Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wisata Ke Puncak
Perjalanan menuju tempat wisata puncak cisaru bogor membutuhkan hampir tiga jam, karena cukup banyaknya pengunjung yang berdatangan selain dari warga bogor sendiri tapi juga dari arah ibukota, lalu ketika sudah memasuki area puncak semilir udara sejuk mulai terasa seakan menyejukan jiwa serta menjernihkan pikiran, dan mereka pun takjub akan pemandangan yang di samping kiri dan kanan bahu jalan tersebut, ketika mereka memasuki area puncak.
"🎶Naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali, kiri-kanan ku lihat saja banyak kebun teh berjajar🎶"
"Heh, gak salah lirik tuh, para gadis 70an," gerutu Rijal yang berada dibalik kemudi, dia sedikit kecewa karena tadinya dia berharap satu mobil dengan calon istrinya, tapi karena supir yang disuruh mengemudiakan mobil bak terbuka yang ditumpangi ibu-ibu PKK ada acara mendadak, membuatnya disuruh mengemudikan mobil tersebut dengan ditemani Rehan, karena semuanya sudah mengetahui selain sudah bisa mengemudi, dia juga sudah mempunyai SIM meski dengan cara menembak.
"Lah, emang benerkan, gak ada pohon cemara," timpal Rehan dengan menahan tawa melihat raut wajah temannya itu, rombongan yang hampir didominasi oleh pegawai desa Padasuka tersebut berjumlah tiga mobil, dengan dua mobil bak terbuka dan satu lagi mobil pribadi pak Jalal, yang tadinya akan mereka berdua tumpangi.
Beberapa menit kemudian, rombongan tersebut telah sampai di tempat tujuan, dan satu persatu ibu-ibu turun berloncatan dari bak terbuka dengan seruan suruan yang cukup berisik.
"Akhirnya sampai juga, pantat saya sampai tepos gini," seru salah satu ibu-ibu yang langsung berdiri dan hendak turun.
"Awas, jangan pada loncat ntar keseleo lagi dah," Seru Rijal setelah sempurna memarkirkan mobil.
"Wah pemandangannya bagus juga ya, dari pada yang ada di dekat tempat kita mah," Seru salah satu ibu-ibu tanpa mempedulikan ocehan dari supir yang membawa mereka itu.
"Ya kan, kalau wisata ditempat kita mah masih baru, ini mah kan udah lama bu," timpal ibu satunya lagi menanggapi perkataan temannya.
Rehan pun melirik ke arah Rena yang baru saja turun dan tengah menikmati semilir udara segar yang membelai wajah cantiknya, dan entah mengapa Ketika setiap kali bertemu atau melihat senyumnya yang begitu indah, dalam hati dengan suara lirihnya Rehan bergumam:"Tuhan, dia saja ya?"
Meski ini bukan permintaan yang sederhana, bahkan mungkin terkesan tidak tahu diri, tetapi di tengah harapan dan ketidakberdayaan, dia sungguh-sungguh meminta pada Sang Pemilik Takdir.
"Awas.. ntar matanya kemasukan debu loh, sampai gak berkedip gitu ngeliatinnya," seru ibu kades dengan cukup keras, membuat wajah Rehan merah padam menahan malu, dan semua rombongan ibu-ibu PKK pun serempak tertawa, sementara Rena hanya tersenyum geli melihat tingkah laku dari kekasihnya.
"Sudah,sudah, jangan gangguin Rehan terus, kayak gak pernah muda saja, lihat tuh mukanya sampe kayak udang rebus, lebih baik cepat bawa barang-barang yang diperlukan," ucap Pak Kades Jalal mencoba meredakan suasana riuh tersebut.
