Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Di istana Putra Mahkota, suasana terasa begitu tegang. Cheng Xiao dan para pelayan dari paviliun Awan bersujud dengan khidmat di hadapan seorang Kasim Kaisar yang baru saja tiba. Kasim itu, dengan wajah tanpa ekspresi, membuka gulungan berwarna kuning keemasan yang menandakan dekrit kekaisaran.
"Atas titah Kaisar," suara Kasim itu menggema di seluruh ruangan, "Kaisar berfirman. Pernikahan antara Putra Mahkota Wang Yuwen dengan Cheng Xiao secara resmi dibatalkan. Perceraian akan segera dilaksanakan. Demikian." Setiap kata yang diucapkan Kasim itu bagaikan palu yang menghantam hati para pelayan yang hadir, namun tidak dengan Cheng Xiao.
Dengan tenang, Cheng Xiao menerima dekrit tersebut. "Terima kasih, Yang Mulia," ucapnya dengan suara yang nyaris tak terdengar, namun sarat akan emosi yang terpendam.
Setelah Kasim Kaisar pergi meninggalkan istana Putra Mahkota, Cheng Xiao masih berlutut di sana, menggenggam erat dekrit perceraian yang selama ini menjadi harapannya. Angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela, menerbangkan helaian rambutnya yang tergerai.
"Nona," panggil Lian'er, pelayan setianya, dengan nada khawatir.
Cheng Xiao menoleh, senyum tipis mengembang di bibirnya yang pucat. "Aku bebas, Lian'er," ujarnya dengan suara bergetar, air mata mulai menetes membasahi pipinya. "Aku bebas dari rasa sakit yang selama ini aku ciptakan sendiri."
Lian'er mengangguk, air mata haru juga mulai membasahi pipinya. Ia mendekat dan memeluk Cheng Xiao erat, mencoba menyalurkan kekuatan dan dukungan. Hari itu juga, Cheng Xiao memutuskan untuk segera kembali ke kediaman Adipati, rumah yang selalu dirindukannya. Ia tidak ingin menunda kepulangannya barang sedetik pun.
Di balik pilar besar yang kokoh, Zhou Mei mengamati setiap gerak-gerik Cheng Xiao. Awalnya, ia mengira bahwa Cheng Xiao adalah saingan terberatnya dalam perebutan posisi sebagai istri utama, atau bahkan Permaisuri di masa depan. Namun, melihat Cheng Xiao, yang dikenal sebagai anak kesayangan Adipati, begitu mudahnya mengalah pada pernikahan dengan putra mahkota, Zhou Mei merasa semakin penasaran. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh wanita itu, sesuatu yang membuatnya rela melepaskan segalanya. Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan di benaknya, membuatnya semakin ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Cheng Xiao menyusuri lorong-lorong istana dengan langkah yang lebih mantap dari sebelumnya, menggendong bayi mungilnya erat dalam pelukan hangat. Bayi itu, buah hatinya, adalah alasan terbesarnya untuk pergi. Lian'er, pelayan setianya, mengikuti di belakang, bersama dengan beberapa pelayan dari kediaman Adipati yang datang untuk membantu membawa barang-barang. Tidak banyak yang menjadi milik Cheng Xiao di istana ini; hatinya bahkan telah ragu saat pertama kali memasuki gerbang istana putra mahkota pada hari pernikahannya.
Sinar mentari sore yang keemasan menyorot wajah Cheng Xiao saat ia melangkah keluar dari istana Putra Mahkota. 'Tidak akan ada lagi pengorbanan... Tidak akan ada lagi penghinaan, dan tidak akan ada lagi rasa sakit,' gumam Cheng Xiao dalam hati, tekadnya membara seperti api yang takkan padam.
'Semua harapan ku, selesai sampai di sini...' lanjutnya lagi dalam hati, saat kakinya benar-benar melangkah melewati gerbang istana putra mahkota, meninggalkan segala kenangan—baik dan buruk—di belakangnya. Angin berhembus lembut, menerbangkan helaian rambutnya yang tergerai, seolah alam pun ikut merasakan kebebasannya.
Di halaman istana Kaisar, kereta kuda Adipati sudah menunggu, lengkap dengan lambang kebanggaan keluarga yang terpampang jelas. Jantung Cheng Xiao berdegup kencang, dadanya terasa sesak membayangkan tatapan ayahnya saat dia pulang nanti. Ia tahu, ayahnya pasti sangat kecewa padanya.
"Nona, biar aku saja yang menggendong tuan muda," ujar Lian'er lembut, menyadari raut lelah di wajah Cheng Xiao saat ia hendak menaiki kereta kuda.
