Kisah seorang menantu yang pernikahannya hancur karena ibu mertuanya yang memaksa putranya untuk menikah lagi dengan alasan sang menantu mandul. Vanniya harus merasakan sakit hati melihat kemesraan sang suami bersama madunya hingga ia membalas rasa sakit ini kepada ibu mertuanya.
Suatu hari ibu mertua Vanni mendapati sang suami membawa wanita lain ke rumahnya dengan status sebagai istri kedua. Wanita itu terduduk lesu, Vanni yang melihatnya segera mendekatinya.
" Bagaimana ma? Manis bukan madu yang aku kirimkan untuk mama?"
Bagaimana usaha Vanni balas dendam kepada ibu mertuanya? Apakah setelah ini Vanniya akan kembali kepada sang suami atau ia memilih meninggalkan suaminya dan menjalani kehidupan barunya?
Ikuti dan dukung kisah mereka berdua.
Baca pelan" dan tidak perlu boomlike karena akan mengurangi performa karya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WELLCOME TO THE WORD
" Aaaaaaaaaa."
Brugh...
Vanni jatuh ke lantai kamar mandi, kepalanya terbentur pinggiran bath up hingga ia tidak sadarkan diri. Tama yang baru saja datang bersama dua security rumahnya pun terkejut begitu mendengar teriakan Vanni. Ia langsung berlari masuk ke kamar mandi.
" Sa...." Ucapan Tama menggantung saat melihat tubuh Vanni yang bersimpah darah.
" Vanniya!!!!" Teriak Tama segera mendekati Vanni. Tanpa membuang waktu ia segera membopong Vanni lalu membawanya ke mobil di ikuti dia securitynya.
" Segera ke rumah sakit pak!" Titah Tama menidurkan Vanni ke pangkuannya.
" Baik pak."
Dengan di antar oleh pak satpam kompleks perumahannya, Tama segera menuju rumah sakit. Sampai di sana dokter tidak sanggup menangani Vanni karena kondisi Vanni yang cukup parah dan banyak mengalami pendarahan. Bahkan Tama di minta memilih antara menyelamatkan bayinya atau ibunya.
" Rumah sakit macam apa ini? Apa perlu aku tutup rumah sakit ini supaya kalian menjadi pengangguran hah!!!" Bentak Tama menatap nyalang pria berbaju putih di depannya.
" Ma.. Maafkan kami pak. Tapi memang begitulah keadaannya pak, kami tidak bisa menyelamatkan keduanya, anda harus memilih salah satu dari mereka." Ucapnya.
" Tidak perlu, saya akan membawa istri saya ke negara S. Saya jamin baik istri maupun anak saya pasti selamat."
Tama segera menghubungi asistennya untuk menyiapkan jet pribadi penerbangan menuju negara S. Ia juga meminta sang asisten untuk menyiapkan pengobatan terbaik di sebuah rumah sakit ternama di negara itu.
Memang benar kata orang, uang mampu memudahkan segalanya. Seperti yang Tama rasakan saat ini, tanpa membutuhkan waktu lama saat ini ia sudah berada di negara S. Vanni telah mendapatkan penanganan terbaik dari dokter terbaik di rumah sakit tersebut hingga beberapa menit yang lalu Vanni telah menyelesaikan operasi caesarnya.
Oek... Oek.. Oek..
Suara tangisan putra pertama Tama dan Vanni terdengar begitu keras dari luar ruangan operasi. Ingin sekali Tama langsung menerobos ke dalam dan menggendong sang putra namun dokter tidak mengijinkannya. Ia harus menunggu prosedur operasi selesai.
" Ya Tuhan terima kasih telah menyelamatkan anakku, semoga kau juga akan menyelamatkan istriku." Ucap Tama. Ia mencoba duduk tenang di kursi yang ada di depan ruangan itu sambil menunggu.
Ceklek...
Pintu ruangan operasi terbuka, Tama pikir seorang suster akan membawa bayinya namun rupanya suster itu sendiri.
