Diandra Aksara adalah seorang putri dari pemilik Tara Bumi Grup yang kaya dan terpandang, karena sibuk mengurus bisnisnya di luar negeri, Diandra mengambil alih tanggung jawab yang diberikan oleh ayahnya untuk mengurus kediaman dan juga perusahaan milik keluarga mereka.
Dibawah tekanan dan iri hati sang ibu tiri dan juga saudari tirinya, Diandra berusaha menjalankan tugas yang diberikan oleh ayahnya dengan baik meskipun sebenarnya ia kerapkali menghadapi rintangan dan juga bahaya yang diciptakan oleh dua orang yang sangat membencinya.
Namun kehidupan Diandra yang penuh rintangan dan juga bahaya pelan pelan sirna ketika ia bertemu dan mengenal Abimana Narendra, Seorang CEO yang dikenal jujur,berani, dan juga tajir melintir.
Penasaran dengan ceritanya? Ikuti terus kisahnya hanya di novel Gadis Kecil Kesayangan Sang CEO.
noted🚨🚨🚨
dilarang baca lompat dan komentar jelek.
Yang suka boleh like, yang tidak suka, semoga suka.
Ingat dosa ditanggung pembaca☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Di dapur, aroma rempah dan daging panggang mulai memenuhi udara. Kepala koki sibuk mengatur anak buahnya memasak hidangan hidangan terbaiknya—menu khas Nusantara dan internasional yang dipilih langsung oleh Diandra demi memberikan kesan hangat sekaligus akrab pada tamu istimewa yang akan datang malam ini.
“Ingat, pastikan semuanya jangan sampai ada yang gosong,” ujar Diandra dengan tegas saat melihat masakan yang dibuat oleh kokinya.
Para pelayan hanya mengangguk sopan, tak berani membantah meski tekanan dari sang majikan rumah jelas terasa.
Sementara itu di tempat lain, terlihat Bu Ratna tengah menghampiri Amara di dalam kamarnya. Semenjak berdebat dengan sang ibu yang terjadi kemarin, Amara mengurung dirinya di dalam kamar dan menolak menemui siapapun termasuk Bu Ratna.
"Amara, kamu masih marah ya sama mama?" tanya Bu Ratna sembari duduk di tepi ranjang yang ditiduri oleh Amara.
"Mama pikir aja sendiri!" jawab Amara dengan dingin.
"Amara, maafin mama kalau mama sudah buat kamu marah. Tapi mama ngelakuin ini demi kamu, demi masa depan kamu. Kamu tahu kan kalau kita sudah mencoba semua cara untuk menyingkirkan Diandra dari dunia ini agar bisa menguasai semua harta yang ada di rumah ini, tapi tak ada satupun dari semua cara itu yang berhasil. Saat mendengar perkataan papa kamu yang ingin menjodohkan salah satu putrinya dengan CEO Santara Corp, mama merasa kalau ini adalah sebuah kesempatan yang bagus untuk membuat hidup kamu bergelimang harta dan membuat kamu disegani oleh semua orang seperti yang dimiliki oleh Diandra. Mama hanya tidak mau kalau kesempatan sebesar ini akan jatuh ke tangan Diandra. Mama harap kamu akan mau mengerti dengan apa yang mama pikirkan saat ini, Amara." ucap Bu Ratna.
Amara terdiam cukup lama setelah mendengar nasihat panjang lebar dari sang ibu. Matanya menatap lurus ke langit-langit kamar, sementara pikirannya melayang-layang entah ke mana. Hati kecilnya mengakui bahwa mungkin ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh ibunya. Diandra selalu menjadi pusat perhatian, selalu menjadi sosok yang dianggap sempurna oleh orang-orang. Bahkan sekarang, di tengah rencana perjodohan ini, nama Diandra tetap disebut lebih dulu oleh sang ayah.
Namun di balik itu semua, ada kekhawatiran lain yang sejak kemarin tak bisa Amara enyahkan.
“Ma… gimana kalau semua yang orang-orang bilang tentang dia itu benar?” tanya Amara yang akhirnya membuka suara meskipun terdengar lirih.
“Maksud kamu siapa?”
“Abimana…” Amara berbisik pelan, seakan menyebut nama itu pun membuatnya takut. “Banyak yang bilang dia itu dingin. Katanya dia nggak pernah tertarik sama perempuan mana pun. Bahkan rekan bisnisnya sendiri bilang dia kayak robot—nggak pernah tersenyum, nggak pernah kelihatan punya perasaan. Orang kayak gitu… gimana mungkin bisa dijadikan suami?”
Bu Ratna menghela napas dalam, lalu meraih tangan Amara dan menggenggamnya erat.
“Sayang… justru karena dia seperti itu, kamu harus bisa masuk ke dalam hidupnya,” bisiknya pelan namun penuh penekanan. “Laki-laki seperti Abimana butuh seseorang yang bisa meluluhkan hatinya. Kalau kamu berhasil melakukannya, kamu akan menjadi satu-satunya orang yang bisa mengendalikan hidupnya. Dan kalau kamu bisa mengendalikan dia, artinya kamu bisa memiliki segalanya. Nama, kekayaan, dan juga kuasa.”
Amara menggigit bibir bawahnya. Ia tahu ibunya selalu berpikir jauh ke depan, selalu punya cara untuk menjadikan segala sesuatu sebagai peluang. Tapi hatinya masih belum yakin. Ia bukan Diandra yang memiliki sifat lembut dan dewasa. Ia juga bukan gadis polos yang mudah tunduk pada aturan. Ia keras kepala, dan ia tahu… laki-laki dingin seperti Abimana bisa jadi justru akan memperlakukan perempuan seperti dirinya seperti bayangan.
Tapi di sisi lain…
Kesempatan ini bisa jadi satu-satunya jalan untuk membuktikan bahwa dirinya juga pantas diakui oleh semua orang. Bahwa hidupnya tak akan selamanya tertinggal di balik bayang-bayang Diandra.
“Gimana kalau dia beneran nggak punya perasaan, Ma? Gimana kalau aku cuma buang-buang waktu?” tanya Amara pelan, nyaris seperti bisikan.
Bu Ratna mengusap rambut putrinya perlahan.
“Tidak ada laki-laki di dunia ini yang tidak bisa ditaklukkan oleh cinta. Yang penting kamu tahu cara bermainnya, Amara. Gunakan pesona kamu, Amara. Gunakan kecantikan dan kecerdikan kamu. Biarkan dia melihat siapa kamu sebenarnya.” ucap Bu Ratna yang berusaha meyakinkan Amara.
Amara menatap ibunya, kali ini dengan sorot mata yang lebih tenang, meski masih menyisakan keraguan. Ia belum sepenuhnya yakin, tapi untuk pertama kalinya ia mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa mungkin, ia bisa mencoba.
Dan kalau itu berarti ia bisa mengalahkan Diandra, mungkin itu pantas untuk dicoba.