Mendapatkan hati yang kita cintai tentu sebuah kebahagiaan yang sulit di gambarkan. Seperti usaha Elin mengejar cinta Danil, sang suami.
Menikah dan memiliki keluarga yang hangat sudah selalu terbayang di pikiran Elin. Sayang, semua yang di rencanakan manusia tidaklah sesederhana itu. Bukan hidup jika tak ada ujian. Sejak kecil selalu menjadi yang terakhir di mata sang ayah, sampai memiliki keluarga pun nyatanya ia masih tidak mendapat perhatian ayahnya.
"Tinggalkan Danil demi Kakakmu, Elin!" Suara itu terdengar bersamaan dengan suara kunci di lemparkan di depannya, tepatnya di lantai yang kini Elin duduki.
Derai air matanya berjatuhan. Entah apa yang membuat sang ayah memiliki keputusan gila itu. Menikah dengan orang yang sangat ia cintai, kini Elin masih terasa terbuai di alam mimpi karena mendapat kasih sayang dari pria bernama Danil. Dan apa yang barusan ia dengar? Bercerai?
Akankah Elin mendengarkan perintah sang ayah? Ataukah Elin memperjuangkan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marina Monalisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Danil
Suasana malam yang begitu meriah seharusnya berlangsung dengan baik, namun tiba-tiba saja teriakan dari sang mempelai wanita membuat semua tamu undangan menoleh penasaran. Elin teriak sekuat mungkin sembari mencakar kedua lengannya. Lehernya pun sudah terlihat memerah sekali. Danil yang panik berusaha membawa sang istri ke dalam namun, belum sampai jauh dari keramaian tubuhnya sudah lebih dulu jatuh. Elin tidak sadarkan diri tiba-tiba.
"Elin?" Zahra yang panik melepas tangan sang suami.
Anaknya sedang dalam bahaya, tentu saja ia tidak bisa lagi berbuat tenang. Danil pun begitu panik, Aditya ikut menangis melihat keadaan bundanya.
"Bunda..." tangisnya takut.
Elin di gendong ke mobil. Tak perduli seberapa pentingnya acara malam ini. Danil mengutamakan keselamatan sang istri. Membawa Elin ke rumah sakit di dampingi sang ibu mertua. Aditya tinggal di rumah bersama para asisten kepercayaan Danil. Bocah itu terus merengek ingin ikut.
Di dalam mobil beberapa kali Danil melihat sang ibu mertua mengabaikan ponselnya yang berdering. Wanita paruh baya itu terus menolak panggilan yang ternyata dari suaminya sendiri.
"El, bangun. Bangunlah, kita akan segera ke dokter. Elin." panggil Danil.
Seorang pria yang sangat Elin gilai justru kini benar-benar menunjukkan sisi penuh cintanya. Danil begitu khawatir melihat kulit sebagian di tubuh sang istri semakin memerah dan ada bengkak-bengkak kecil.
Zahra pun melihat semua sikap Danil. Merasa tenang sang anak menikah dengan pria yang memiliki cinta seperti Danil. Inilah harapannya selama ini, Elin bisa hidup bahagia ketika ia keluar dari rumah. Sebab, sejak dulu Elin selalu mendapatkan perilaku dingin dari ayahnya.
"Terimakasih, Tuhan. Kau sediakan jodoh yang baik untuk putriku. Begitu pun aku berharap untuk Viera nanti." batin Zahra dalam hati berdoa.
Setibanya mereka di rumah sakit, Danil membawa Elin ke tempat pemeriksaan. Di sana ia di sambut sigap oleh dokter. Elin pun mendapatkan perawatan segera.
"Apa yang terjadi dengan istri saya?" tanya Danil cemas.
"Istri Tuan terkena bubuk gatal. Di duga dari pakaian yang di kenakan Istri anda, Tuan. Untuk mengetahui jenisnya kami perlu mengambil pakaian yang di kenakan saat ini dan menguji sisa yang tertinggal di sana. Tapi, ini tidak ada yang serius, Tuan. Istri anda hanya tidak tahan dengan rasa gatal ini itu sebabnya sampai pingsan. Beberapa waktu lagi Istri anda akan segera sadar."
Danil dan Zahra mendengar ucapan Dokter pun baru bisa tenang. Mereka bersyukur tidak terjadi sesuatu pada Elin yang serius. Dokter pun segera memberikan obat penawarnya.
"Bu, saya harus segera pergi. Tolong jagakan Elin untukku." Zahra mengangguk cepat. Entah Danil akan pergi ke mana saat ini.