Mereka pun berjalan menuju tempat wisata dengan menelusuri kebun teh, tepatnya tempat wisata yang disebut telaga saat yang merupakan titik nol dari sungai ciliwung, sesampainya ditempat dan setelah membayar tiket masuk, ibu-ibu mulai sigap menggelar tikar dekat telaga dan mengeluarkan bekal yang dibawa dari rumah masing-masing, sementara anak-anak mereka bermain di tepi telaga.
"Ingat buang sampahnya jangan sembarangan, budayakan malu jangan budayakan malu-maluin," seru Pak Kades Jalal mengingatkan.
"Siap Pak Kades, kami sudah bawa kantong kresek yang besar kok, nyantai aja kayak di pantai," seru kompak ibu-ibu, membuat Pak Kades geleng-geleng kepala melihat tingkah bawahan dari istrinya tersebut, yang kadang suka heboh dimana pun berada.
Sementara Rehan, Rena, Rijal dan Maryati calon istrinya, juga Bu Kades Nia dengan membawa kedua anaknya yang ditemani anak Bu sekdes Hasna, tengah melihat-lihat area sekitar danau.
"Pemandangan yang sangat indah ya, bahkan udaranya sangat sejuk meski disiang hari begini," ucap Rena mengagumi pemandangan sekitar danau yang di kelilingi oleh bukit dan kebun teh tersebut, sambil mengarahkan kameranya ke berbagai sudut untuk mengabadikan pemandangan yang tengah mereka nikmati.
"Ya memang indah, gak salahkan tempat pilihan ibu," timpal Bu Nia merasa bangga melihat ekspresi senang dari bidan muda yang bertugas di desanya tersebut.
"Eh ngomong-ngomong kita akan nginep apa gimana bu?" tanya Rijal.
"Ya pulanglah, kita kan disini cuman makan-makan bareng, itung-itung menyambut bulan Ramadhan, kalau nginep kasian ibu-ibu juga anak-anaknya kan besok masuk sekolah," ucap Bu Kades.
Kegiatan wisata rombongan tersebut sampai seharian penuh, dengan di isi berbagai acara diantaranya senam, makan bersama, serta mengadakan game dadakan antar anggota ibu-ibu PKK.
"Saya bersyukur banget deh Kang bisa bertugas di desa Padasuka, selain semua warganya ramah, dan selalu kompak dalam segala hal, ya mudah-mudahan saya bisa tinggal di kampung ini lebih lama lagi, bahkan ingin bisa menjadi salah satu bagian dari warga desa Padasuka," ucap Rena pada Rehan ketika mereka berjalan santai berdua menelusuri kebun teh, sementara yang lainnya tengah beristirahat sehabis bermain game dadakan.
"Iya syukurlah kalau kamu betah Ren, dan juga selain ibu-ibu,dan anak-anak begitu menyukai mu, ada juga yang berharap bisa membuatmu menjadi warga desa ini suatu hari nanti," timpal Rehan sambil memandang kearah telaga.
"Siapa?" tanya Rena spontan.
"Ya diriku inilah, siapa lagi, jadi mau kah kamu menjadi istri ku suatu hari nanti?" ucap Rehan sambil tersenyum, sambil menggenggam erat telapak tangan Rena dengan menatap ke arah wajah gadis tersebut.
membutuhkan waktu yang lama untuk Rehan mengumpulkan keberanian mengungkapkan niatnya tersebut, bahkan malam sebelum berangkat ikut pergi berwisata dengan rombongan pegawai desa, dia hampir tidak tidur hanya sekedar mencari kata-kata yang tepat untuk dia ungkapkan.
"Saya sangat bersedia menjadi istri Kang Rehan, dan saya berharap Akang bisa menjadi suami saya suatu hari nanti," timpal Rena membalas genggaman tangan pemuda asal kampung Padasuka tersebut, tanpa disadari keduanya bibir mereka hampir saja bertaut, seandainya tidak ada teriakan dari Bu Kades dari kejauhan memanggil mereka untuk segera berkumpul, membuat mereka dengan reflek cepat melepas genggaman tangan keduanya.
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