Ayahnya Arumi terlilit hutang. Hal itu membuat sang ayah kena serangan jantung. Arumi tidak punya uang untuk membawa sang ayah berobat. Bahkan, rumah sebagai jaminan sudah ditarik rentenir. Dalam keadaan sulit itu, seorang dokter wanita menawarkan bantuan kepada Arumi. Akan membiayai pengobatan sang ayah, asal Arumi mau menikah dengan ayahnya yang sedang sakit.
Tidak ada pilihan lain, dalam keadaan terpaksa Arumi menerima tawaran itu, walau sebenarnya ia masih ingin melanjutkan studynya.
Pernikahan Itu pun terlaksana, dan ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa, pria yang ia sukai di pandangan pertama adalah anak dari pria tua yang menikahinya, tepatnya. Arumi menyukai anak tirinya.
Bagaimana kah kelanjutan kisah cinta terlarang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febriliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1,3 M
"Jeny... Tangkap dia..!" teriak Rosa kepada teman satunya lagi, saat melihat Arum hendak kabur ke lantai dua.
Arum yang tidak mau tertangkap menoleh kebelakang. Ternyata Mischa sedang menahan Rosa dan Vemi Itu saja Mischa kesusahan menahan kedua wanita yang kesetanan itu.
Arum mempercepat langkahnya menaiki anak tangga. Sial sekali, tidak ada satupun orang yang melintas di tangga itu.
"Tolong... Pak Dimas... Tolong kami...!" teriak Arum.
Graapp..
Braaakk.
Ia pun terjatuh karena kakinya di tarik kuat oleh Jeny. Padahal satu langkah lagi, ia akan sampai di lantai dua.
Semua benda yang ada di tangannya Arum terjatuh di lantai. Dan dari kejauhan Dimas yang keluar dari ruangannya, karena mendengar teriakan Arum melihatnya terjatuh. Karena badannya sudah tergeletak di lantai dua. Hanya kakinya yang masih menggantung di anak tangga.
"Arummm.....!" teriak Dimas kuat.
Mendengar derap kaki menuju tangga. Rosa, jeny dan Vemi kabur dari tempat itu.
"Pak...!" ujar Arum menahan sakit, karena lututnya yang sempat terbentur ke lantai terasa sakit sekali.
"Kamu kenapa terjatuh?" tanya Dimas dengan penuh kekhawatiran. Tangannya menjulur untuk membantu Arum bangkit. "Laptopku....!"
Bruuggkk.
Arum yang sempat dibantu Dimas untuk bangkit. Terjatuh kembali, karena dilepaskan oleh Dimas. Ia baru sadar, kalau laptopnya terjatuh dan pasti sudah rusak.
"Aauuwwhhgh.. Ya Allah.. Dasar anak- tiri kualat!" ujar Arum refleks. Ia masih terkapar di lantai.
Sedangkan Mischa juga ikut lari saat Rosa dan geng nya lari. Ia takut kena masalah. Mana ini hari pertama masuk kuliah. Mentalnya belum kuat. Ia masih beradaptasi dengan keadaan di kampus.
"Kamu ibu tiri kualat! bisanya buat masalah!" umpat Dimas kesal. Ia wajahnya yang tampan terlihat frustasi sekali laptop mahalnya memang hancur.
Arum tergelak melihat kemarahan Dimas. Ia yang sudah terduduk di lantai lorong gedung itu, hanya bisa diam. Ia memang salah. Tidak seharusnya ia buat masalah dengan menantang geng nya Cindy. Dan sekarang lihatlah hari-hari nya akan buruk di kampus ini.
"Ma, maaf! Aku tidak sengaja. Tadi itu aku dihadang oleh geng nya Cindy." ujarnya lemah, ia masih tidak sanggup menatap ke arah Dimas. Yang berdiri di hadapannya. Dengan tangannya yang memegang laptop rusak.
"Cindy..?dari mana kamu kenal dia?" tanya Dimas dengan tercengang.
Arum mengangkat wajahnya. Ia tatap Dimas yang sedang terkejut itu.
"Cindy kan pacarmu pak!" jawab Arum pelan. Ia tatap Dimas yang kini nampak masih kesal.
"Ayo bangkit, ikut ke ruangan saya!" Bukannya dijawab, malah memerintah.
Arum yang tidak mau ikut ke ruangan Dimas. Memutar tubuhnya, merangkak menuruni anak tangga.
"Hei i... Arum.. Jangan Lari..!"
Dimas raih tangannya Arum kuat. Seketika, Arum menatap tajam ke arah tangannya Dimas.
"Kamu harus tanggung Jawab. Ikut ke ruangan saya!" ujar Dimas tegas, mukanya yang tampan memerah sudah.
"Lepas dulu. Sakit tahu! dasar anak durhaka. Aku ini ibumu loh!" ujar Arum kesal. Ia mencoba lepas dari genggaman Dimas.