Yang jelas Zahra bisa melihat tatapan mata Danil yang menyimpan amarahnya. Pria yang baru menyandang status suami itu pun pergi meninggalkan rumah sakit usai mencium kening Elin hangat. Lagi-lagi Zahra senang melihat pemandangan indah di depannya. Kini di ruangan pemeriksaan, Zahra menggenggam tangan sang putri. Baru kali ini ia di sisi Elin ketika Elin sangat membutuhkannya. Penyesalan yang begitu besar Zahra rasakan hingga air matanya menetes.
Ia menunduk memejamkan mata. Sakit semakin sakit sekali rasanya ketika harus mengingat semua yang terjadi pada Elin.
"Ibu bersalah, Elin. Maafkan Ibu, Nak. Seharusnya tidak seperti ini jalan hidupmu." sesal Zahra yang terdengar oleh putrinya.
"Bu..." panggil Elin pelan.
Zahra memeluk erat tubuh putrinya.
Sementara Danil yang baru turun dari mobil kini menatap benci pada bangunan rumah di depannya. Langkah kaki panjangnya kian mendekat ke arah pintu rumah itu. Tangannya memutar handle pintu dan langsung terbuka.
"Tu-Danil?" Damian terbata ketika menyambut kedatangan sang menantu. Baru saja ingin mengatakan Tuan tetapi rasanya tidak pantas lagi. Sebab pria di depannya adalah sang menantu.
Danil sama sekali tak bersuara. Pria itu melewati ayah mertuanya dan melangkah masuk ke dalam rumah.
"Dimana Viera, Ayah?" tanya Danil.
Kening Damian mengerut dalam. Untuk apa Danil kemari mencari putri pertamanya itu? Damian pun mengejar Danil ingin menanyakan lebih jelas. Namun, Danil tak memberinya kesempatan karena Danil sudah lebih dulu berlari menuju setiap kamar di rumah itu.
"Viera! Viera! Keluar kau!" teriaknya begitu keras.
Damian benar-benar di buat bingung oleh sikap kasar Danil. Tak ada sopan santunnya sama sekali ketika berada dirumah sang mertua.
"Hei Danil, ada apa dengan kakak iparmu? Mengapa kau me..."
"Siapa sih?" Dari kamar tiba-tiba Viera bersuara sembari membuka pintu kamarnya.
Matanya membulat memancarkan tatapan yang masih penuh damba oleh adik iparnya sendiri. "Niel? Kamu datang?" tanyanya lembut.
Harapan di hati Viera adalah kedatangan Danil untuk membawanya pergi dan memulai hubungan seperti dulu lagi, ingat seperti dulu. Bukan untuk menikah. Viera masih belum ingin menikah jika karirnya masih harus terus berjuang.
Sayang, pikiran Viera justru membuat wanita itu seperti jatuh ke jurang yang paling dasar. Wajahnya tertampar begitu kerasnya. Danil tak main-main memberikan tamparan di pipi yang dulu sering ia elus penuh cinta. Kini hanya tatapan benci yang Danil berikan pada ibu dari anaknya.
Damian bahkan tak percaya dengan yang ia lihat.
"Niel, kamu menamparku? Apa salahku?" tanya Viera histeris. Air matanya sudah berjatuhan kian derasnya.
Danil bukannya menjawab. Justru ia memajukan jari telunjuknya yang begitu bergetar di depa kedua mata Viera. Jelas perlakuan itu menunjukkan betapa Danil sudah tidak menaruh sedikit pun cinta pada wanita di depannya kini.
"Sekali kau menyakiti istriku, maka kedua mata ini akan ku musnahkan. Jangan pernah menganggap ancamanku adalah gertakan. Ingat apa yang sudah ku lakukan pada karirmu." Danil pun pergi meninggalkan rumah Damian setelah mengatakan itu pada Viera.
Viera hanya bisa memejamkan mata menangis memegang pipinya yang panas. Damian yang ingin mengejar Danil karena marah, di cegah oleh Viera. Ia takut sang ayah justru mendengar penjelasan Danil tentang masa lalu mereka dan kesalahan Viera terhadap Aditya.
"Dia menamparmu, Viera. Ayah tidak bisa diam." ujar Damian.
"Sudahlah, Ayah. Biarkan aku bicara dengan Danil besok. Ayah jangan ikut campur." ujar Viera mencegah lagi.
Hatinya pun sama tak terima dengan perlakuan Danil yang begitu keras.
kcuali kl cerai mati lain lagi ceritanya.
sedang itu ada anak antara mantan, trus ada anak lagi kn ribet. pa lagi lakinya juga gk teges ntah lah kyak gk bnget aja.