"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Arkan yang terlihat bersemangat sejak pagi, kini menjadi semakin hiperaktif saat malam tiba. Dengan mata berbinar, ia mengikuti Melody ke dapur, tempatnya tengah sibuk memasak. Di sana, Arkan tidak henti-hentinya merengek, menggoda Melody dengan kata-kata manis dan sentuhan lembut di pinggangnya.
Melody yang tadinya fokus memotong sayuran, kini terganggu. Ia menoleh dengan alis berkerut, menatap Arkan yang sudah seperti anak kecil meminta permen. "Mas, bisa tolong diam sebentar tidak? Aku sedang memasak," ucap Melody, mencoba menahan rasa kesal.
Namun, Arkan yang sudah terlanjur dibutakan oleh rasa bucinnya, hanya tersenyum nakal dan kembali meraih pinggang Melody. "Aku hanya ingin sedikit perhatian dari istriku tercinta," katanya dengan nada memelas.
Melody yang mulai kehilangan kesabaran, mengambil centong sayur dan dengan gerakan cepat, memukul kepala Arkan pelan. "Fokus, mas. Makan malam ini penting bagi kita," ucapnya, berusaha menegaskan batasan sambil kembali fokus memasak.
Arkan mengusap kepalanya yang terasa sedikit perih, namun senyum tak lepas dari wajahnya. Ia mengerti jika Melody memerlukan ruang untuk beraktivitas, tetapi di hati kecilnya, Arkan tetap berharap malam itu akan berakhir dengan mereka berdua kembali merayakan cinta mereka, menciptakan Arkan junior seperti yang ia impikan.
Melody mengambil kursi dan duduk di meja makan, mencoba menenangkan diri setelah percakapan yang sedikit menggoda dari Arkan. Di hadapannya, Arkan masih berdiri dengan senyum nakal terpatri di wajahnya. Dia menarik kursi di seberang Melody dan duduk, matanya tidak lepas dari wajah Melody yang sekarang sedikit merah.
"Dinner is served, sayang," ucap Arkan sambil menarik napkin dan meletakkannya di pangkuannya. Melody mengangguk, mencoba kembali fokus pada makan malam yang sudah disiapkan dengan penuh perhatian. Dia mengambil garpu dan pisau, memotong daging dengan gerakan yang teratur, mencoba mengalihkan pikiran dari kata-kata Arkan yang masih terngiang di benaknya.
Arkan memperhatikan setiap gerakan Melody dengan tatapan yang intens. Dia tahu dia telah membuat Melody tidak nyaman, tetapi ada bagian dari dirinya yang menikmati reaksi itu. "Kamu tahu, aku benar-benar tidak lapar untuk makanan ini," gumamnya, lebih kepada diri sendiri.
Melody menatap Arkan, matanya bertemu dengan tatapan penuh arti dari Arkan. "Kita perlu makan, Mas. Tenaga kita perlu diisi agar lebih berstamina nanti," ujarnya, suaranya sedikit bergetar.
Arkan tersenyum, memahami. Dia mengangguk, "Baiklah, sayang. Ayo kita makan malam ini dengan baik. Nanti, aku akan memastikan kamu mendapatkan semua yang kamu butuhkan." Dia memberikan senyum lembut, mencoba menenangkan suasana.
Makan malam berlangsung dengan percakapan ringan. Sesekali, Arkan memberikan tatapan-tatapan yang membuat Melody semakin yakin bahwa malam ini akan menjadi malam yang tidak akan pernah dia lupakan.
Selesai makan malam, Melody dan Arkan beranjak ke ruang tamu. Rumah yang sepi semakin menambah suasana intim di antara mereka. Melody memilih drama romantis untuk mengisi malam itu, namun Arkan tampaknya memiliki rencana lain. Dengan mata yang berbinar penuh harap, Arkan terus mendekatkan dirinya ke Melody.
"Sudah lama aku menunggu momen ini, sayang," bisik Arkan sambil menarik Melody lebih dekat. Melody yang tadinya fokus pada layar kini mulai terdistraksi. Napas Arkan yang hangat terasa di leher Melody, membuatnya merinding.
Arkan mulai memainkan jari-jarinya di lengan Melody, membuat gadis itu semakin tidak bisa berkonsentrasi pada drama yang sedang diputar. "Mas, kita ini lagi diruang tamu," desis Melody mencoba menahan godaan.
Namun Arkan tidak mudah menyerah, dia tahu bagaimana meluluhkan hati istrinya. "Aku tahu, tapi ini hanya kita berdua di sini. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu," ujar Arkan dengan suara rendah yang penuh penekanan.
Akhirnya, setelah beberapa saat saling tatap, Melody menyerah pada rayuan Arkan. Dia mematikan televisi dan ruang tamu pun menjadi gelap. Suara tertawa dan bisikan menjadi pengganti dialog drama yang sebelumnya mereka tonton. Ruang tamu yang tadinya hanya dipenuhi cahaya layar kini berubah menjadi arena bermain mereka berdua, di mana Arkan dan Melody menjelajahi keintiman sebagai pasangan baru.
