aku berdiri kaku di atas pelaminan, masih mengenakan jas pengantin yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya. tamu-tamu mulai berbisik, musik pernikahan yang semula mengiringi momen bahagia kini terdengar hampa bahkan justru menyakitkan. semua mata tertuju padaku, seolah menegaskan 'pengantin pria yang ditinggalkan di hari paling sakral dalam hidupnya'
'calon istriku,,,,, kabur' batinku seraya menelan kenyataan pahit ini dalam-dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
niat tersembunyi
Pagi itu, suasana meja makan di rumah terasa cukup ramai meskipun tak semua anggota sudah berkumpul. Arya dan Gani sudah duduk dengan tenang, menikmati sarapan mereka. Alda, Laras, dan Ayu masih sibuk di dapur, menyiapkan hidangan yang akan menambah kehangatan pagi mereka. Rama, yang masih sibuk bersiap sebelum berangkat kerja, akhirnya datang dan bergabung dengan mereka di meja makan.
Alda segera menyambutnya dengan ucapan hangat, "selamat pagi, Rama." dia berusaha seolah-olah tidak ada yang terjadi malam itu, meskipun hatinya sedikit gelisah. Rama membalas dengan senyum tipis, mencoba menyembunyikan segala pikiran yang berlarian di kepalanya, terutama mengenai hubungan Alda dan pacarnya, serta perasaan yang mulai tumbuh tentang Naila.
mereka pun akhirnya duduk dengan barisan yang sudah terbentuk, para laki-laki di satu sisi meja dan para gadis di sisi lainnya. suasana tampak normal, meskipun ada ketegangan yang tak terucap. saat itulah Gani, yang tampaknya ingin mencairkan suasana, sengaja membuka topik yang membuat beberapa orang merasa tidak nyaman.
"Ram," kata Gani dengan nada agak usil, "katanya tadi malam kau mengembalikan mobil kepala desa? lalu mobil di depan itu?"
Rama yang baru saja mengambil sendok, langsung terhenti sejenak. wajahnya sedikit memerah, meskipun dia mencoba untuk tetap tenang. "hm, itu..." Rama mencoba mencari alasan, "Kepala Desa sudah tidur, jadi aku urungkan mengantar mobilnya kembali, mungkin setelah ini, sekalian berangkat bekerja." Rama menghindari tatapan orang-orang, berusaha untuk terlihat santai, meskipun dalam hatinya terasa cemas.
namun, di dalam ketegangan yang semakin terasa, Alda, yang mendengar pembicaraan itu, tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan reaksi Rama. dia berusaha untuk tetap terlihat tidak peduli, meskipun sebenarnya dia merasa sedikit khawatir dengan apa yang Gani katakan.
Arya yang menangkap ketegangan di meja makan memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan. ia menatap Rama tanpa berniat menghakimi, "oiya Ram, kau disini kira-kira masih berapa lama?",
Rama menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan arya, "aku sendiri belum bisa memastikan, Ar. pekerjaan di lapangan tidak memiliki jadwal tetap, tetapi jika dipikir-pikir, mungkin aku tidak akan lama lagi. semua observasi yang diperlukan sudah aku lakukan."
Arya mengangguk pelan, lalu meletakkan sendoknya. "kalau begitu, sebelum kau dan Alda kembali, bagaimana kalau kita pergi ke pusat Kota Murni? kita bisa menghabiskan waktu bersama sebelum berpisah lagi."
Ayu menimpali dengan nada setuju, "itu ide yang bagus. mungkin ini kesempatan terakhir kita berkumpul sebelum kembali ke kesibukan masing-masing."
Laras mengangguk setuju. "aku juga berpikir begitu. lagi pula, sudah lama aku tidak ke sana. dengar-dengar, sekaran di pusat kota Murni ada beberapa tempat wisata baru yang menarik untuk dikunjungi."
Ayu menambahkan, "benar, selain itu kita bisa menikmati waktu santai sebelum kembali ke rutinitas."
setelah itu, Arya melanjutkan, "aku dan mungkin akan sedikit lebih lama di kota ini karena masih ada beberapa urusan pekerjaan yang harus diselesaikan. sedangkan mereka harus pulang dua hari lagi Ram" Arya melirik Gani, Ayu dan Laras yang sama-sama mengangguk.
Ayu menoleh ke arah Alda, begitu juga dengan laras. "Alda, bagaimana menurutmu? kau ingin ikut kan?"
Alda yang sejak tadi hanya mendengarkan, menoleh sekilas ke arah Rama sebelum menjawab dengan suara datar, "semuanya terserah kepada Rama saja."
mendengar jawaban itu, suasana sempat hening sejenak. ada sesuatu yang tidak terucapkan, tetapi tak satu pun dari mereka berniat untuk mengungkitnya lebih jauh.
