Naren kehilangan pekerjaannya dan terpaksa kerja serabutan demi menghidupi istri serta tiga anaknya.
Namun pengorbanannya tidak cukup untuk menahan hati Nadira, sang istri, yang lelah hidup dalam kekurangan dan akhirnya mencari kenyamanan di pelukan pria lain.
Di tengah getirnya hidup, Naren berjuang menahan amarah dan mempertahankan keluarganya yang perlahan hancur.
Mampukah Naren tetap mempertahankan keluarga kecilnya di tengah peliknya kehidupan? Menurunkan Ego dan memaafkan istrinya demi sang buah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Undangan pernikahan
Menjelang sore, barulah orang tua Naren pulang ke rumah. Mereka tampak kewalahan membawa beberapa barang belanjaan yang entah apa isinya.
Naren yang sejak tadi bermain dengan anak-anaknya segera menghampiri, membantu membawa barang bawaan. Di sampingnya Naresa dan Darian tidak ingin kalah membantu nenek dan kakek mereka.
"Banyak bangat buk belanjaanya," ujar Naren sembari membawa ke dapur untuk belanjaan bulanan. Sedangkan beberapa pakaian ia letakkan di atas meja.
"Iya soalnya banyak stok bulanan yang habis jadi sekalian saja Nak. Kalau pakaian mah kita dapatnya diskon besar-besaran." Ibu Naren terkekeh, wanita mana saja akan tergiur dengan sebuah diskon.
"Diskon?" Kening Naren mengerut.
"Iya, tadi kan ibu bawa Seren jalan-jalan, terus nggak sengaja liat toko pakaian anak yang gemes-gemes banget. Eh ternyata pemiliknya teman sekelas kamu." Wanita paruh baya itu tampak antusias menceritakan perjalanannya.
"Shanaya Bu?" tebak Naren, sebab Shanaya tadi mengirimkan sebuah foto padanya dan terlihat berada di toko pakaian anak.
"Iya, katanya untuk harga keluarga teman banyak diskon. Jadi ibu kalap deh." Ibu Naren masih tersenyum lebar.
Naren mengambil alih mengendong Seren agar ibunya bisa istirahat. Dia dan anak-anaknya mulai unboxing belanjaan. Terdapat banyak baju karakter lucu-lucu. Ternyata bukan hanya untuk Seren, tetapi untuk Darian dan Naresa pun ada.
"Ih adek cantik banget pakai ini!" seru Naresa langsung memasangkan bando di kepala adiknya.
Tawa bahagia terdengar di ruangan itu. Bahkan tanpa kehadiran seorang ibu mereka masih bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga.
Merasa jam kerjanya semakin dekat, Naren menitipkan anak-anak pada ibunya. Ia bersiap-siap untuk berangkat kerja.
"Dadah ayah, hati-hati!" teriak Naresa dan Darian di ambang pintu. Naren melambaikan tangannya sebelum melajukan mobil.
Sebenarnya pekerjaan Naren tidak terlalu keras, setidaknya itu yang terjadi saat ini. Entah kedepannya akan seperti apa sebab ia sempat mendapatkan rumor di kantor keamanan. Katanya ada seseorang yang sedang mengincar Leona dengan alibi balas dendam.
Bahkan tadi pagi Naren mendapatkan jadwal latihan rutin dari kantor.
"Kenapa pintunya nggak rapat?" tanya Naren pada William ketika melihat pintu apartemen Leona sedikit terbuka.
"Oh itu, di dalam ada temannya nona Leona. Yang tinggi cantik itu loh. Rambutnya hitam tapi ada ungu dikit."
"Shanaya?"
"Nah itu!" seru William. "Semangat sift malamnya." William mengejek. Sift malam adalah hal paling membonsankan karena tidak ada teman. Berbeda ketika sift pagi, di mana Leona sering bepergian atau bertemu banyak pebisnis.
"Paket!" seru pria yang baru saja keluar dari lift.
Melihat itu, Naren menutup rapat pintu apartemen dan menahan pria yang hendak memencet bel.
"Pesanan atas nama siapa?"
"Shanaya."
"Terimakasih." Naren mengambil makanan tersebut. Memeriksanya benar makanan atau ada yang terselip di dalamnya.
Memastikan aman, Naren mengirim pesan pada Shanaya. Tidak lama pemilik makanan pun keluar dengan senyuman di wajahnya.
"Sudah ganti sift ternyata. Makasih Naren," ujar Shanaya mengambil makanan pemberian Naren.
"Sama-sama."
"Oh iya tadi aku ketemu putrimu. Ih gemes banget sampai pengen peluk."
Naren tersenyum menanggapi kegemesan Shanaya, terlebih wanita itu memegang pipinya sendiri. Mungkin sedang membayangkan Seren bersamanya.
"Lain kali kalau ibu aku ke toko kamu, jangan dikasih diskon berlebihan. Usaha ya usaha, teman ya teman," ucap Naren.
"Apa sih Ren. Itu tuh stok lama yang targetnya sudah mencapai jadi diskon besar-besaran."
"Serius ini?"
"Iya, berlaku kok ke semua orang."
"Syukurlah." Naren tersenyum. "Sana masuk, takut nona Leona mencari."
Shanaya mengangguk, tetapi pergerakannya terhenti ketika mendengar teriakan seseorang.
"Shanaya!"
"Arina?"
"Rafka akan menikah."
"Demi apa?" Shanaya tersenyum lebar.
"Iya, tadi pacar aku ngabarin sekalian nitip undangan buat kamu, Leona dan Nadira."
.
.
.
.
.
.
Mampus!
udah kmu sm shanaya aja aku dukung pake bgtttt😄
tapi jangan Leona deh orang tuanya konglomerat takut Nanti Naren nya juga minder
dan takutnya orang tua Leona ga mau menerima anak2 Naren
jadi sama shanaya aja
semoga Naya juga sayang anak2 Naren