kamu aneh ya, bisa-bisanya kamu cemburu padahal kita hanya teman."

"Kamu menganggap aku hanya sebagai teman?"

"Tidak salah, kan? Kita tidak saling suka, lagipula mana mungkin cowok pintar seperti kamu suka sama cewek yang biasa saja."

Kevin menghela napasnya. Dia menatap langit yang sangat biru dipenuhi dengan awan-awan beragam bentuk. "Jika salah satu dari kita ada yang menyukai diam-diam, bagaimana?"

Aku terdiam sejenak dengan perkataannya. Aku sontak langsung melihat dia dengan mata yang tidak berkedip.

"Bagaimana?" Kevin bertanya lagi menunggu jawabanku.

"Saatnya peserta nomor terakhir! Inilah pasangan yang kita tunggu-tunggu! Ayo tunjukkan pesona mu!"

Saatnya giliran ku dan Kevin. Sangat cepat ya, mungkin kami yang terlalu lama di dalam kelas dan berbincang hal yang tidak masuk akal.

"Ayo, lakukan yang terbaik!" Kevin menjulurkan tangan kanannya kepadaku. Aku memegang tangannya dan kami naik ke atas panggung.

"Cie..." Orang-orang berteriak melihat kami. Aku berpikir mungkin mereka sedang stres, kami hanya berpegangan tangan, tidak ada yang spesial.

Kami berjalan dengan anggun menuju para juri. Kevin merangkul pinggangku layaknya seorang kekasih. Tidak lupa kami juga memberikan senyuman terbaik kami. Orang-orang yang menonton berteriak-teriak lagi, kupingku sakit mendengar mereka, tapi tak apalah asalkan mereka senang.

Aku dan Kevin memberi hormat kepada para juri, lalu kami berjalan secara terpisah, aku ke kanan, Kevin ke kiri, kami menyapa mereka yang menonton kami. Kemudian kami kembali lagi ke tengah, Kevin dan aku berdansa layaknya pangeran dan putri kerajaan.

Tidak tahu mengapa, Kevin tiba-tiba berbisik kepadaku (scene ini tidak ada dilatihan kami). Wajahku memerah mendengar perkataannya. Dia tersenyum kepadaku dibarengi dengan tatapan yang dalam. Jantungku berdetak kencang, aku kesusahan untuk tersenyum, aku ingin cepat-cepat mengakhiri peragaan busana kami ini. Perasaan ku campur aduk, aku tidak tahu harus bagaimana, aku bingung harus melihat Kevin bagaimana.

"Kamu sangat cantik, seperti kupu-kupu yang hinggap di antara bunga-bunga yang sedang bermekaran. Perkataan ku tadi tidak main-main, jika salah satu dari kita ada yang suka, bagaimana? Misalnya sepertiku, aku sudah lama menyukaimu."

Beberapa menit kemudian aku dan Kevin turun dari panggung. Aku menarik dia ke tempat yang sunyi. Dia harus menjelaskan perkataannya tadi. Tidak mungkin dia betulan suka, pertemanan kami bisa rusak karena hal itu. Aku tidak mau kehilangan orang yang ku sayang.

"Kevin, jelaskan maksud perkataan kamu tadi. Apa kamu serius? Aku harap kamu bercanda, Kevin. Aku tidak mau pertemanan kita rusak hanya karena hal sepele itu."

"Apa menurut mu aku sedang bercanda Tarasya?"

Aku terdiam mendengar jawabannya. Aku pikir dia adalah teman terbaikku, tapi ternyata aku salah. Mengapa di dalam pertemanan harus ada perasaan yang terlibat? Tidak bisakah berteman dengan normal saja? Pertemanan yang terlibat perasaan akan merusak segalanya. Aku tidak mau ini terjadi, aku tidak mau kehilangan Kevin. Rasanya sakit ketika kehilangan teman yang sudah dianggap sebagai keluarga.

"Tidak mungkin Kevin. Mengapa kamu melakukannya? Kamu ingin pertemanan kita rusak karena ini?" Aku ingin menangis sebenarnya.

"Bukan seperti itu Tar. Jika kamu belum bersedia menerimanya, aku tidak akan memaksa. Kita masih bisa berteman seperti biasa."

"Tidak akan bisa Kevin, aku akan selalu kepikiran kalau kamu ternyata suka sama aku. Aku tidak melarang kamu menyukai orang lain, tapi seharusnya jangan aku, Kevin."

Kevin meremas tangannya. Dia sepertinya marah dan ingin melampiaskan amarahnya. "Tar, aku akan selalu menunggu kamu sampai aku tiada di dunia ini. Walaupun kamu suka sama orang lain, aku akan selalu menunggu, walaupun kamu punya pacar, aku akan menunggu kamu."

"Carilah orang lain Kevin, terimakasih sudah menyukaiku, maaf tidak bisa membalas perasaan mu."

"Aku akan tetap menunggumu. Aku yakin kamu akan menjadi milikku cepat atau lambat. Aku tidak akan marah jika kamu lebih memilih orang lain, tapi jika dia menyakiti kamu, aku akan maju paling depan membalaskan rasa kesal kamu."

"Maaf Kevin, aku ingin sendiri."

Aku berlari meninggalkan Kevin sendirian di tempat itu. Hatiku sakit dia mengutarakan rasa sukanya kepadaku. Harusnya aku bahagia, kan? Aku tidak munafik, aku juga memiliki sedikit perasaan padanya, tapi apakah harus diungkapkan? Aku sudah berusaha keras menjaga pertemanan kami dan sekarang apa? Pertemanan kami akan rusak hanya karena perasaan tidak masuk akal ini. Kami tidak akan bisa lagi pergi bersama sebagai teman, aku tidak tahu caranya menghadapi orang yang suka denganku, apalagi teman terdekat.

Aku ingin pulang. Aku ingin mengurung diri di kamar. Aku ingin meluapkan rasa kesal ku dengan tidur. Dengan begitu aku tidak akan menyakiti siapa-siapa.

1
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!