NovelToon NovelToon
Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Poligami / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesantren Ar-Rahman

"Zaaa.. Kita pindah yuk!" Ajak Zidan ketika membangunkan Ayana kembali, barangkali Ayana langsung terbangun.

Nyatanya, Ayana masih tetap pulas.

Zidan merapihkan semua barang-barangnya, karena ia hendak beristirahat juga.

"Zaaa, maaf ya! Terpaksa aku harus membopong dan memindahkan kamu ke kamar! Tidak apa-apa kan, Za?" Bisik Zidan pada telinga Ayana, tubuh Ayana telah melayang di udara.

Ia telah digendong oleh Zidan, namun Ayana masih sangat pulas, ketika Zidan menggendongnya menuju kamarnya.

Setiap inchi wajah Ayana, Zidan terus memperhatikannya dengan seksama.

Zidan begitu berjalan sangat hati-hati, ia tidak ingin membangunkan Ayana yang sedang tidur cantik.

Sesampainya di kamar, Zidan membaringkan Ayana di ranjang, kemudian Zidan menarik selimut untuk menutupi tubuh Ayana.

"Selamat tidur, Za. Semoga mimpi yang indah!" Ujar Zidan hendak pergi meninggalkan Ayana di kamarnya.

Ia memperhatikan wajah Ayana yang polos namun cantik.

Selang beberapa menit, Zidan pun pergi meninggalkan Ayana.

***

"Ar-Rahman"

Sebuah nama Pesantren terpampang jelas pada papan didepan jalan.

Papan tersebut dipasang pada gerbang pintu masuk menuju Pesantren milik Zidan.

"Alhamdulillah, syukron kepada seluruh yang menyempatkan hadir dan membantu acara pembukaan Pesantren saya ini, besar harapan saya, semoga untuk kedepannya menjadi Pesantren terbaik dan terbesar di kota ini. Dikenal oleh banyak masyarakat dan banyak yang menuntut ilmu untuk bekal di akhirat kelak. Sebelumnya saya pribad mengucapkan kembali, banyak -banyak terima kasih yang sebesar-besarnya." Zidan berdiri didepan banyak orang.

Banyak yang hadir dan ingin melihat bangunan Pesantren yang di buat Zidan seperti apa.

Serta banyak masyarakat yang ternyata terkesima, karena walaupun masih tergolong sederhana, bangunannya begitu kokoh dan indah. Rapih serta bersih sekali. Zidan lebih banyak memberikan nuansa alami, dengan membuat kolam ikan, lapangan yang luas dan lahan parkir yang cukup memadai.

Sehingga banyak yang ingin bersegera mendaftarkan anak-anaknya ke Pesantren tersebut.

Semua dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang telah disajikan dimeja panjang.

Turut hadir Bu Fatimah, Nabila, para alim ulama beserta pasangannya dan juga yang dihormati warga setempat.

"Wah, Bu Fatimah sekarang anaknya sudah membuka Pesantren ya. Semoga santrinya banyak ya, Bu." Ucap ibu-ibu gamis biru tua.

Bu Fatimah tersenyum.

"Iya, nih. Semoga anaknya bisa menjadi Kyai yang terkenal ya, Bu." Imbuh ibu-ibu gamis hitam.

"Iya, ya. Sudah ganteng, menjadi Kyai pula. Aduh, menantu idaman sekali itu." Sahut Ibu-Ibu gamis orange.

"Alhamdulillah, mohon do'a nya yang terbaik ya, Ibu-Ibu. Ayo dilanjutkan kembali makannya." Jawab Bu Fatimah.

Semua tampak menikmati hidangan.

"Tapi, Zidan belum menikah ya, Bu? Padahal dari usianya harusnya sudah menikah dan memiliki anak." Sahut ibu-ibu gamis biru tua.

"Iya, Iya Bu Fatimah. Apakah belum ada calonnya? Kalau belum ada, mau tidak ya jika dikenalkan dengan anak saya. Anak saya cantik, dan pernah Pesantren juga walau hanya tiga tahun." Sahut ibu-ibu gamis hitam.

Bu Fatimah menarik napas dan menoleh kearah Nabila, serta melirik kearah Zidan yang sedang duduk bersama Ayana dan karyawan lainnya.

