Tidak pernah terbayang jika malam yang dia habiskan bersama pria asing yang memberinya uang 1M akan menumbuhkan janin didalam rahimnya.
Salsabila, gadis cantik berusia 26 tahun itu memutuskan merawat calon anaknya seorang diri. Selain tidak mengenal ayah dari calon anaknya. Rupanya pria itu sudah memiliki tunangan dan akan segera menikah.
Mampukah Salsabila menghadapi kerasnya hidup saat dia hamil tanpa suami?. Apalagi dia hamil diluar nikah!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naluri Seorang Ibu
"Jadi benar kalau Salsa hamil? Bukankah dia belum menikah?," tanya Bu Lia,
Maria dan Salsa tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bahkan wajah mereka berubah sedikit pucat.
"Bu Maria, apa benar kalau Salsa hamil? Lalu siapa ayah dari bayinya? Dia kan belum menikah?."
"Ibu salah dengar, Bu. Saya tidak mengatakan demikian," jawab Maria tegas.
Bu Lia menatap Maria dan Salsa dengan tatapan curiga. "Tapi tadi saya dengar Ibu berkata--!."
"Maaf Bu Lia. Saya tegaskan sekali lagi, Salsa tidak hamil. Anda hanya salah dengar."
Bu Lia terdiam, dia tentu tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Maria. "Saya hanya memastikan, Bu. Sebagai Bu RT, saya hanya ingin warga saya bersih. Apalagi Ibu dan Salsa adalah pemilik Panti Asuhan. Akan sangat merusak citra Panti kalian jika ada penghuninya yang melakukan perbuatan nista. Panti kalian bisa ditutup dan lingkungan kita juga tercemar karena penyakit masyarakat!."
Maria memandang kesal ke arah Bu Lia. Walau yang dikatakannya benar. Namun dia tidak berhak menghakimi Salsa tanpa tahu alasan yang sebenarnya. Sementara Salsa sendiri masih terdiam. Jantungnya berdegup kencang. Ucapan Bu Lia seolah menjadi teguran jika kedepannya situasi akan semakin sulit. Dianggap menyebar aib dan menodai citra dilingkungannya, Salsa terancam akan terusir dari tempat tinggalnya. Tidak masalah jika hanya dia yang terusir, tapi jika seluruh warga panti iktu terusir, dia akan semakin merasa bersalah.
"Ada keperluan apa Bu Lia kemari?," tanya Salsa
Wanita paruh baya itu tersenyum tipis, "Saya tadi ada rejeki. Ada dua karung beras didepan. Saya panggil - panggil kalian tidak ada yang menyahut. Jadi saya masuk saja!."
"Terima kasih atas kebaikan Ibu Lia. Semoga Allah membalas kebaikan Ibu!," ucap Maria ramah.
Bu Lia tersenyum, "Sama-sama Bu. Kita memang harus saling membantu pada sesama. Kalau begitu, saya pamit dulu!."
Setelah kepergian Bu Lia, Maria mengajak Salsa ke kamarnya. Dia tahu jika Salsa tengah memikirkan ucapan wanita tadi. "Sal, jangan terlalu dipikirkan ucapan Bu Lia. Tidak baik untuk ibu hamil terlalu banyak pikiran. Kasihan bayi kamu!."
"Tapi yang diucapkan Bu Lia benar, Bun. Akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan panti jika aku tetap berada disini. Kita tidak akan bisa menyembunyikan kehamilanku terlalu lama. Apalagi warga sekitar sini sangat anti dengan hal hal berbau negatif!."
"Bukankah sudah Bunda bilang. Apapun yang terjadi, kita akan melewatinya bersama-sama!."
Salsa menggeleng pelan, "Aku tidak boleh egois dengan melibatkan Bunda dan anak-anak dalam masalahku. Terlalu beresiko Bun. Bunda dikenal baik oleh orang-orang, oleh donatur dan juga warga sekitar. Apa yang akan mereka katakan jika mereka tahu aku hamil tanpa suami. Mereka tidak hanya akan menghujatku, tapi Bunda juga. Bahkan anak-anak akan kena imbasnya. Warga akan membenci kita, tidak menutup kemungkinan para donatur akan menghentikan sumbangan mereka. Kasihan anak-anak, Bun. Jadi, biar aku saja yang pergi!."
