Zhavira adalah seorang gadis yang manja. Dibesarkan oleh ayahnya seorang diri setelah mamanya pergi entah kemana.
Kehidupan zha berubah total ketika ayahnya meninggal, terutama setelah seorang pria datang dan mengambilnya atas wasiat sang ayah. Pria bernama Edo Lazuardo itu mengemban amanat untuk mengurus zha setidaknya hingga ia dewasa.
Zha merasa hidupnya terkekang bersama Om bekunya, dan selalu saja ada masalah diantara mereka berdua. Apalagi dengan jarak usia yang cukup jauh untuk saling mengerti satu sama lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna Surliandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada apa dengan Om Edo?
Om edo mematikan hpnya usai dipanggil oleh wika yang membei kabar mengenai zha. Apa saja yang zha lakukan hari ini, dan apa saja yang sekolah mita untuk keoerluan zha nanti. Om edo seegra meminta wika untuk segera memenuhinya, bahkan meminta wika memberikan hp baru untuk gadis itu.
"Bukankah jatah liburmu masih dua hari lagi?" tanya om yan pada sahabatnya itu. Yang mendadak datang pagi dengan pakaian yang rapi, seakan benar-benar siap untuk memulai hari dengan semua pekerjaan yang ada.
"Aku tak bisa tenang dirumah,"
"Zhavira?" Om yang kemudian duduk disofa sembari menyulut sebatang ceurutu kesukaannya.
Om edo mengangguk, dan kemudian mengeluhkan mengenai gadis kecil yang sekarang menjadi tanggung jawabnya itu. Yang baru beberapa hari, namun ada saja masalah yang ia buat disana. Tapi meski ia pergi, fikirannya tetap akan mengawasi zha dari kejauhan.
"Selama ini, sepertinya seto terlalu memanjakan anak itu. Atau hanya aku saja yang belum terbiasa," lirih om edo yang meneguk air putih.
Menurut om yan, wajar saja jika ayah zha memanjakan anak gadisnya saat itu. Selama ini mereka hanya hidup berdua tanpa bantuan dari siapapun, bahkan seto begitu sulit mencari pengganti untuk mama zha, karena memikirkan sesayang apa seorang ibu tiri terhadap anaknya nanti. Bukan karena masih cinta ataupun menunggunya.
Jujur saja ayah zha sudah tak perduli lagi dengan mantan istrinya itu, mau menikah lagi atau bahkan sudah mati diluar sana. Ia hanya ingin fokus untuk membesarkan putri semata wayang mereka berdua yang sudah terlanjur lahir di dunia.
"Dia anak satu-satunya. Bisa membesarkan dengan cara seperti ini saja ia sudah amat bahagia jika kita lihat dari perjuangannya selama ini," sambung om yan yang membumbungkan lagi asap cerutunya ke udara.
Mendadak saat itu om edo seperti diserang nyeri kepala yang hebat. Dadanya sesak dan keringat dingin keluar dari dahi hingga sekujur tubuhnya, dengan wajah yang mulai pucat serta dadanya yang sesak. "Do, kau tak apa? Apa sakit lagi?" tanya om yan yang langsung mencemaskan keadaan sahabatnya itu.
"Yan, obatku..." tunjuk om edo pada meja, dan obatnya ada dilaci sana.
Om yan segera bergergas meraih obat itu serta air putih yang ada. Dan ia segera memberikan obat itu pada om edo agar segera meminumnya, "Sudah ku bilang, kau seharunya dirumah saja. Istirahat dan menenangkan fikiranmu disana." Ucap om yan.,
Om edo meminum obat itu dan meneguk air putihnya. Ia bahkan mendongakkan kepala agar efek obat cepat masuk kedalam kerongkongan dan terasa efek dalam tubuhnya. Ia menghela napas, ketika keadaan sedikit tenang dan merebahkan dirinya di sofa.
"Dimanapun sama. Disini ingat ayahnya, disana ada anaknya." Ucap om edo yang kemudian memijati dahinya.
Trauma itu terus membayangi, akan kejadian kecelakaan yang menimpa mereka berdua saat itu. Yang jika bukan ayah zha, maka om edolah yang akan mati karenanya. Terbayang jelas dikepalanya, ketika ayah zha terakhir kali mengulurkan senyum pada om edo setelah kecelakaan yang menimpa. Bahkan suara-suara itu saja masih jelas membayang dan berdenging ditelinga, itu begitu menyakitkan baginya yang susah lupa. Apalagi baru beberapa hari sejak semua kejadian itu, yang entah kapan akan hilang dari kepala.
"Do, apakah tak seharusnya_"
"Aku tak gila, Yan. ini hanya trauma sesaat, dan akan sembuh ketika aku berhasil menjalankan wasiat seto untuk merawat zha hingga dewasa. Tidak... aku tidak gila, Yan."
"Tak ada yang mengatakan jika kau_"
"Kembali bekerja, Yan. Aku ingin beristirahat sejenak, dan jangan ganggu aku hingga beberapa saat." Om edo lantas menutupi mata dengan lengannya. Ia diam, dan om yang segera pergi dari sana. Tapi ia akan terus mengontrol sahabatnya itu agar ia traumanya tak datang lagi.
"Kau tak bisa terus begini, Do."