NovelToon NovelToon
Pernikahan Kilat Zevanya

Pernikahan Kilat Zevanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pernikahan Kilat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Naaila Qaireen

Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang wanita kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.

Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan kekasih yang terobsesi padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

SELAMAT MEMBACA

Bayangkan bagaimana perasaanmu tidak diterima oleh mertua, begitulah perasaan Zevanya saat ini. Perasaan tidak layak, canggung dan terasing.

“Heyy...” Wira menegur Zevanya dengan lembut. Gadis itu duduk di tepi ranjang dengan pandangan yang berkelana jauh. Keduanya kini berada di dalam kamar Wira yang setiap saat selalu dibersihkan oleh para pelayan, tidak ada debu apalagi kotoran yang terlihat di sana. Orang-orang rumah selalu membersihkannya dengan harapan pemilik kamar kembali menempati kamarnya.

“Jangan terlalu dipikirkan,” Wira tahu perlakuan ibunya menjadi beban pikiran tersendiri bagi Zevanya, pria itu duduk di samping sang istri. Menarik kepalanya lembut untuk bersandar di bahunya.

Namun, bahkan sandaran dan genggaman tangan Wira tidak sepenuhnya bisa menghapus rasa ragu yang muncul di hati Zevanya. Di balik dinding megah rumah ini, ia merasa seperti seorang tamu yang tidak diundang.

Beberapa saat keduanya terdiam dalam keheningan, “Maaf membuatmu dalam situasi seperti ini. Mama memang orang yang seperti itu, dan tadi hanya sebagai kecil dari sifatnya yang menjengkelkan lainnya. Aku harap kamu bisa bertahan sampai kakakku siuman dari koma dan kita akan pergi dari rumah ini.” Ujar Wira dengan tangannya yang mengelus lembut surai Zevanya.

Zevanya bangun dari sandaran bahu Wira, keduanya saling menatap. “Aku juga mengharapkan satu hal lagi padamu,” pria itu membenahi anak rambut istrinya yang menghalangi wajah cantiknya. “Jangan pernah menyerah dengan hubungan kita, mari kita berjuang bersama untuk pernikahan ini.”

Mata Zevanya mulai berkaca-kaca, merasa bersalah karena sempat meragukan pernikahannya. Ia juga merasa sangat lemah, karena baru hal seperti ini ia ingin menyerah. Sedangkan Wira—suaminya begitu kokoh akan pernikahan mereka. Tentu, ia tidak akan membiarkan Wira berjuang sendiri atas pernikahan ini.

Sebelum Wira mengusap berli yang luruh tersebut, Zevanya sudah mengusapnya sendiri. Gadis itu bertekad untuk menaklukkan sang mertua agar merestui pernikahan mereka.

“Heiii, kenapa... kenapa menangis?” pria itu sedikit panik mendapati istrinya menangis, dan refleks memeluknya untuk menenangkan.

Zevanya yang kini berada di dada bidang itu merasa nyaman sekaligus terlindungi, ia pun membalas pelukan itu. “Maaf,” bisik gadis itu tanpa suara.

***

Zevanya belum terlalu berani untuk menjelajahi rumah bak istana milik keluarga suaminya, intensitas ruangan yang ia kunjungi hanya kamar, dapur dan ruang tamu. Ketika di meja makan, ia dan Wira tidak lagi mendapati sosok Ratna—ibu mertuanya.

Menurut penjelasan dari para pelayan, wanita setengah baya itu kembali ke rumah sakit menjenguk Evrand Viendra Sanjaya—kakak dari Wira yang sedang koma.

Hal tersebut sedikit memberi ruang bagi Zevanya, untuk mempersiapkan diri sebelum bertemu lagi dengan sang mertua yang dari pertemuan pertama tidak menerima kehadirannya.

Esok harinya, Zevanya di sibukkan dengan membantu suaminya yang masuk kerja di hari pertama. Gadis itu mondar-mandir ke sana kemari menyiapkan segala keperluan sang suami. Tepatnya berusaha sibuk untuk mengalihkan rasa tidak nyaman di hatinya.

Wira yang memang sejak malam terpaku pada layar tablet dan berlanjut pagi ini untuk mempelajari segala hal yang menyangkut perusahaan mengangkat wajah. Dilihatnya Zevanya yang berlalu-lalang ke sana kemari menyiapkan ini dan itu untuk dirinya.

Pria itu menggeleng singkat, lalu ketika Zevanya berjalan mendekatinya dengan beberapa dasi ditangannya. Pria itu menarik pinggang Zevanya dan menjatuhkan di pangkuannya.

Tentu saja Zevanya terlonjak kaget, mencari pegangan dan berakhir di bahu sang suami. Wajah keduanya saling berhadapan dengan pandangan saling mengunci.

Pipi tirus yang mulai sedikit tembem, bola mata besar dengan dihiasi bulu mata lentik, hidung mancung dan terakhir mata Wira terpaku pada bibir merona alami tanpa lipstik tersebut.

“Cantik,” gumam Wira tanpa sadar. Dan pria itu semakin terhipnotis oleh bibir tipis merah alami tersebut.

“Mas, ihhh...” Zevanya menepuk bahu suaminya dan berhasil menyadarkan pria itu. Kini Wira dapat melihat wajah jengkel sang istri yang membuatnya semakin imut.