"Bunda tidak setuju, Sal. Kamu belum pernah pergi jauh sendirian. Terakhir kamu pergi, kamu malah mengalami semua ini. Bunda tidak bisa membiarkan kamu pergi lagi. Bunda khawatir, Bunda tidak mau kamu kenapa-napa. Kamu anak Bunda, jadi apapun yang terjadi nanti, Bunda akan selalu ada untuk mendukungmu!."
Salsa tersenyum, dia sungguh beruntung memiliki ibu yang mau merawat dan membesarkannya sepenuh hati seperti Maria. "Tapi dengan adanya aku disini, kalian akan terancam. Aku mohon Bunda, jangan buat aku semakin bersalah pada kalian jika sampai kalian menderita karena aku!."
"Tapi kamu akan kemana? Tujuan saja kamu tidak punya," ucap Maria dengan nada khawatir.
Salsa memandang lekat wanita yang telah merawatnya sejak kecil itu, "Aku tidak akan mengulang kesalahan yang sama, Bun. Aku banyak belajar dari pengalaman hidup yang pernah aku lewati. Aku janji akan menjadi Salsa yang lebih baik lagi. Aku percaya kalau rencana Allah lebih indah dari rencana kita. Dan dimanapun aku berada, aku akan tetap mengingat bunda dan anak-anak."
Maria tak dapat menyembunyikan tangisannya, dia memeluk erat putri yang dia rawat sejak 26 tahun silam. "Bunda menyayangimu, Nak. Sampai kapanpun kamu tetaplah anak Bunda!."
Salsa mengangguk, "Aku tidak akan melupakan Bunda, setalah melahirkan nanti, aku akan sering-sering mengunjungi Bunda!."
Maria tersenyum lembut, "Kalau boleh Bunda meminta, tunggulah sampai acara anak Bu Gita selesai. Kamu juga masih ada tanggung jawab kerja dengannya. Beliau menjanjikan liburan, setidaknya, temani Bunda dan adik-adikmu sebelum kamu pergi!."
"Tentu Bunda. Aku an menemani kalian. Tapi aku pastikan, itu bukan pertemuan terakhir kita!."
*
*
*
"Sejak kapan abangmu seperti ini?", tanya Gita khawatir, Azka kembali mual muntah dipagi hari. Bahkan dia terlihat begitu pucat dan lemas.
"Hampir dua bulan!," jawab Saga santai
Gita menatap putra bungsunya, hampir dua bulan dan Saga ataupun Azka tidak mengatakan apapun padanya. Jika dia tidak berinisiatif datang ke apartemen putranya, mungkin mereka tidak akan mengatakan apapun juga.
"Kamu harus periksa ke dokter, Bang! Biar jelas kamu itu sakit apa!."
Azka menggeleng, "Nanti akan sembuh sendiri, Bun!."
"Abang hanya mual muntah di pagi hari, Bun. Setelah agak siangan, dia akan sehat lagi!." ucap Saga
Deg
Jantung Gita berdetak tak karuan, kenapa yang dialami Azka sama persis dengan apa yang Dirga alami saat dirinya hamil. Mungkinkah Salwa hamil dan Azka yang mengalami kehamilan simpatiknya? Atau kalau bukan Salwa, ada wanita lain yang saat ini sedang mengandung cucunya.
Perasaan Gita mulai resah, "Ga, kamu hubungi dokter Arman, suruh dia datang kemari!," perintah Gita. Saga langsung keluar dari kamar Azka.
"Mau Bunda bantu?," tawar Gita. Azka menggeleng, dia berjalan pelan dari kamar mandi menuju ranjang.
"Sekarang jujur pada Bunda. Apa yang sudah kamu lakukan dengan Salwa?."
Azka menatap sang Bunda, "Maksud Bunda apa?."
"Bunda adalah seorang ibu. Dan naluri seorang ibu tidak pernah keliru. Apa kamu pernah tidur dengan Salwa? Atau mungkin, sekarang Salwa mengandung anakmu?."
semangat thor