***
Arkan perlahan bangkit dari pembaringan, menatap wajah damai Melody yang masih terlelap dalam tidur pulasnya. Cahaya pagi yang menerobos masuk melalui celah jendela memantulkan sinar lembut pada kulitnya yang halus, membuatnya tampak lebih mempesona. Dengan gerak hati-hati, Arkan menghampiri meja di samping tempat tidur dan mengambil segelas air dingin.
Sambil menahan tawa, dia kembali mendekati Melody dan perlahan meneteskan beberapa tetes air ke wajah istrinya itu. Melody mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya terbangun dengan ekspresi kaget dan bingung. Melihat Arkan yang berdiri di sampingnya dengan senyum menggoda, rasa kesal langsung menyapanya.
"Apa-apaan sih, Mas? Aku masih ingin tidur!" keluh Melody sambil mengusap air di wajahnya.
Arkan tertawa, "Aku hanya ingin melihat senyum manismu di pagi hari, Sayang."
Melody tidak bisa menyembunyikan senyum yang muncul di bibirnya, meski ia mencoba terlihat kesal. "Jahil sekali kamu ini," ucapnya sambil merebut gelas dari tangan Arkan dan balas meneteskan air ke wajah Arkan.
Keduanya terkekeh, saling lempar canda di pagi yang baru saja bergulir. Arkan menarik Melody ke dalam pelukannya, mencium keningnya dengan lembut. "Selamat pagi, Istriku yang cantik," bisiknya.
Melody membalas pelukan itu, "Selamat pagi, Suamiku yang jahil." Mereka berdua tersenyum, menikmati kehangatan di antara mereka di pagi yang cerah itu.
Pagi itu, suasana di ruangan kamar yang terasa hangat dan penuh canda. Arkan, dengan senyum khasnya yang menggoda, mencoba mengajak Melody untuk mandi bersama. Wajah Melody bersemu merah, ia tahu benar apa yang ada di benak Arkan, "Gak, aku bisa mandi sendiri. Jangan kamu kira aku gak tau otak mesummu itu, ya Mas," ujarnya sambil menepis tangan Arkan yang mencoba mendekat.
Arkan tertawa terbahak-bahak mendengar penolakan Melody yang terkesan lucu namun serius. Namun, Arkan yang dikenal tidak pernah menyerah begitu saja, dengan gerakan cepat ia menggendong Melody. Melody memberontak, kakinya menendang-nendang ke udara sambil mencoba melepaskan diri dari gendongan Arkan. "Tubuhku masih sakit tapi kamu sudah mau melakukannya lagi," protes Melody dengan nada tinggi, merasakan rasa sakit yang masih tersisa di tubuhnya.
"Memang, aku sengaja agar kita memiliki Arkan junior yang banyak," sahut Arkan dengan nada serius tapi masih dengan senyum mengerikan yang terukir di wajahnya. Dia berjalan menuju kamar mandi sambil tetap menggendong Melody yang terus berontak, namun perlahan kekuatannya melemah. Arkan memasuki kamar mandi, menutup pintu di belakangnya, dan hati Melody berdebar keras, tahu bahwa tidak ada jalan keluar dari situasi ini kecuali menghadapinya bersama Arkan.
Melody terduduk lemah di bathup, tubuhnya letih namun ada semburat kepuasan di wajahnya. Arkan, suaminya, masih bersemangat, duduk di sisi kiri bathup sambil memperhatikan istrinya dengan tatapan penuh cinta. Hanya mata yang memperhatikan, tapi tangan Arkan justru berjalan kemana mana, membuat Melody menggeleng melihat kelakuan suaminya itu
"Ya, tuhan. aku lebih baik melihatmu lumpuh daripada seperti ini, Mas. Kau benar-benar tidak bisa membuatku istirahat barang sejenak saja. "keluh Melody, nada suaranya campuran antara protes dan rasa sayang. Meskipun lelah, senyum tipis terukir di bibirnya menunjukkan dia tidak benar-benar kesal.
Arkan tertawa kecil, suaranya nyaring namun hangat. "Anggap saja ini sebagai balasan karena selama ini aku bersandiwara lumpuh," jawabnya, matanya berkilau iseng.
Melody mendengus, tidak bisa menahan tawa. "Itu sandiwara terburuk yang pernah kualami, tahu!" sahutnya sambil menggelengkan kepala, namun matanya berbinar-binar menatap Arkan dengan penuh kasih.
Arkan meraih tangan Melody, menggenggamnya dengan lembut. "Aku janji, ini akan jadi pengalaman terakhir kita dengan sandiwara macam itu. Dari sekarang, hanya kebahagiaan yang akan kubagi denganmu," ucap Arkan seraya mendekatkan wajahnya, mengecup kening Melody dengan penuh sayang.
"Iyalah terakhir, orang Arhan saja sudah kamu jebloskan ke penjara. " Sahut Melody dan Arkan tersenyum selesai ritual mandi keduanya pun memilih untuk kembali beristirahat dikasur untuk sejenak
Di bawah selimut, kaki Melody mengusap-usap kaki Arkan, sebuah isyarat rasa terima kasih dan cinta yang mendalam. Mereka berdua terbungkus dalam hangatnya keintiman yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah melewati badai bersama.