Nura sangat membenci Viona seorang gadis sholehah, cantik dan berprestasi di sekolahnya. Di hari ulang tahunnya, Nura merencanakan sesuatu yang jahat kepada Viona.
Dan akhirnya karena perbuatan Nura, Viona menyerahkan kesuciannya kepada pemuda asing.
Viona terpaksa menikah dengan pemuda lumpuh. Setelah hamil, Viona memutuskan lari meninggalkan suaminya dan mencari ayah dari anaknya.
Berhasilkah Viona menemukan ayah dari anaknya?
Ikut ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Viona Kembali
Alvaro berada di ruangan ICU. Kondisinya sangat kritis. Dokter berusaha semaksimal mungkin untuk kelangsungan hidupnya.
"Pak Carlo, sepertinya Alva sudah tidak semangat hidup. Apakah Anda tau penyebabnya?" tanya Dokter Arman.
"Istrinya menghilang Dokter," jawab Carlo.
"Kami akan terus berusaha untuk kesembuhan Alva. Tapi hanya Alva sendiri yang bisa menyembuhkan sakitnya. Mohon bantuannya," Dokter Arman menepuk pundak Carlo.
"Pa, cepat temukan Viona," pinta Talita.
"Baiklah, Raka apa Bima kerja di kantornya Alva?"
"Iya Bos."
"Berikan cuti untuk Bima. Untuk beberapa hari ke depan Bima akan pergi mencari Viona bersama Dendi."
"Baik Bos. Kapan saya menghubungi Bima?"
"Sekarang. Suruh Bima kemari," kata Carlo.
🌑 Di kota lain.
Viona selama seminggu menginap di rumah Yumna. Selama seminggu itu pula Viona mengalami sakit perut. Viona semakin kurus, wajahnya tampak pucat. Kehamilan pertama yang membuatnya menderita.
Sebenci-bencinya Viona kepada orang yang menghamilinya, tapi Viona lebih memilih mempertahankan kehamilannya. Viona harus kuat. Viona ingin sekali meminta pertanggungjawaban dari ayah anaknya kelak.
Bunda Yumna dan Yumna membawa Viona ke tempat praktek bidan di tempat mereka. Viona diperiksa.
"Kehamilannya sehat, janin juga sehat. Mungkin ini karena kontak batin antara janin dan Ayahnya. Ke mana Ayahnya?" tanya Bidan Ema
"Lagi kerja di luar kota," jawab Viona.
"Maaf Bu Viona. Karena ini kehamilan pertama, Ibu harus ekstra hati-hati. Kalo bisa Bu Viona ikut suaminya. Biar janin yang ada di perut Bu Viona sehat. Ada ikatan batin yang kuat antara si Anak dan si Ayah," saran Bidan Ema.
"Iya, terima kasih Bu Bidan," ucap Viona.
Bunda Ena, Yumna dan Viona pulang ke rumah dengan naik angkot. Mereka menempuh perjalanan tiga puluh menit menuju rumah. Mereka berhenti di depan rumah.
Dengan hati-hati Viona turun dari angkot. Yumna dan Bunda Ena membantu Viona. Mereka masuk ke dalam rumah dan duduk lesehan di atas karpet.
"Bund, Yum, maafin Viona ya merepotkan kalian. Viona bingung mau mencari ke mana Ayah anak ini," Viona merasa resah.
"Sayang, Bunda tidak merasa repot kok. Tapi Bunda kasian sama Viona. Kalo begini terus kasian Viona dan bayi," Bunda Ena mengusap punggung Viona.
"Viona ingat saat Kak Alva mengusap punggung. Terasa nyaman, Viona juga gak mules," Viona merindukan Alva.
"Viona sudah seminggu kamu gak cek ponsel. Siapa tau Mama dan Kak Bima kangen," kata Yumna.
Viona mengeluarkan ponsel yang ada di dalam tasnya. Viona mengaktifkannya. Viona mencek panggilan telepon yang masuk dan juga pesan lewat aplikasi hijaunya.
Berpuluh-puluh kali panggilan telepon dari Alva, Bima dan Warda. Alva juga mengirim banyak pesan kepada Viona yang isinya Alva minta maaf kalau Alva membuat Viona menghilang. Alva memohon agar Viona pulang kembali.
Viona juga mencek pesan yang dikirimkan Bima beberapa menit yang lalu.
"Astaghfirullah, Kak Alva!"
Bunda Ena dan Yumna melihat pesan diponsel Viona. Ponsel Viona berdering.
"Viona, Kak Bima yang telpon," Yumna mengembalikan ponsel Viona.
"Angkat Viona," dengan lembut Bunda Ena meminta.
