Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 16
Hari Senin tiba, Saka sempat bertemu Gendhis, sengaja janjian bertemu pagi hanya untuk saling menyapa.
Sebuah kabar baik didengarnya, Gendhis mengatakan akan pindah ke sekolah yang sama dengan Saka, namun tentu saja beda jurusan. Prosesnya sedang ditangani seorang guru petugas. Selambatnya Senin depan, cewek itu akan resmi menjadi murid.
Selain menuntaskan pendidikan, Gendhis juga ingin lebih mudah berinteraksi dengan orang-orang yang mengenal mendiang kakak kembarnyaーGege Wangsa, hingga merujuk ke satu arahーpelaku pembunuhan.
Saka berjanji akan terus membantu.
Mereka berpisah saat bell berbunyi, Gendhis berlalu dari area sekolah menuju tempat kerja paruh waktunyaーsebuah tempat fotocopy di simpang pasar. Tempat kerja yang akan memberinya hidup selama di Jakarta setelah memutuskan meninggalkan Bogor dan keluarga angkat yang hanya memintanya menikah muda, dengan pilihan para pria tua yang banyak uang, seperti juragan empang salah satunya.
Itu salah satu cerita miris yang didengar Saka di selipan kesempatan bicara dengan cewek itu di line telepon.
ー
Belum menemukan titik terang, Saka sekolah seperti biasa. Fokus pada nilai pengembangan diri terkait jurusan yang dia ambil. Saka ingin menjadi seorang arsitek yang menangani tender bangunan megah, dalam dan mancanegara.
Amin!
Jam istirahat.
Saka bersama JonoーJonathan Hanggono, nama yang keren jadi dibuat seenak udel oleh teman sekelas saat SMP dan malah merambat hingga sekarang.
Sejak Trio Kalajengking pincang, Ibrahim juga mulai mau ikut serta istirahat keluar. Meski hanya membeli sebotol air mineral, tidak masalah baginya, karena sisa jajanan lain Jono yang membelikanーorang kaya, bapaknya punya bisnis jual beli tembaga, jual emas bodong dan uang sobek skala nasional.
Saat ini ketiganya duduk di tanjakan lebar tepi lapangan basket, duduk berjejer dengan Baim di tengah-tengah.
Beberapa anak entah jurusan mana, bermain basket asal-asalan.
“Jon, Im ... kalian berdua, pernah tau nggak, anak murid yang biasa pake tali sepatu merah?” Saka bertanya tiba-tiba. Mulai mengorek informasi tentang pelaku pembunuhan Gege dari yang terdekat dulu.
“Tali sepatu merah?” Baim mengulang dengan kening mengerut tipis, sambil mulutnya sibuk mengunyah sukro, berpikir sebentar lalu menjawab, “Nggak tuh, Sak. Kenapa?”
Saka diam sebentar. “Ada temen aja yang nanya sama gua,” jawabnya ngarang sementara, lalu beralih pada Jono. “Lu, Jon? Pernah liat gak?”
“Kagak!” Mulutnya menjawab langsung, tapi mata Jono sibuk jelalatan mengamati anak-anak cewek yang sedang selfie di dekat kumpulan pucuk merah yang dibentuk indah di sisi seberang.
“Et, bajingan ini.” Saka mengumpati saat mengikuti arah pandangan Jono.
“Bagus matanya gak loncat,” komentar Ibrahim.
Pada akhir tak ada yang didapat dari dua teman sekelasnya ini, Saka meneruskan mengunyah sukro yang dibeli Jono bersama Baim.
Sampai kemudian perhatiannya tertuju pada suatu titik.
Seorang murid yang baru Saka lihat pertama kali, berjalan bersama seorang guru sambil mengobrol, sepertinya menuju kantor kepala sekolah.
“Jon, Im. Lu kenal dia? Kok gua kayak baru liat," kata Saka. “Anak pindahan baru kah?”
Jono dan Baim serentak mengikuti arah pandangan Saka. Sesaat keduanya memerhatikan.
“Wuih! Yordan, Im!” Jono berseru sembari menepuk pundak Ibrahim.
Baim yang matanya minus itu masih menelisik, sampai. “Oh iya, Jon. Udah masuk sekolah tu anak. Alhamdulillah ya, bisa normal lagi.”
Saka jadi penasaran. “Yordan itu siapa?" tanyanya mengorek. “Trus kenapa sama dia? Sampe lu bilang normal lagi?”
“Anak kelas 12 AP. Dua bulan lalu kecelakaan motor adu domba truk, sampe koma. Sekarang baru masuk lagi kayaknya. Syukurlah.” Jono yang menjawab. Anak-anak cewek yang diperhatikannya berpindah tempat, dia ogah mengejar seperti biasa karena tertarik obrolan perkara Yordan.
