Bertahun-tahun aku berusaha melupakan kenangan kelam itu, namun mimpi buruk itu selalu menghantuiku bahkan setiap malam. Akupun tidak bisa bersentuhan dengan laki-laki. Entah sampai kapan ini akan terjadi. Ku kira selamanya tidak akan ada pria yang masuk dalam hidupku. Hingga dia datang dan perlahan merubah kepercayaanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengantar Nasya Pulang
Nasya dan Juna baru saja selesai dengan makan malam mereka. Kini mereka berniat untuk pulang.
"Terima kasih untuk makan malamnya. Kali ini aku biarkan kamu yang bayar tagihannya, tapi lain kali aku yang akan bayar untuk melunasi hutangku padamu."
Nasya bicara pada Juna dengan nada yang ketus. Juna hanya tersenyum tipis menanggapinya.
"Aku tahu. Ini sudah malam, bagaimana kalau aku antar kamu pulang?"
Setelah melihat situasinya Juna menawarkan diri untuk mengantar Nasya pulang kerumahnya.
"Gak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Sekali lagi terima kasih banyak. Kalau begitu aku permisi dulu."
"Awas!"
Saat Nasya berbalik dan hendak pergi tiba-tiba ada sebuah sepeda yang melintas dan hampir menabraknya. Namun Juna dengan cepat menarik tangan Nasya dan berakhir memeluk Nasya.
"Hei! Hati-hati!" teriak Juna pada pesepeda yang terus pergi bahkan tanpa meminta maaf terlebih dahulu.
Nasya terkejut dengan mata membelalak. Ingatan lama itupun kembali dan membuatnya mulai kesulitan mengatur napas.
"Hah hah hah..."
Dia menepuk-nepuk Juna perlahan dengan napas yang berat untuk memberitahu keadaanya. Juna yang sebelumnya sedang memperhatikan orang yang bersepeda itu, kini mulai menatap Nasya dan menyadari kondisinya.
"Kamu gapapa?" tanya Juna khawatir.
Nasya tidak bisa menjawab Juna karena dia sedang berusaha mengatur napasnya. Dia pun menunjukan tasnya dan meminta Juna untuk mencarikan obat miliknya.
Juna dengan sigap mencari obat didalam tas Nasya dan menemukan 2 jenis obat dalam tasnya. Yang pertama botol berisi obat tablet dan yang kedua obat semprot. Nasya mengambil obat semprot dan menyemprotkannya ke mulutnya. Perlahan napasnya mulai kembali normal.
"Te-rima-ka-sih lagi-lagi ka-mu-menolongku"
Nasya bicara dengan terbata-bata karena napasnya belum kembali sepenuhnya.
"Gak perlu selalu berterima kasih padaku.. Tapi, apa kamu yakin gapapa?" Juna masih khawatir meskipun kini Nasya sudah mulai bisa mengatur napasnya dengan normal.
"Ya, aku udah baik-baik aja." jawab Nasya disertai anggukkan kepala perlahan.
"Apa kamu sangat terkejut sampai gak bisa mengatur napas seperti itu? Gimana jika ada orang yang sengaja mengejutkanmu?"
Nada bicara Juna terdengar sinis, namun dari sorot matanya terlihat jelas kalau dia masih sangat khawatir pada Nasya.
"Hah? Ini bukan masalah besar. Tunggu, apa kamu pikir aku begini karena terkejut?"
Nasya bertanya dengan tatapan heran setelah mendengar pertanyaan Juna padanya.
"Memangnya karena apalagi? Gak mungkin kamu begini karena gugup setelah ku peluk kan? Apa mungkin memang kamu gak pernah dipeluk pria sebelumnya?"
Juna tersenyum tipis menggoda Nasya saat dia bicara.
"Bu-bukan begitu. Aku sesak napas karena.... Sudahlah. Kamu gak akan ngerti. Aku pulang dulu!"
Awalnya Nasya ingin mengatakan alasan penyakitnya kambuh, namun saat melihat mata Juna yang menatapnya dengan serius disertai senyum tipisnya membuat Nasya gugup dan tidak jadi mengatakan alasannya pada Juna.
"Tunggu. Biar aku antar kamu aja. Aku gak mau kalau tiba-tiba kamu sesak napas dan gak bisa pulang sendiri."
"Gak perlu! Aku bisa pulang sendiri."
"Udah, jangan banyak alasan. Cepat naik!"
Juna memberikan segala alasan dan memaksa Nasya untuk ke mobilnya. Nasya tidak memberikan penolakan lagi dan naik ke dalam mobil Juna.
"Beritahu aku dimana alamatmu! Aku gak bisa pergi kalau gak tahu alamatnya." Juna memaksa Nasya memberikan alamatnya agar dia bisa menggunakan maps.
