Siapkan Tisue dan hati kalian ya untuk baca novel by Me!!!!
Jangan lupa Mampir Juga di karya Receh aku yang lain🙏
Bagaimana jika suami yang Bunga anggap baik dan setia, mencintai dia dengan tulus, ternyata hanya sebuah kedok untuk menutupi kebohongannya.
Bunga tak menyangka jika dia telah diduakan oleh Ilham, Suaminya. Apalagi Bunga memiliki Ibu mertua yang tak menyukainya sejak awal menikah.
Akankah Bunga bisa bertahan, dan memberi kesempatan pada Ilham? Dan mampukah Bunga untuk bertahan karena suatu tekanan, yang tak bisa membuat dia lepas dari Ilham.
Simak disini yuk🙃JANGAN LUPA TAP FAV, LIKE DAN KOMENTAR NYA....
SEBAB LIKE DAN KOMENTAR KALIAN SUNGGUH BERARTI UNTUK AUTHOR 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisyah az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aurora Sakit
Happy reading....
Nara dan juga Ilham baru saja pulang dari rumah sakit dan saat ini keadaan Nara juga sudah jauh lebih baik, setelah dikasih obat oleh dokter.
"Aku masih tidak habis pikir deh, Mas. Aku tidak meminum obat pencahar sama sekali, tapi kenapa dokter mengatakan jika aku meminum obat itu? Jangan-jangan, benar lagi dugaanku kalau Bi Marti meracuni aku!" duga Nara sambil menundukkan tubuhnya di kursi sofa ruang tamu.
Ilham diam saja tanpa menjawab ucapan Nara, Karena sejujurnya dia pun bingung kenapa Nara bisa sampai meminum obat pencahar.
Sebenarnya Ilham sedikit membenarkan ucapan Nara, tapi dia juga tidak percaya jika Bi Marti yang melakukan itu. Pasalnya Bi Marti sudah cukup lama bekerja di sana, dan tidak ada kejadian apa-apa selama dia kerja bersama dengan Ilham.
"Sudahlah sayang, aku mau ke kantor dulu. Bi...!" panggil Ilham pada Bi Marti.
Tak lama di Marti pun datang dengan langkah tergopoh-gopoh menghampiri Ilham. "Iya Pak, saya. Apa ada yang bisa saya bantu Pak?" ucap Bi Marti sambil mendudukkan kepalanya.
"Azzamnya ke mana Bi? Terus Bunga juga ke mana?" tanya Ilham sambil celinga celinguk mencari keberadaan dua orang yang sedang dia cari.
"Den Azam sedang tidur di kamarnya, Pak. Sedangkan ibu Bunga tadi pamit keluar, katanya mau ke supermarket untuk membeli sesuatu Pak."
Ilham pun menganggukan kepalanya, kemudian dia berjalan ke kamar untuk mengambil tas kerja dan berangkat ke kantor. Sementara itu Nara masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat, karena tenaganya cukup terkuras akibat bolak-balik ke kamar mandi sedari pagi.
*************
Sementara itu di tempat lain Bunga baru saja sampai di sebuah Cafe, dan menemui seseorang. Setelah menerima telepon tadi, Bunga pun mengirim pesan kepada seseorang untuk bertemu dengannya di sebuah Cafe.
"Aku tidak ingin berbasa-basi, bagaimana keadaannya?" tanya Bunga pada seorang pria berjas yang duduk di hadapannya.
"Keadaannya cukup parah, sebenarnya beliau ingin sekali bertemu dengan anda nona, tetapi beliau tidak tahu keberadaan anda di mana." jawab pria yang ada di hadapan Bunga.
Mendengar itu Bunga hanya menunduk dengan wajah sedih, ada rasa sesal tetapi juga sesak di dalam hatinya. Sejenak Bunga memejamkan matanya mencoba menetralisir perasaan yang saat ini sedang berkecamuk di dalam hati Bunga.