Rama menatap Alda sejenak, lalu menarik napas panjang sebelum berkata, "baiklah, jika semuanya setuju, kita atur jadwalnya."
keputusan itu membuat suasana sedikit lebih santai. obrolan pun mulai beralih membahas rencana perjalanan mereka.
singkat cerita setelah obrolan tentang liburan selesai, Rama melirik jam di pergelangan tangannya. waktu sudah menunjukkan bahwa ia harus segera berangkat. ia menarik napas pelan, kemudian beranjak dari kursinya.
"sepertinya aku harus berangkat sekarang," ucapnya singkat. tatapannya sesaat tertuju pada Alda.
Alda, yang sejak tadi terlihat diam, tanpa ragu langsung bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mendekati Rama. tanpa banyak bicara, ia membungkukkan badan dengan sopan, melakukan sungkem layaknya seorang istri yang menghormati suaminya sebelum berangkat kerja.
Rama sedikit terkejut, tetapi ia berusaha tetap tenang. ia menatap Alda dengan sorot mata yang sulit diartikan. sementara itu, suasana di meja makan mendadak terasa lebih sunyi.
di antara mereka, Gani yang duduk di sisi lain meja mulai menunjukkan ekspresi yang berbeda. rahangnya mengeras, dan matanya sedikit menyipit. sorot ketidaksukaan dengan jelas tergambar di wajahnya, meskipun ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. ekspresi itu mungkin tidak terlihat oleh yang lain, tetapi Rama sempat menangkapnya sekilas.
hal itu semakin menguatkan firasat Rama bahwa ada sesuatu dalam diri Gani yang berbeda. bukan sekadar ketidaksukaan biasa, seolah ada sesuatu yang disembunyikan,
saat Rama hendak melangkah pergi, Alda masih berdiri di tempatnya. ia menatap Rama sejenak, lalu dengan suara lembut berkata, "jangan terlalu lelah, Rama. dan jangan lupa makan siang."
Rama menghentikan langkahnya sesaat, menoleh kembali ke arah Alda. ada sedikit keterkejutan di matanya, tetapi ia segera menyembunyikannya dengan anggukan kecil. "iya, kau juga."
momen itu berlangsung hanya beberapa detik, tetapi cukup untuk menarik perhatian yang lain. Arya, yang sejak tadi memperhatikan, tersenyum tipis sebelum berkata dengan nada menggoda, "wah, wah... perhatian sekali. jika begini, sepertinya aku juga ingin segera menikah"
Ayu ikut tertawa kecil. "benar, benar. mana sungkem dulu pula. sungguh pemandangan yang indah pagi ini."
Laras menambahkan dengan nada jahil, "kalau begini terus, aku jadi iri juga. kapan aku bisa diperlakukan seperti itu?"
Alda yang mendengar godaan itu langsung merasa sedikit canggung, tetapi ia berusaha tetap tenang, meskipun wajahnya sedikit memerah.
Rama sendiri hanya menghela napas pelan. ia tak ingin menanggapi lebih jauh, tetapi perhatiannya sempat tertuju pada Gani, yang sejak tadi diam. ekspresi gani terlihat lebih kaku dibanding sebelumnya, dan matanya sedikit menyipit saat menatap Alda.
Rama semakin yakin ada sesuatu yang lain dari sikap Gani, sesuatu yang tidak ingin Gani ungkapkan di hadapan mereka semua, yang lebih dari sekadar ketidaksukaan biasa. namun, Rama memilih untuk tidak menunjukkan bahwa ia menyadarinya.
tanpa banyak kata lagi, Rama melangkah keluar rumah, meninggalkan suasana yang kembali diselimuti ketegangan. di dalam rumah, Gani masih menatap punggung Rama yang semakin menjauh, sementara Alda duduk diam, tidak menyadari bagaimana perasaan Gani yang perlahan mulai terlihat lebih jelas.
setelah Rama benar-benar pergi, Alda kembali duduk di tempatnya dan melanjutkan sarapannya yang belum selesai sepenuhnya.
namun ketika Alda baru saja mengambil sendoknya, suara Gani kembali terdengar. kali ini, nada bicaranya lebih datar, tetapi tetap menyiratkan sesuatu yang mengganjal.
"tadi malam aku lihat Rama pulang begitu larut. dan dia datang seperti maling, berjalan mengendap-endap"
ucapan itu membuat Arya, Laras, dan Ayu langsung menghentikan aktivitas mereka. mereka bertiga saling berpandangan, mulai tertarik dengan apa yang baru saja dikatakan Gani.
Gani melanjutkan, "kalian sudah tertidur, jadi mungkin tidak tahu. aku tidak bermaksud apa-apa, tetapi bukankah sedikit janggal jika Rama bertingkah demikian?"
Arya yang awalnya hanya mendengarkan, kini mengernyit. "mengendap-endap? maksudmu, dia datang secara diam-diam?"
Laras juga menimpali, "kenapa harus begitu larut malam? apa yang dia lakukan?"