Nabila sesekali menambahkan hidangannya yang sudah hampir habis.

"Ibu-Ibu, anak saya belum ingin menikah. Dia masih ingin mengejar karirnya. Nanti juga kalau sudah waktunya menikah, ia pasti akan menikah, tidak mungkin akan menjadi bujangan terus." Tegas Bu Fatimah.

"Tapi, Bu. Itu yang sedang bersama Zidan, manis sekali. Sepertinya cocok dengan Zidan. Mengapa mereka tidak menikah saja?" Sambung Ibu-Ibu gamis orange.

Ibu-Ibu menoleh kearah dimana Zidan yang bersama dengan Ayana.

"Maaf, Ibu-Ibu. Dia adalah menantu saya. Isteri dari Zulfahmi." Jelas Bu Fatimah.

"Oh ya? Tapi, kok sepertinya akrab sekali dengan Zidan ya? Lebih cocok jadi isteri Zidan tidak sih, Ibu-Ibu?" Jawab Ibu-Ibu gamis orange.

Bu Fatimah menarik napas panjangnya.

Ia segera berdiri dari tempat duduknya.

"Zidan dan Ayana sudah berteman sejak kecil sewaktu mondok di Pesantren. Permisi, Ibu-Ibu. Silahkan dinikmati kembali hidangannya. Saya akan ke Nabila dulu, seperti sedang kerepotan." Bu Fatimah berjalan mendekati Nabila.

Rupanya ia menghindari percakapan para Ibu-Ibu yang membuat telinganya menjadi sakit.

Para Ibu-Ibu pun melanjutkan berkasak-kusuk dengan sesekali menoleh kearah Zidan dan Ayana.

"Tapi, lebih cocok dengan Zidan."

"Mereka teman kecil? Apakah bisa terjadi cinlok?"

"Ih, mana mungkin. Mereka kan ipar, masa mau menikung. Jangan lah!"

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini."

Suara kasak-kusuk terdengar samar-samar.

Bu Fatimah telah berada didekat Nabila.

"Nabila, makanannya cukup tidak?" Bu Fatimah berdiri dibelakang Nabila.

"Eh, Ibu. Alhamdulillah cukup, Bu. Sebentar lagi juga acaranya selesai kan? Ibu kenapa malah kesini? Bukannya duduk menemani para tamu saja disana?" Nabila masih dengan tangan cekatan menuangkan makanan untuk menambahkan kembali pada wadah panci prasmanan.

"Telinga Ibu sakit. Mendengar celotehan para Ibu-Ibu." Jawab Bu Fatimah.

Nabila mengerutkan dahinya.

"Lho, kenapa?" Nabila bingung melihat ekspresi Bu Fatimah yang terlihat sudah tidak mood.

"Nanti Ibu ceritakan saja di rumah."

***

Sore hari dihari yang sama, ketika acara pembukaan Pesantren telah usai.

Ayana diminta oleh Zidan untuk pulang belakangan.

Zidan menyarankan untuk Bu Fatimah dan Nabila pulang lebih awal mengingat kondisi Bu Fatimah yang kini mudah sekali sakit-sakitan.

Di Pesantren tinggallah Zidan, Ayana, Kamal, Agata, Hikmah serta Amir.

Zidan berencana ingin menambah guru mengaji dan guru untuk mengajar pada bagian qori.

"Semuanya, saya perkenalkan disamping saya ada seorang wanita bernama Ayana Zahira. Kalian bisa memanggilnya Umi Ayana. Ayana adalah teman masa kecil saya dulu ketika menuntut ilmu di Pesantren. Ia yang akan membantu saya dalam mengelola Pesantren ini. Dan, Ayana nanti akan mengajar beberapa kitab untuk para Santriwati. Sedangkan saya bagian para Santri. Ketika, saya sedang tidak berada di tempat, kalian boleh melaporkan atau meminta segala sesuatunya kepada Ayana. Kemudian, saya berencana ingin menambahkan kembali guru-guru yang lainnya. Setelah ini, jadilah satu team yang selalu kompak ya. Jika ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan jangan pernah sungkan. Kami siap membantu kalian." Zidan menjelaskan secara detail dan panjang dengan sesekali melirik kearah Ayana.

