Bima, seorang mahasiswa semester akhir yang stres kerena skripsi nya, lalu meninggal dunia secara tiba-tiba di kostannya. Bima kemudian terbangun di tubuh Devano, Bima kaget karena bunyi bip... bip... di telinganya. dan berfikiran dia sedang mendapatkan hukuman dari Tuhan.
Namun, ternyata dia memasuki tubuh Devano, remaja berusia 16 tahun yeng memiliki sakit jantung dan tidak di perdulikan orang tuanya. Tetapi, yang Bima tau Devano anak orang kaya.
Bima yang selama ini dalam kemiskinan, dan ingin selalu memenuhi ekspektasi ibunya yang berharap anak menjadi sarjana dan sukses dalam pekerjaan. Tidak pernah menikmati kehidupan dulu sebagai remaja yang penuh kebebasan.
"Kalau begitu aku akan menikmati hidup ku sedikit, toh tubuh ini sakit, dan mungkin aku akan meninggal lagi," gumam Bima.
Bagaimana kehidupan Bima setelah memasuki tubuh Devano?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere Lumiere, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[16] Menyelamatkan Anglerfish
Davano : Bisa lo sherlock tempat lo sekarang?
Theo : Oke gue sherlock sekarang.
Theo kemudian mematikan telpon nya, tidak berselang lama sebuah notifikasi muncul di layar ponsel Devano. Tanpa memperdulikan hal lain Devano langsung buru-buru meninggal kan rumah.
Hingga tiba-tiba dia berhenti di persimpangan gang komplek dan menyadari keputusan bodohnya, "Ish… kenapa nggak mesen ojol atau pake mobil gue, suruh sapa kek yang nyetir," ujar Devano merutuki dirinya sendiri.
Dia terlihat menoleh ke kiri dan kanan takut ada seseorang yang melihat tingkah anehnya, namun ternyata lingkungan itu sepi.
Devano merasa lega kemudian mengambil ponselnya kantong celana, lalu mengarahkan tangan nya pada aplikasi ojek online dan mulai memesan.
Tidak berselang lama, ojek online pun datang, "Dek, atas nama Devano ya?"
"Iya Pak," ujar Devano langsung menaiki motor beat itu.
Driver ojek itu kemudian memberikan helm pada Devano, "Ini dek pakai helmnya dulu, bapak takut kena tilang di jalan,"
"Iya Pak, cepet Pak," ujar Devano mengambil helm itu dengan sedikit terburu-buru dan memasang nya dengan asal.
"Lokasi sesuai aplikasi ya?" namun driver ojek itu masih terlihat santai sembari menyetater motornya.
"Iya cepetan pak, nanti temen saya mati kalau nggak keburu," ucap Devano menepuk pundak pria paruh-baya itu dengan kencang.
Driver ojek itu melajukan motornya kini sesuai keinginan Devano, motor itu berjalan cukup kencang, namun belum cukup kencang bagi Devano.
"Pak lebih cepet bisa nggak sih, teman saya sekarat loh," ujar Devano menepuk pundaknya lagi dan lagi.
"Dek nggak bisa kencang lagi bapak, dek, bapak bukan Valentino Rossi, tukang balap sirkuit itu, lagian teman kamu kenapa dek sekarat di rumah sakit atau kecelakaan," bantah pria itu, dia tidak mau terjadi hal buruk pada mereka karena ingin menolong orang yang sekarat.
"Hah… apa pak?" kata Devano karena hembusan angin yang kencang membuat suara driver ojek tak terdengar.
Beberapa menit kemudian mereka akhirnya sampai di tempat tujuan, meskipun dengan perdebatan. Devano yang ingin cepat, sedangkan Driver ojek itu ingin lambat asal selamat.
"Ini pak uangnya?" ketus Devano karena keinginannya tidak setujui oleh pria paruh-baya itu.
Driver itu melihat kearah uang yang di berikan Devano yang ternyata ada kembaliannya, Driver ingin menyodorkan sisa uang pada Devano. Namun, ketika dia menoleh ternyata Devano sudah berjalan dengan cepat meninggalkan nya.
"Eh dek! uangnya masih ada kembaliannya!" teriak Driver ojek online itu.
"Udah kasih aja buat anak bapak, buat dia jajan di sekolah!" teriak Devano mengibaskan tangan menandakan dia tak butuh uang itu.
Driver ojek online itu tersenyum menatap uang yang tak seberapa itu, "Syukur lah anak ku bisa beli kaus kaki hari ini, kaus kakinya sudah bolong semua," gumam nya dalam hening.
Sedangkan di sisi lain, Devano sudah berada di depan kafe yang maksudkan Theo, namun tiba-tiba seseorang menarik menjauh dari depan pintu kafe itu.