Ayu yang semula hanya menikmati suasana mulai ikut penasaran. "bukannya tadi Rama sudah membahas nya? dia ingin mengembalikan mobil Kepala Desa?,"
"sepertinya itu bukan jawaban yang sebenarnya Ayu, karena aku sempat mengintip arah kemana Rama pergi" Gani mengambil jeda sebelum melanjutkan kembali ucapan nya "dia bukan menuju pemukiman, tapi kearah lahan perkebunan"
suasana di meja makan mendadak terasa lebih serius. ada rasa ingin tahu yang semakin besar dalam diri mereka bertiga. namun, di tengah semua itu, Alda tetap diam.
ia terus menyantap sarapannya dengan tenang, seolah-olah tidak tertarik dengan pembicaraan tersebut. namun, jika diperhatikan lebih dalam, jemarinya sedikit lebih erat menggenggam sendok.
tidak ada yang tahu apa yang ada di pikirannya saat ini, tetapi jelas bahwa ia memilih untuk tidak ikut dalam diskusi tersebut.
Laras dan Ayu saling berpandangan sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya langsung pada Alda. dengan suara yang lebih pelan dan hati-hati, Laras membuka pembicaraan.
"Alda, kau dan Rama... ada masalah?" tanyanya.
Alda yang masih fokus pada sarapannya tidak langsung menjawab. ia hanya meraih gelasnya dan meminum air putih tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.
melihat Alda yang diam, Ayu ikut bersuara, "kami hanya ingin tahu, bukan menuduh. tapi kalau memang ada sesuatu, kau bisa cerita, Da."
Alda akhirnya meletakkan gelasnya, menghela napas pelan, lalu menjawab, "tidak ada yang perlu diceritakan, karena memang aku dan Rama baik-baik saja."
namun, Gani yang sejak tadi memperhatikan justru semakin terdorong untuk mengutarakan pendapatnya. ia menatap Alda dengan sorot mata tajam, lalu berkata dengan nada yang terdengar santai, tetapi jelas menekan.
"benarkah? tapi entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan, Alda"
Arya yang sedari tadi hanya mendengarkan, akhirnya ikut menimpali. dengan nada lebih tegas, ia berkata, "Gani, jangan berpikiran terlalu jauh. aku percaya Rama tidak akan macam-macam. kau pun tahu bagaimana dia."
Gani terkekeh kecil, seolah tidak terpengaruh oleh ucapan Arya. "aku tidak bilang dia macam-macam. aku hanya menyampaikan apa yang aku lihat. kenapa harus pulang larut malam jika hanya singgah di rumah kepala desa? apalagi dengan dia pulang secara diam-diam. kalau memang tidak ada yang disembunyikan, lalu apa lagi?"
ucapan Gani membuat laras dan ayu semakin tertarik, tetapi mereka tetap memilih untuk bersikap netral. Laras menatap Alda dengan lembut, lalu bertanya lagi, "Alda, benarkah tidak ada yang terjadi? kami hanya ingin memastikan, bukan menduga-duga."
Ayu mengangguk setuju. "kalau memang ada masalah, lebih baik dibicarakan sekarang daripada disimpan sendiri, Da"
Alda tetap memilih diam. ia tidak menunjukkan ekspresi terganggu, tetapi jelas ada sesuatu yang ia pikirkan. satu sisi, Alda tahu bahwa ia tidak berhak mencampuri urusan Rama. mereka bukan sepasang kekasih yang harus saling melapor ke mana dan dengan siapa dia pergi. Rama bebas melakukan apa pun yang ia mau, termasuk bertemu dengan Naila. lagipula, sejak awal Alda sudah mengatakan bahwa ia tidak masalah jika Rama ingin menemui wanita itu.
namun, di sisi lain, ada perasaan aneh yang mengganggunya. ini pertama kalinya Rama tidak berterus terang. tapi kali ini… kenapa Rama harus keluar diam-diam? kenapa dia tidak bilang apa pun?
Alda menggenggam sendoknya lebih erat.
Laras dan Ayu masih menunggu jawaban darinya, sementara Arya tampak lebih tenang, meskipun sesekali melirik Gani yang terlihat semakin puas melihat ekspresi Alda yang mulai bimbang.
Gani kembali angkat bicara, suaranya terdengar datar namun penuh arti. "Alda, kau yakin tidak ada yang ingin kau tanyakan pada Rama?"
Alda mendongak, menatap Gani dalam diam.
Laras menepuk pelan tangan Alda, berusaha menenangkan. "Da, kalau kau memang merasa perlu bertanya, tanyakan saja langsung ke Rama. daripada hanya menerka-nerka sendiri"
Ayu mengangguk setuju. "benar, lebih baik dengar langsung dari orangnya. jangan hanya menelan semua yang dikatakan orang lain."
Alda menghela napas panjang. ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. bagian dalam dirinya ingin mengabaikan semua ini, tetapi ada bagian lain yang mendesaknya untuk mencari tahu.
apa benar Rama menemui Naila? jika iya, kenapa harus diam-diam? apa yang sebenarnya terjadi?