"Kamu bukan ibuku!"
"Aku ibu tirimu. Sopan lah!" tegas Arum, ia terus berusaha agar tangannya lepas dari genggaman Dimas.
"Ini kampus! di kampus, aku dosenmu! ayo ikut aku!"
Terpaksa Arum bangkit, ia ikuti jejak langkahnya dimas, dengan berjalan pincang. Mana ia masih diseret pria itu. Tangannya tidak dilepaskan.
Astaga, ini cowok kenapa kasar banget samaku!
Umpat Arum kesal, ingin rasanya ia jitak kepalanya dati belakang
Kreekk..
Pintu ruang kerjanya Dimas terbuka.
Tangannya Arum pun sudah Dimas lepaskan. Dimas duduk di sofa, tempat tamunya biasa duduk. Di ruangan itu ada dua sofa, yang disusun bentuk L.
"Duduk!" titah Dimas kepada Arum, yang sedang mengendarakan pandangannya ke setiap sudut ruang kerjanya Dimas. Arum masih kagum dengan interior ruang kerjanya Dimas, yang bersih dan wangi itu. Ruangannya memancarkan aura positif, beda sekali dengan pemilik ruangan yang auranya negatif.
"I, iya pak!" sahut Arum tergagap, ia dudukkan bokongnya di sofa sebelah Dimas.
Kemudian ia kembali memperhatikan ruang kerjanya Dimas yang dicat Putih dengan aksesoris barang-barang penting saja, ada rak buku, lemari kecil di sudut dekat rak buku, kalender, meja, dan sofa yang mereka duduki.
Sedangkan Dimas, terlihat meratapi laptopnya yang rusak
"500 juta!" ujar Dimas dengan frustasinya.
Arum yang diajak bicara, malah membuang pandangan ke arah jendela kaca di belakang meja kerjanya Dimas. Ia sangat suka ruang kerjanya Dimas ini.
"500 juta!" teriak Dimas.
"Ap, apa pak? 500 juta, apanya yang 500 juta?" tanya Arum dengan mata yang membeliak ingin keluar dari tempatnya. Saat ini, otaknya sudah sinkron, bahwa ia harus ganti 500 juta, atas kerusakan laptop yang jatuh dibuatnya. Karena, tangannya Dimas terus saja mengelus pasrah laptopnya yang rusak.
"Kamu harus ganti, ini laptop!" tegas Dimas lagi.
"Bukan aku yang rusak in nya. kenapa aku yang ganti. Gak!" Arum yang terkejut, bangkit dari duduknya. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Graapp..
Lagi-lagi, Dimas bisa mencegatnya. Tangannya kembali Dimas pegang kuat. Menarik Arum agar duduk lagi di sofa.
"Bukan aku yang merusaknya. Laptopnya rusak sendiri." Jawab Arum dengan ketakutan. 500 juta bukan uang yang sedikit..
"Kan kamu yang jatuhin, berarti kamu yang buat rusak!"
"Iya, tapi kan. Ini semua karena Rosa, temannya kak Cindy." Jawab Arum cepat. Ia menantang Dimas
"Aku gak mau tahu, kamu harus ganti laptop ini!" Dimas yang sudah duduk kembali di kursinya menunjuk ke arah laptopnya.
"Gak, aku gak ada uang. Lagian, siapa suruh kamu minta aku bawain laptopnya!" Ujar Arum sewot. Ia angkat bibir kirinya, menatap kesal Dimas, yang melotot padanya.
"Ya sudah, aku laporin ke polisi, Kalau kamu gak mau ganti!'
" Hei.. Ngomong pakai otak. 500 juta itu banyak. Aku belum pernah lihat uang sebanyak itu. Lagi pula mana mungkin harga laptop 500 juta. Walau aku orang kampung, aku tahu harga laptop." Jawab Arum tegas.
"Oouuww.. Begitu,"
"Iya." jawab Arum cepat.
"Ambil hapemu, search di google berapa harga laptop ku ini!" Dimas geser laptopnya yang sudah rusak ke hadapan Arum
Arum dengan mata indah nya menilik merk dan tipe laptop di hadapannya. Ia lepas tas ranselnya dari punggungnya, merogoh tas itu untuk mengambil handponenya. Sambil me lirik-lirik Dimas, Arum mulai mengetik harga laptop itu di kolom pencarian.
Haahh...
Seketika kedua bola matanya Arum membulat, hendak keluar dari tempatnya. Bahkan ia menutup mulutnya yang sempat menganga dengan tangannya
"1,3 Milyar?" ucapnya dengan tercengang. Secara bergantian menatap Dimas dan laptop hancur di hadapannya.
Dimas mengangguk kesal.
"Dasar oon, sayang banget habiskan uang 1,3 M untuk sebuah laptop. Situ waras?" ujar Arum dengan kesalnya menatap Dimas yang masih terlihat kesal pada nya.