Devano menoleh nanar pada sosok yang menariknya, "Theo…"
"Hush, kita ngobrol nya disini, takut kedengaran sama pengunjung lain," ujar Theo melihat kesegala penjuru arah.
"Lo kenapa dah kayak intel," ucap Devano kini dagu tertekuk karena begitu heran dengan tingkah temannya itu, namun dia tetap mengikuti intruksi dari sahabatnya itu.
"Ayo kita kebelakang kafe, gue liat mereka kearah sini," ujar Theo menujuk kearah depan mereka, karena kini mereka menuju kearah belakang kafe.
"Yo, kenapa lo nggak lawan sendiri?" tanya Devano masih mengikuti langkah mengendap-endap Theo.
"Gue nggak ada kekuatan bego, lo belum ajarin gue. Lagian lo yang bentuk geng, masa gue juga yang repot, pea lo." bisik Theo menatap nyalang pada Devano.
"Lah iya juga yak, hehehe…" ujar Devano mengeplak jidat sendiri, karena merasa diri nya bodoh.
Mereka pun kembali mengendap-endap hingga sampai lah mereka ke lokasi kejadian perkara. Mereka melihat Keral sedang kepung oleh beberapa orang.
"Eh, itu si anglerfish!" pekik Devano.
"Bisa diem nggak sih lo, No," sinis Theo takut ketiga orang itu menoleh padanya.
"Gue nggak takut," ucap Devano menaikkan bahunya.
"Lo emang suka cari masalah dah, kalau jan…"
Suara Theo di hentikan seseorang yang sedang bertepuk tangan di hadapan mereka, "wah, siapa nih yang datang, Jangan-jangan pahlawan kesiangan,"
"Nggak bukan pah…" ucap Theo di potong lagi, kali ini bukan dari para pembully itu, namun dari sahabatnya yang berada di sebelah kirinya.
"Gue emang pahlawan, tapi bukan pahlawan kesiangan, pahlawan beneran wahahaha…" kekeh Devano membuat semua orang mengerutkan mata mereka.
"No, sadar woy," ujar Theo menyikut bahu Devano.
Devano tak berhenti senyum-senyum sendiri, entah apa yang laki-laki itu pikiran mereka meyeringitkan jidat nya dalam.
"Heh, persetan lo kesambet apaan, tapi kalian udah liat kita tadi," ujar Haikal mengepal tangan seperti akan segera menyerang Devano dan Theo.
Devano pun tak ingin kalah memperlihatkan kuda-kudanya dan tersenyum sinis, "Gue nggak takut sini maju, kalau berani," ujar Devano kemudian mengepalkan tangannya.
Tak tiknya tidak jauh berbeda dari sebelumnya, dia akan terus melakukan penghindaran dan penangkisan hingga mendapatkan celah untuk melawan.
Haikal terus membuat gerakkan meninju bagaikan mereka ada di arena tarung yang menegangkan, sedangkan Theo berusaha mengendap-endap untuk menyelamatkan kan Kerel yang sudah terjatuh di tanah.
Sedangkan Devano seperti nya sangat sibuk seakan menjadi seorang beatboxer yang sedang memainkan suaranya yang begitu cepat.
"Ayo bos, lawan dia!" seru teman-teman Haikal menyemangati nya.
"Cih… susah bener kenanya dah," decak Haikal terus melayangkan tinju, namun tak satupun yang mengenai Devano.
Hingga akhirnya, Haikal tersenggal seolah tidak punya tenaga lagi untuk melawan, meskipun sorot mata masih nyalang ingin melawan pada detik berikut nya.
Namun, dia tak mampu masih ingin menghirup lebih banyak oksigen lagi. Tetapi, Devano tanpa aba-aba melompat sembilan puluh derajat di hadapan Haikal.
Kemudian memukul tengkuknya telak, mambuat Haikal tersungkur dengan wajahnya lebih dulu menyentuh tanah.
"Gimana?" ujar Devano menyentuh dadanya yang kembang-kempis saat ini.
"Berani lo lawan bos kita," geram kedua teman Haikal, terlihat memutar memutar tinjunya dan meregangkan otot lehernya.
"Yah, masih ada dua lagi, sanggup nggak ya gue," gumam Devano tersenggal memegang dadanya.
"No, gue datang!" teriak Theo bersama kayu besar di tangan nya dan memukul kedua teman Haikal hingga mereka tak sempat lagi menoleh, sekarang mereka terlihat tidur nyenyak di tanah itu, sebab ulah Theo.
"Bagus, Yo?" ucap Devano memperlihatkan jempolnya, dan Theo pun tersenyum bangga.