Cheng Xiao menggeleng pelan, senyum tipis terukir di bibirnya. "Tidak perlu, Lian'er. Aku bisa," jawabnya, lalu dengan hati-hati menaiki kereta kuda, melindungi bayinya dari guncangan. Ia menatap istana Putra Mahkota untuk terakhir kalinya, lalu membuang muka, siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya dan bayinya.
Di dalam kereta, Cheng Xiao mendekap erat bayinya. Ia menatap wajah mungil yang tertidur pulas itu, hatinya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang. Bayi ini adalah kekuatannya, alasannya untuk terus berjuang. Ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan memberikan yang terbaik untuk anaknya, melindunginya dari segala bahaya dan kesedihan.
Lian'er duduk di hadapannya, menatap Cheng Xiao dengan tatapan penuh simpati. Ia tahu betul apa yang telah dialami oleh nonanya itu. Pernikahan tanpa cinta, penghinaan, dan pengorbanan yang tak terhingga. Namun, Lian'er juga tahu bahwa Cheng Xiao adalah wanita yang kuat dan tegar. Ia yakin, Cheng Xiao akan mampu melewati semua ini dan menjadi ibu yang hebat bagi anaknya.
Kereta kuda melaju dengan kecepatan sedang, melewati jalanan kota yang ramai. Cheng Xiao menatap keluar jendela, melihat pemandangan yang sudah lama tidak ia lihat. Ia merasa seperti orang asing di kotanya sendiri. Banyak perubahan yang terjadi selama ia berada di istana Putra Mahkota.
Saat kereta kuda kediaman Adipati berderap menjauh meninggalkan istana kekaisaran, Su Jing Ying yang menyaksikan kepergian Cheng Xiao dari balik pilar istana menatap punggung wanita itu dengan sorot mata penuh kesedihan dan penyesalan. Angin bertiup pelan, menerbangkan helaian rambutnya yang tergerai, seolah ikut merasakan pilunya suasana. "Maafkan aku, Cheng Xiao," gumamnya lirih, suaranya nyaris tenggelam dalam hiruk pikuk istana.
Di sisi lain, Putra Mahkota Wang Yuwen tengah dalam perjalanan menuju wilayah selatan untuk memadamkan pemberontakan yang semakin merajalela. Namun, perasaannya terasa begitu berat dan mengganjal, seolah ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya, menggerogoti hatinya dengan rasa bersalah yang tak tertahankan.
"Cheng Xiao, tunggu aku kembali, aku akan menjelaskan semuanya padamu," gumamnya pelan, matanya tertuju pada tusuk rambut milik Cheng Xiao yang diam-diam ia simpan. Entah sejak kapan, sosok wanita itu selalu menghantui pikirannya, memenuhi benaknya dengan penyesalan dan kerinduan yang mendalam.
Wang Yuwen sendiri sengaja tidak menemui Cheng Xiao saat akan berangkat ke wilayah selatan; ia merasa Cheng Xiao belum siap untuk melihatnya. Luka yang ia torehkan pada hati Cheng Xiao terlalu dalam, terlalu besar untuk bisa sembuh dalam waktu singkat. Ia takut, jika ia memaksakan diri untuk menemui wanita itu, Cheng Xiao hanya akan semakin membencinya.
"Yang Mulia, hamba mendapatkan laporan jika Jenderal Tang kembali ditugaskan ke perbatasan," ujar Zhang Tian, memecah keheningan di dalam kereta.
Setelah rahasianya terbongkar, Wang Yuwen sudah menduga bahwa Kaisar akan memberikan hukuman kepada Jenderal Tang. Namun, ia tidak menyangka bahwa Jenderal Tang akan kembali dikirim ke perbatasan, tempat yang penuh dengan bahaya dan ketidakpastian.
"Apakah aku menyebabkan semua orang sengsara, Zhang Tian?" tanya Wang Yuwen dengan nada putus asa, sorot matanya mencerminkan beban berat yang ia pikul.
Zhang Tian terdiam, tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Jika ia bisa jujur, mungkin ia akan mengatakan bahwa Wang Yuwen adalah seorang yang teramat bajingan. Selain mengorbankan kehormatan seorang wanita, ia juga menghancurkan sebuah persahabatan hanya karena ia tidak mau mencoba membuka hatinya dan melihat ketulusan yang ada di depan matanya.
"Hamba tidak berani berpendapat, Yang Mulia," jawab Zhang Tian pada akhirnya, memilih untuk tetap menjaga kesetiaannya dan menghindari konflik yang tidak perlu.
semangat up nya 💪
semangat up lagi 💪💪💪
Semangat thor 💪