Dengan wajah ketusnya karena kesal, Nasya mengetik sendiri alamatnya dan membiarkan Juna menggunakan maps agar Nasya gak harus repot menyebutkan lagi tempatnya.
Sepanjang perjalanan menuju apartemennya, Nasya hanya menatap keluar jendela. Dia sama sekali tidak menatap Juna yang sedang mengemudi apalagi bicara padanya.
Juna yang sesekali menoleh pada Nasya tanpa mengatakan apapun padanya. Dia hanya tersenyum tipis menatap gadis itu.
"Apa kamu sangat membenciku? Sepanjang perjalanan ini kamu sama sekali tidak bicara apapun padaku." Juna bicara untuk mencairkan suasana kaku diantara mereka berdua.
"Kenapa aku harus membencimu? Aku hanya gak mau mengganggu konsentrasi orang yang sedang mengemudi aja."
Nasya menanggapi Juna tanpa sedikit pun menoleh kearahnya.
"Benarkah begitu? Tapi kenapa aku merasa kalau kamu membenciku ya? Sejak pertama kali kita bertemu kamu terus menatapku dengan tatapan sinis."
"Itu hanya perasaanmu aja kali." Jawab Nasya lagi dengan sinis.
"Ya, semoga aja begitu."
"Kita sudah sampai. Kamu bisa turunkan aku disini." ujar Nasya ketika mereka sudah tiba tidak jauh dari apartemen Nasya.
"Dimana tempat tinggalmu?" tanya Juna sambil menoleh kesana kemari dan menatap apartemen tinggi yang ada didepannya.
"Ya, aku tinggal disini." Nasya membenarkan setelah melihat Juna terus menatap apartemennya.
"Oh, kamu tinggal disini."
"Aku pulang dulu. Terima kasih untuk hari ini."
Nasya tidak menanggapi Juna dan langsung turun dari mobilnya.
"Hmn. Selamat malam. Semoga tidurmu nyenyak!"
Nasya kembali mengabaikannya dan langsung berbalik pergi meninggalkan Juna.
"Tentu saja tidurku pasti nyenyak karena aku harus minum obat untuk bisa tidur. Dasar bodoh!" gumam Nasya setelah berjalan sedikit lebih jauh dari Juna.
Juna tidak langsung pergi dari sana. Dia terus memperhatikan Nasya hingga masuk ke dalam apartemennya.
"Aku tahu sesak napasmu bukan karena terkejut. Saat itu pun kamu sesak napas ketika tanganmu dipegang oleh pria hidung belang itu. Tapi apa ada sesak napas karena bersentuhan dengan laki-laki?"
Juna mengerutkan dahinya ketika memikirkan apa yang terjadi pada Nasya. Diapun menghubungi Wiguna dan memintanya mencari informasi tentang Nasya. Juna sangat penasaran padanya.
Tuut tuut tuut
Cukup lama Juna menunggu Wiguna menerima telepon darinya.
"Halo, Bos." Sapa Wiguna ketika dia mengangkat teleponnya.
"Aku ingin kamu mencarikan informasi tentang seseorang. Jangan ada yang terlewat sedikitpun!"
Juna langsung mengatakan keperluannya pada Wiguna tanpa basa basi.
"Memangnya informasi tentang siapa, Bos?"
"Tidak perlu tanya. Cukup carikan saja informasinya untukku."
Wiguna menanyakan tentang orang yang ingin diketahui Juna, namun dengan tegas Juna meintanya untuk tidak ikut campur.
"Baik, Bos. Katakan saja siapa orangnya." Wiguna pun tidak bertanya lebih lanjut karena tahu bosnya bisa aja marah padanya.
"Namanya Nasya. Aku gak tau siapa nama lengkapnya, tapi dia bekerja di PT Golden Food. Sekarang dia ditempatkan di supermarket sebagai pengawas produk. "
"Seorang perempuan? Kenapa bos cari informasi tentang dia? Apa bos ingin beli tanah atau rumahnya? Gak seperti biasanya bos tertarik dengan urusan perempuan. Aku jadi ikut penasaran juga tentang perempuan itu. "
Pikir Guna mendengar dari penjelasan Juna
"Baik, Pak. Saya akan cari informasi lengkapnya dan langsung melaporkannya pada anda. "
"Hmn. Terima kasih. "
Juna langsung menutup teleponnya tanpa menunggu tanggapan Wiguna.
"Nasya, aku gak tahu kenapa aku sangat penasaran mengenai semua hal tentangmu, tapi aku merasa kalau ada sesuatu yang aneh dari sikapmu. Aku ingin tahu kenapa kamu membentuk tembok yang tinggi itu. " gumam Juna sambil menatap apartemen Nasya.
tapi tetep suka karena sifat laki²nya tegas no menye² ...