" Excuse me sir! We congratulate to you because the mother and baby are safe. We have moved your child to the nursery, while your wife is in the recovery room and soon we will move her to the VVIP treatment room number one. You can meet him in there." Said nurses.
( Permisi pak! Kami ucapkan selamat kepada anda karena ibu dan bayinya selamat. Anak anda telah kami pindahkan ke ruangan bayi, sedangkan istri anda sedang di ruang pemulihan dan akan segera kami pindahkan ke ruangan VVIP nomer satu. Anda bisa menemuinya di sana)
" Thank you miss." Sahut Tama.
(Biar gak bingung ke depannya kita pakai bahasa Indonesia saja ya)
Tama berjalan menuju ruangan bayi yang terlihat dari depan ruangan operasi. Ia berdiri di depan dinding kaca menatap seorang bayi laki-laki yang berada di inkubator.
Mrs Vanniya Mahardika
Tama tersenyum saat tahu jika itu bayinya. Bayi yang baru saja du angkat dari rahim sang istri tercinta.
" Lihat lah sayang! Putra kita terlihat begitu sehat, kulitnya putih dan pipinya bulat seperti bakpao. Dia terlihat menggemaskan, jadi nggak sabar pengin gendong sambil nyiumin tuh pipi." Monolog Tama sambil terus tersenyum bahagia.
Tidak ada kata yang mampu mewakili perasaannya saat ini. Rasa bahagia yang benar benar mendera di dalam hatinya tidak akan terungkap melalui kata kata. Ia bersyukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kebahagiaan yang hakiki kepadanya.
" Tuan, istri anda sudah kami pindah ke ruangan. Dan beliau juga sudah sadar."
Tama menoleh ke belakang dimana seorang suster berdiri di belakangnya.
" Jika nanti istri anda mengeluh sakit, itu karena efek anastesinya sudah mulai hilang. Jadi anda tidak perlu khawatir, kami juga sudah memberikan obat anti nyeri khusus ibu menyusui." Terangnya.
" Baiklah saya mengerti sus, terima kasih." Ucap Tama.
" Sama sama tuan, kalau begitu saya permisi." Suster itu pun meninggalkan Tama sendiri.
Tama beralih menuju ruangan VVIP nomer satu.
Ceklek...
Tama membuka pintu, hal pertama yang ia lihat adalah wajah pucat sang istri yang saat ini menatap ke arahnya. Tama tersenyum lalu masuk ke dalam menghampiri Vanni setelah menutup pintunya kembali.
" Mas ucapkan selamat padamu sayang, kau telah menjadi ibu saat ini. Terima kasih sudah berjuang demi kami. Terima kasih telah melahirkan putra pertama kita yang begitu lucu dan menggemaskan. Mas juga mau minta maaf! Karena keteledoran mas, kamu jadi menghadapi bahaya seperti ini." Ucap Tama, ia membungkuk lalu mengecup kening Vanni. Setelah itu ia menempelkan pipinya pada pipi Vanni dan mengelus elus kepala Vanni dengan lembut. Ia merasa sangat bersalah atas keadaan Vanni saat ini.
" Andai saja mas tidak meninggalkanmu, pasti semua ini tidak akan terjadi sayang. Kau tidak akan merasakan sakit yang begitu menyakitkan seperti hari ini. Mas minta maaf sayang, mas benar benar merasa bersalah pada kalian." Tama kembali mencium kening Vanni, tanpa ia sadari air mata menetes membasahi kening Vanni.
" Sebenarnya aku kesal padamu mas karena telah meninggalkan aku terlalu lama. Tapi aku juga tidak bisa marah padamu, apalagi kondisiku sekarang baik baik saja. Kamu tidak perlu merasa bersalah mas, aku dan anak kita baik baik saja bukan?" Ucap Vanni menatap Tama, ia tersenyum tipis membuat hati Tama sedikit lega.
" Terima kasih sayang, kau memang yang terbaik." Ucap Tama. " Sekarang istirahat lah! Kata dokter kita bisa menemui anak kita besok pagi." Imbuh Tama.