Cup!

Terlintas dalam pikiran pria itu untuk mengecup bibir merona yang terus menariknya mendekat, dan tanpa sadar ia melakukannya.

“Kenapa?” tanyanya tanpa dosa, Zevanya hanya bisa melongo dengan memegang bibirnya sendiri.

“Ciuman pertamaku?” lirih Zevanya hampir tidak terdengar.

“Oh ya?” Wira mengangkat salah satu alis. Zevanya mengangguk, masih tampak syok. Anggukan Zevanya membuat Wira tersenyum lebar, gelayar menyenangkan memenuhi dadanya. “Tapi barusan bukanlah ciuman, hanya kecupan biasa. Mau aku tunjukkan bagaimana ciuman yang sesungguhnya?!” Pria itu menaik-turunkan alisnya, menggoda Zevanya. Wajah gadis itu kini memerah. Ia dengan cepat mencari alasan untuk menghindar. Tubuhnya juga bergetar kecil, bayang-bayang masa lalu datang menghampirinya membuatnya sedikit sesak. Namun, sayangnya Wira tidak mengetahui itu.

‘Kenapa dia sangat menggemaskan?’ gumam Wira melihat Zevanya yang telah menghilang di balik pintu toilet.

***

Setelah Wira pergi ke kantor, Zevanya kembali ke kamar dan duduk di tepi ranjang. Matanya menatap lurus ke arah jendela besar yang menghadap taman belakang. Rumah ini begitu luas dan mewah, tetapi entah mengapa terasa begitu sunyi.

Ia mencoba mencari kesibukan. Saat melewati ruang makan, ia melihat seorang pelayan sedang merapikan meja. Dengan niat baik, ia mendekat untuk membantu, tetapi wanita paruh baya itu buru-buru membungkuk dan tersenyum sopan.

“Sebaiknya Nona beristirahat saja,” ucapnya dengan nada hormat, tentu pelayan itu tidak berani memberi pekerjaan pada istri tuan muda mereka.

Zevanya mengerutkan kening. “Tidak apa-apa, saya ingin membantu.”

Namun, pelayan itu menolak dengan masih mempertahankan senyum ramahnya. “Kami di sini untuk mengurus semuanya, Nona. Anda tidak perlu repot-repot.”

Zevanya menghela napas, lalu memilih kembali ke kamar.

Tok! Tok!

Tidak lama kemudian, terdengar ketukan pintu dari luar. Zevanya segera bangkit untuk membukanya dan melihat seorang pelayan berdiri di sana.

“Maaf, Nona. Nyonya Besar memanggil Anda,” ujar pelayan tersebut menyampaikan tujuan kedatangannya, katanya sopan dengan kepala sedikit menunduk.

“Oh... iya. Baik, saya akan ke sana,” ada sedikit rasa gugup yang terpatri, mertuanya itu tiba-tiba memanggilnya.

Jantungnya berdetak lebih cepat. Ini pertama kalinya Ratna memanggilnya sejak ia tinggal di rumah ini. Ia tahu wanita itu belum sepenuhnya menerimanya sebagai bagian dari keluarga, tetapi ia sudah bertekad untuk mendapatkan restu.

Menarik napas dalam, Zevanya melangkah keluar dari kamar dan menuruni tangga. Dari kejauhan, ia bisa melihat mertuanya sedang duduk di ruang tamu. Wanita itu tampak elegan dengan gaun santai berwarna krem.

Di tangannya, secangkir kopi porselen mewah tersaji, uapnya masih mengepul tipis. Kaki jenjangnya bersilang, dan tatapannya langsung mengarah pada Zevanya begitu ia mendekat.

Zevanya menelan ludah, lalu memberanikan diri berbicara. “Mama memanggil saya?”

Satu alis Ratna terangkat. “Siapa yang memberimu izin memanggil saya seperti itu?”

Zevanya tertegun. “Maaf...?” Ia hanya mengikuti panggilan suaminya.

“Panggil saya Nyonya!” tegasnya, suaranya dingin dan tidak terbantahkan.

Zevanya merasa tengkuknya meremang. Perlahan, ia mengangguk. “Kenapa Nyonya memanggil saya?”

Ratna meletakkan cangkirnya di atas meja dengan gerakan pelan. “Buatkan saya sarapan. Saya tidak ingin makanan yang terlalu berat.”

Zevanya berkedip. “Tapi... bukankah bibi sudah menyiapkan sarapan?” tanyanya bingung.

Tatapan Ratna seketika berubah dingin. “Kamu membantah saya?”

Zevanya langsung menggeleng. “Bukan begitu, Nyonya. Saya hanya... baik, saya akan membuatkannya.” Setelah itu Zevanya undur diri untuk menuju dapur, tidak menyadari seringai sinis dari mertuanya itu.

1
Eliermswati
wah keren wira emng bnr klo dah d buang buat ap d pungut lg bkn rmh tangga jd berantakan
Karina Mustika
langsung nikah aja nih..
Naaila Qaireen: Hehehhe, iya kak😅
total 1 replies
Nazra Rufqa
Nunggu dari lama kak, akhirnya ada karya baru... moga sampe tamat ya.
Nazra Rufqa
Mampir kak thor/Smile/
Naaila Qaireen: Siap kak, moga suka🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!