Ayana pun diam dan menunduk karena ia diperkenalkan dengan sebutan Umi.

Akan tetapi, waktu untuk protes terhadap Zidan ia urungkan, karena masih banyak karyawan Zidan yang sedang duduk dihadapannya.

Semua tersenyum dan hormat kepada Ayana. Ayana membalas senyuman mereka.

"Ayana, saya kenalkan ya mereka satu persatu, agar kamu paham dan kepada siapa kamu nanti membutuhkan bantuan." Zidan hendak memberitahukan kepada Ayana, siapa-siapa saja karyawan Zidan saat ini.

"Ini, Kamal. Ia akan menjadi tangan kanan kita nantinya. Segala sesuatu nya, kamu bisa meminta bantuan kepada Kamal. Insya Allah, Kamal akan membantu kamu." Zidan menunjuk kearah Kamal.

Kamal tersenyum dan menangkupkan kedua tangannya didepan dada kepada Ayana.

Ayana pun membalasnya dengan hal serupa.

"Dan di sebelahnya ada Agata. Agata nantinya akan dibagian administrasi dan pendaftaran para santri."

"Itu ada Hikmah, Hikmah tugasnya menjaga kebersihan seluruh Pesantren ini, baik luar maupun dalam. Nanti, saya akan carikan kembali orang untuk membantu Hikmah, namun sementara Hikmah sendiri dulu, ya."

"Dan itu terakhir ada Amir. Amir nanti akan bertugas membantu Kamal serta Agata. Jika, Pesantren sudah berkembang. Saya akan mencarikan tambahan kembali untuk bantu-bantu kalian."

Satu persatu telah diperkenalkan oleh Zidan kepada Ayana.

Semuanya sudah saling berkenalan kepada Ayana.

"Lalu, Kak. Apakah nanti akan ada bagian untuk memasak? Kasihan jika mbak Hikmah juga yang memasak." Protes Ayana.

Zidan tampak berpikir sejenak.

"Menurut kamu bagaimana? Secepatnya kita mencari bagian kepengurusan perdapuran atau kita pesan katering saja dulu?" Zidan memandang wajah Ayana.

Ayana memanyunkan bibirnya seraya berpikir, membuat Zidan menjadi gagal fokus melihat ekspresi Ayana seperti itu.

"Lebih baik, sebelum menemukan bagian pengurusan dapur, bagaimana kalau aku saja yang memasak?" Ayana menawarkan dirinya yang menjadi bagian kepengurusan perdapuran.

Zidan menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak setuju, Ayana!" Sahut Zidan dengan cepat.

"Lho, kenapa? Bukannya akan mengurangi anggaran?" Sahut Ayana.

"Kamu itu ada dibagian mengajar, Ayana. Akan sangat lelah jika tugas kamu menjadi ganda. Aku tidak setuju, nanti kamu lelah!" Tukas Zidan.

Ayana memasang wajah tidak suka.

"Tapi kan ini hanya sementara, Kak." Protes Ayana kembali.

"Aku tahu, Ayana. Aku paham! Tapi, tugas kamu bukan pada bagian perdapuran!" Tegas Zidan.

Kamal, Agata, Amir dan Hikmah hanya menjadi penonton perdebatan Zidan dan Ayana.

"Ih, Kak Zid. Tidak apa-apa lah aku sekali-sekali membantu. Siapa tahu, selang dua hari atau tiga hari, kamu sudah menemukan untuk bagian perdapuran." Bantah Ayana.

Zidan menarik napas panjang, rasanya ia sangat gemas sekali dengan Ayana.

"Tidak, Ayana. Tidak!"

"Mohon maaf, Ustadz, Umi. Maaf jika saya memotong pembicaraan Ustadz dan Umi. Apakah tidak sebaiknya kalian menikah saja? Sepertinya kalian lebih cocok untuk menjadi pasangan hidup!"

1
♡Ñùř♡
kmu kurang garcep sih,mk nya keduluan fahmi😁
Mahkota Pena: hihihi iya nih 😁
total 1 replies
♡Ñùř♡
aku mampir thor...
Mahkota Pena: thank you yaa.. semoga terhibur dengan alur ceritanya ☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!