" Iya mas, tapi sepertinya aku tidak akan bisa tidur. Rasanya sakit dan perih mas bekas operasinya." Ujar Vanni.
" Kamu yang sabar ya! Mas do'akan semoga kamu cepat puluh dan luka bekas operasimu cepat sembuh. Melihatmu seperti ini membuat mas tidak berpikir untuk memiliki anak lagi. Cukup satu saja sayang, mas tidak tega melihatmu kesakitan."
Vanni menatap Tama dengan terkejut. " Jangan jadikan alasan ini sebagai pobiamu mas. Jika Tuhan memberikan kepercayaan lagi padaku, aku bisa apa. Aku akan menerimanya dengan senang hati. Bukan kah kamu ingin memiliki banyak anak biar kita bisa membuat tim sepak bola." Ucap Vanni terkekeh.
" Baiklah sayang, setelah lukamu sembuh mari kita membuat baby lagi!" Ucap Tama penuh semangat.
" Dih mesum." Decih Vanni.
" Oh ya sayang, kamu beri nama siapa anak kita?" Tanya Tama karena memang urusan nama ia serahkan pada Vanni sepenuhnya.
" Ervanno Maharazka." Sahut Vanni.
" Ervanno, bagus juga. Mau di panggil Ervan atau Vanno?" Tanya Tama meminta pendapat Vanni.
" Kalau menurutmu mas, bagusan di panggil siapa?" Ucap Vanni balik bertanya.
" Kita panggil Vanno saja, seperti nama ibunya." Ujar Tama.
" Baiklah baby Vanno." Sahut Vanni tersenyum bahagia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari ini tiba hari jadwal chek up Andreas ke rumah sakit. Dengan ditemani nyonya Ratna mereka menuju rumah sakit xx di negara ini. Selesai melakukan pendaftaran, Andreas di minta menunggu di depan poli bagian jiwa.
" Ma, aku ke toilet dulu ya." Pamit Andreas.
" Oke hati hati, cepat kembali ya keburu nomer antreanmu di panggil." Ujar nyonya Ratna.
" Oke."
Andreas berjalan menuju toilet yang ada di ujung sana melewati ruangan bayi. Ia menghentikan langkahnya saat mendengar suara seseorang yang begitu familiar di telinganya.
" Mas lihat anak kita! Dia tampan mirip banget sama kamu."
" Iya sayang, semoga nanti dia punya adik yang cantik seperti kamu."
Tiba tiba sesuatu berputar di dalam kepalanya. Potongan potongan puzzle terasa memenuhi kepalanya.
" Sayang kalau kita punya anak nanti, aku penginnya yang laki laki mirip denganku kalau perempuan mirip denganmu."
" Tentu saja kalau laki laki dia akan tampan sepertimu mas, kalau dia perempuan akan cantik seperti aku."
" Aku pengin punya sebelas anak sayang."
" Kenapa banyak sekali mas?"
" Karena aku pengin buat club sepak bola."
Andreas memegangi kepalanya yang terasa nyeri. Pikirannya masih terlibat dengan sesuatu yang sama sekali tidak ia mengerti.
" Dia mandul Andreas, menikah lah dengan Luna."
" Sebenarnya aku juga pengin segera punya anak sayang, itu sebabnya aku mau menikahi Luna."
Suara suara itu terdengar begitu nyata di telinga Andreas, kepalanya terasa semakin nyeri hingga ia pun merasa tidak tahan.
" Arghhh!!!!!" Teriak Andreas memegangi kepanya, bahkan ia pun menekan kepalanya berharap rasa sakit di kepalanya bisa berkurang. Ia melihat ke arah wanita yang sedang duduk di sebuah kursi roda sambil memangku seorang bayi.
" Vanni."
Akan kah ingatan Andreas kembali? Kenapa selama ini Vanni tidak pernah menyebut nama Andreas lagi? Apakah yang Vanni tahu Andreas sudah mati saat itu?
TBC...