"Pantau saja terus bagaimana keadaannya, dan kabari aku. Untuk saat ini aku belum bisa menemuinya!" Setelah mengatakan itu Bunga pun meminta orang yang berada di hadapannya itu untuk pergi.
Sementara Bunga masih duduk di kursi menikmati minuman dan juga jalanan Jakarta yang lumayan padat siang ini.
Setelah cukup merefreshkan otaknya yang terasa begitu mumet, Bunga pun beranjak dari kursi untuk pergi ke supermarket, karena tadi Bunga izin pergi ke supermarket. Jadi jika dia tidak membawa apapun, maka Nara akan curiga, sebab dia sangat yakin jika ilham bertanya kepada Bi Marti tentang keberadaan dirinya.
Saat Bunga keluar dari Cafe, dia merogoh tasnya untuk mengambil kunci mobil tanpa melihat jalan, dan Bunga tidak sengaja menabrak tubuh seseorang hingga tubuh dia pun limbung tidak seimbang dan hampir jatuh.
Hap...
Sebuah tangan kekar melingkar di pinggang Bunga, saat melihat wanita itu akan jatuh. Dan dengan cepat Bunga pun mengalungkan tangannya ke leher orang itu, sejenak tatapan mereka terkunci satu sama lain hingga sebuah deheman suara membuyarkan tatapan itu, dan dengan cepat pula Bunga melepaskan tubuhnya dari pria yang ada di hadapannya.
Jantung keduanya sama-sama berpacu dengan cepat, hingga pipi Bunga pun merona Merah Menahan malu. Saat dia mengangkat wajahnya, Bunga cukup terkejut ternyata yang dia tabrak adalah Bagas, ayah dari anak kecil yang selama ini Bunga rindukan.
"Loh, Pak Bagas!" kaget Bunga saat melihat pria yang ada di hadapannya.
"Mbak Bunga! Wah... Kebetulan sekali ya kita bertemu di sini. Sebenarnya saya sudah mencari-cari anda," ucap Bagas dengan raut wajah yang begitu senang.
"Mencari saya? Untuk apa Pak?"bingung Bunga dengan dahi mengkerut.
"Iya, sebenarnya saya selama ini mencari anda. Saya ingin menghubungi anda tapi kartu nama yang Anda berikan waktu itu tidak sengaja terjatuh, saya sudah mencarinya tapi tidak ketemu," jelas Bagas dengan raut wajah bersalah.
Bunga mengangguk paham, kemudian dia mencari ke kanan dan ke kiri. "Auroranya ke mana Pak? Apa dia tidak ikut?" tanya Bunga dengan wajah penasaran.
"Itu dia, Aurora sedang sakit dan tidak mau makan. Dan selama ini dia terus memanggil nama anda. Saya bingung, harus mencari Anda ke mana? Dan karena kita bertemu di sini, apakah anda mau untuk bertemu dengan Aurora, sebentar saja! Agar dia mau makan dan minum obat." Bagas berbicara dengan nada memohon kepada Bunga, berharap wanita itu akan ikut bersamanya untuk menemui Putri tercintanya.
Bunga sangat kaget saat mendengar jika Aurora sedang sakit dan tidak mau makan, dia pun kasihan saat melihat wajah memohon Bagas.
"Aurora sakit apa Pak?" tanya Bunga dengan wajah yang begitu cemas.
"Dia demam, dan tidak mau makan. Sebab Dia sangat merindukan anda, jadi sangat susah untuk minum obat. Apakah anda mau untuk menemui Aurora walau hanya sebentar saja! Agar dia mau untuk meminum obatnya " pinta Bagas dengan wajah memohon.
Bunga diam, dia menimbang-nimbang permintaan Bagas. Kemudian dia melihat jam yang ada di tangannya dan masih menunjukkan pukul 10.00 pagi.
"Bagaimana? Apa anda mau?" tanya Bagas lagi memastikan.
Bersambung.........
dan disayangkan lagi kalian semua malah membenarkan semua kelakuan bagas
fakta pelakor dan pebinor sama2 laknatnya