“Hmm.” Saka hanya manggut kecil saja, tapi matanya tak lepas mengamati sosok Yordan yang baru saja menghilang, masuk ke koridor kantor kepala sekolah.
“Tu anak ada potensi gantiin posisinya AW,” celetuk Jono.
Melengak Saka dan Ibrahim ke arahnya.
“Masa, Jon?” Saka yang bertanya.
“Hmm.”
“Alesannya?”
“Ya keren aja dia.”
Dasar Jono, gak jelas!
Baim tersenyum miring mendengar kicauan si Jono itu. “Harapan gua mending gak usah ada yang ganti-ganti lah! Dari awal taun ajaran gua berasa dicekek sekelas sama geng-gengan itu. Tapi lu, Sak, di sini belom sebulan aja udah bisa ngusir," katanya pada Saka.
“Gak usah bahas gua!” Saka menghardik. “Anggep aja gua superman. Ini yang gua penasaran, tadi lu bilang, kalo Yordan ada potensi gantiin AW? Alesannya yang bener apaan, Jon?"
Sebelum menjawab, Jono meneguk teh pucuknya dulu sampai tetes terakhir lalu mengusap bibir dengan punggung telapak tangan. “Karakternya hampir mirip AW, dingin, nusuk, kayak pengen bunuh orang, beladirinya cukup bagusーanak taekwondo, dan terakhir yang paling kuat, dia cukup deket sama Tuan Muda Grayon.”
Satu nama asing lagi di telinga Saka. “Siapa lu bilang? Tuan Mudaー”
“Grayon! Ricky Grayon!” tandas Jono.
Adalah salah satu maskot penting yang dimiliki Arjuna Palas. Pintar dan berkembang pesat dalam praktek dan akademik. Dia putra salah satu pemegang saham sekolah. Namun ada sisi kelam yang tidak bisa dipanjanglebar, siapa seorang Ricky dan apa saja titik baliknya selain seorang pelajar.
Hanya itu penjelasan Jono, cukup ambigu.
Saka masih belum paham, ingin bertanya banyak, tapi bell tanda masuk menyela lebih cepat dari maunya.
Lagi pula Jono sudah tak mau cerita lagi. Nama Ricky Grayon terlalu haram diucap dengan sembarang.
Lagi-lagi! Arjuna Palas menyimpan teka-teki rumit yang sepertinya tidak merujuk pada hal yang patut dipuji sebagai kebaikan mutlak.
.
.
Dua hari kemudian, pulang sekolah, Saka melalui jalan seperti biasa. Jalan kawasan padat penduduk yang berliku tanpa menggerus jalanan raya yang syarat petugas berbaju coklat dengan rompi hijau terang seperti ulat di pucuk.
Saat menemukan belokan lebar, Saka mendapati sebuah pemandangan di sebuah bangunan kecil serupa pos ronda terbengkalai di tepiannya.
“Bukannya itu ... Yordan, ya?!”
Anak itu tidak melihatnya lewat, tapi gelagatnya mencurigakan. Saka jadi tertarik.
Motor diteruskan melaju sedikit saja, lalu berhenti di sebuah sisi untuk sekedar parkir. Sebentar mencampakkan motornya dan berjalan sedikit, mendekat ke arah di mana Yordan berada. Serimbun tanaman dijadikannya tempat sembunyi sambil mengintip.
Yordan bersama dua anak lelaki setara sekolah menengah namun dengan seragam berbeda, nampak mereka serius bicara.
“Inget tanggal 12! Kalo sampe gak ada, abis kalian!” Itu dari mulut Yordan, sengit tak main-main.
“Iya, Dan! Gue janji! Yang penting barangnya gak kosong! Kesiksa banget gue!”
“Gua bisa bayar lebih cepet dari tenggat!” Satu lainnya menambah serius.
Saka melotot di persembunyian.
Sesuatu berpindah dari tangan Yordan ke telapak tangan dua anak laki-laki yang bersamanya.
“Serbuk putih!” desis Saka, terkejut. Bukan detergen, terigu, ataupun sagu apalagi bedak balita, plastik sangat kecil yang menghilang di gulungan telapak tangan, sudah jelas apa isinyaーsa-bu!
Cepat Saka memepetkan diri agar tak terlihat, saat Yordan pergi meninggalkan dua teman bicaranya di sana. Mata beningnya mengikuti pergerakan anak itu hingga bertengger di atas motor lalu melaju jauh.
Ada sesuatu lain yang membuatnya lebih tersentak dibanding pemandangan sebelumnya perkara sa-bu.
“Tali sepatu merah!”
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