Viona dengan takut mengangkat teleponnya. Viona yakin Bima akan memarahinya. Tapi ternyata di balik telepon Bima menangis. Bima menanyakan keadaan Viona. Bima meminta maaf kalau selama ini salah terhadap Viona.
Viona juga menangis tersedu. Viona minta maaf kepergian Viona bukan karena marah sama Bima tapi ada sesuatu yang tidak bisa Viona kasih tahu.
"Viona, Kak Bima cuman mau kasih tau. Alva dalam kondisi kritis saat ini di rumah sakit. Kata Dokter, semangat hidup Alva hilang. Ya sudah, jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa sholat. Kak Bima dan Mama selalu ada untukmu."
"Kak, jemput aku," isak Viona.
"Berikan alamatmu. Sekarang juga Kak Bima meluncur ke sana," kata Bima di balik telepon.
Bunda Ena dan Yumna memeluk Viona. Kali ini Viona mengambil keputusan yang tepat. Mungkin saja Alva sakit karena memikirkan Viona. Viona harus pulang.
Viona mengajak Bunda Ena dan Yumna kembali ke Kota Alang Raya. Untuk sementara mereka akan tinggal di rumah orang tua Viona. Viona tidak mau kembali jika mereka berdua tidak ikut Viona.
Akhirnya demi kesehatan Viona dan bayinya, Bunda Ena dan Yumna ikut bersama Viona. Mereka berkemas.
Dalam waktu sejam Bima tiba menjemput Viona. Bima datang bersama Dendi orang kepercayaan Carlo. Mereka berlima menuju bandara.
"Kak Bima kita naik pesawat?" Viona keheranan menatap pesawat pribadi yang ada di depannya.
"Iya, Om Carlo yang meminta menjemput kamu. Ayo naik."
Mereka berlima terbang kembali menuju Kota Alang Raya. Di dalam pesawat Viona mengenalkan Bunda Ena dan Yumna kepada Bima. Viona meminta izin untuk sementara mereka tinggal di rumah.
Setelah tiba di Kota Alang. Mereka langsung menuju rumah sakit. Viona langsung disambut Warda, Talita dan juga Carlo. Mereka sangat mengkhawatirkan keadaan Viona. Tidak ada satu pun dari mereka memarahi ataupun bertanya mengapa Viona menghilang.
Viona masuk ke dalam ruangan ICU. Viona menggunakan pakaian khusus dan masker. Viona menatap Alvaro yang terbaring dengan banyak alat di tubuhnya.
Tiba-tiba saja Viona kembali merasakan mual yang luar biasa. Kepalanya berkunang-kunang. Viona hampir saja kehilangan keseimbangan. Tangan Viona tidak sengaja memegang lengan Alvaro.
Viona merasa tangan Alvaro melakukan pergerakan lemah tapi dapat dirasa. Viona memegang jemari Alvaro.
"Kak Alva, maaf. Maaf jika aku membuat Kak Alva sampai begini. Ada hal yang tidak bisa aku ceritakan. Aku malu Kak," isak Viona.
Viona merasakan lagi gerakan tangan lemah dari Alvaro. Dan yang anehnya, Viona tidak lagi merasakan mual dan sakit di perutnya. Viona memegang perutnya dan berkata dalam hati kepada calon anaknya, Sayang, apa kamu suka dengan Papa Alva? Perut Mama tidak sakit lagi.
Viona menarik kursi dan duduk di samping Alva. Viona masih memegang jemari Alva.
"Kak Alva, aku hamil. Aku pernah mendapati diriku di kamar hotel. Tapi aku tidak ingat apa yang aku lakukan. Dan di dalam perutku ada anak yang aku tidak tahu siapa Ayahnya," Viona meneteskan air mata.
"Karena itulah aku pergi Kak. Aku malu pada diriku sendiri. Dan aku takut jika Kak Alva tau aku hamil. Apakah Kak Alva mau menerima orang seperti aku dan menerima anakku."
"Kak Alva, aku mohon sadarlah. Aku tidak mau melihat Kak Alva begini. Aku sudah kembali Kak."
"Ya sudah. Jika Kak Alva tidak bangun, berarti Kak Alva tidak lagi menginginkanku. Kak Alva, aku pamit. Jaga diri Kak Alva. Doaku selalu untukmu."
Viona perlahan melepaskan pegangannya. Viona bangkit dari duduknya. Viona perlahan melangkahkan kaki keluar dari ruang ICU. Viona terperanjat, tangannya ditarik. Viona mendengar suara dari monitor ICU berbunyi nyaring.
TIIIIIIIIIIIT!
"Oh tidak, tolong, toloooooooooong!" teriak Viona.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...