Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Hari ini Alvaro dan Arumi mengajak Bella dan Naka mencari sekolah untuk mereka berdua. Kedua bocah menggemaskan itu terlihat antusias untuk melihat sekolah barunya. Sepanjang jalan mereka terus berceloteh sambil bercanda ria.
Tanpa terasa mobil yang di kemudikan Alvaro berhenti di depan sekolah elit yang berada di pusat kota.
"Ayo turun, kita sudah sampai" ajak Alvaro seraya melepas seatbelt yang melilit di tubuhnya.
Cahaya matahari pagi memantulkan kilauan pada gedung sekolah yang megah di depan mata Alvaro dan Arumi. Pria itu membuka pintu mobil dan melangkah keluar dengan semangat, menarik napas dalam-dalam menghirup udara segar. Arumi mengikutinya, sambil membantu Bella dan Naka turun dari mobil.
Kedua anak itu, dengan tas kecil tergantung di bahu mereka, melompat kecil penuh kegirangan. "Wah, cekolahnya becal cekali mama" seru Bella dengan mata berbinar.
Naka yang tidak kalah antusias, mengangguk-angguk sambil menunjuk ke arah lapangan basket yang terlihat dari gerbang depan.
"Lihat, Bella! Meleka punya taman belmain juga!" katanya dengan suara yang hampir tidak terbendung.
Mereka berempat berjalan menuju pintu masuk utama sekolah, melewati taman yang rapi dan beberapa patung yang artistik. Di dalam, mereka disambut oleh kepala sekolah yang ramah. Dan mengajak mereka untuk room tour sekolah.
Bella dan Naka terpukau melihat perpustakaan yang luas dengan rak-rak buku yang menjulang tinggi. Mata mereka berbinar-binar saat melihat ruang seni yang penuh dengan kanvas dan cat warna-warni.
"Bolehkah kami melihat kelasnya?" tanya Arumi dengan lembut.
Kepala sekolah mengangguk dan membawa mereka ke sebuah kelas yang cerah dengan meja-meja yang tertata rapi dan dinding yang dihiasi dengan karya seni dari siswa-siswa sekolah itu.
Bela dan Naka langsung berlari ke salah satu meja, mereka duduk dan saling memandang dengan senyum lebar. "Bella cuka cekolah ini,"
Namun berbeda dengan Naka, dia berbisik Naka kepada Bella. "Aku tidak" sahut Naka matanya berkilauan penuh harapan.
Arumi dan Bella bertukar pandang, senyum lega dan bahagia terukir di wajah mereka melihat anak-anak mereka sudah bisa menemukan kegembiraan di sekolah baru mereka.
"Bagaimana? kalian suka dengan sekolahnya tidak?" tanya Alvaro.
"Cuka papa" jawab Bella semangat.
Namun tidak dengan Naka, "Naka nda cuka papa, cali cekolah lain aja" ucapnya.
"Memangnya kenapa? Sekolah ini bagus untuk kamu dan Bella" heran Alvaro
Naka menatap Alvaro dengan mata berkaca-kaca, bibirnya masih mengerucut menunjukkan kekecewaan yang dalam. "Tapi papa, nanti kalau Naka lapal gimana?" tanyanya lagi dengan suara yang hampir tak terdengar.
Alvaro hanya bisa menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan anaknya itu. Namun sebelum dia sempat berbicara, Bella, yang berdiri di samping Naka, sudah lebih dulu menunjukkan ekspresi tidak sabar.
Plak!
Suara tamparan kecil terdengar ketika Bella memukul lengan Naka.
"Kamu ini hanya mikil makan telus! Kita di cini mau belajal, bukan mau makan" omelnya, matanya menyipit kesal.
Naka menggosok lengan yang baru saja dipukul, "Kata oma makan itu penting, coalnya kalau nda makan nanti nda bica mikil, nda pokus belajalnya" kata Naka yang selalu mengingat kata-kata omanya.
"Telcelah kau caja lah, cetles Bella cama kamu" pasrah Bella, dia sudah lelah meladeni Naka.
Alvaro melihat ke arah Arumi, meminta pendapat kepada istrinya itu.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Alvaro.
"Kita cari sekolah yang lain saja, biar ada perbandingan untuk mereka" saran Arumi, dia tidak mau memaksa putranya untuk sekolah di tempat yang tidak dia sukai.
Alvaro mengangguk, Mereka berdua mengucapkan terima kasih kepada kepala sekolah sebelum meninggalkan ruangan.
Mobil Alvaro bergerak pelan meninggalkan sekolah pertama menuju sekolah kedua yang ingin mereka lihat. Di dalam mobil, Bella dan Naka duduk bersebelahan, mata mereka besar menatap keluar jendela dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
Alvaro menoleh sejenak, memastikan kedua anaknya nyaman dengan sabuk pengaman yang terpasang dengan baik. "Kita akan ke sekolah yang kedua, kalian berdua siap untuk melihatnya?" tanya Alvaro dengan senyum lebar.
Bella mengangguk antusias, sementara Naka hanya tersenyum malu-malu. Tak lama kemudian, mobil mereka memasuki halaman sebuah sekolah yang tidak terlalu besar namun tampak hangat dan mengundang.
Pohon-pohon yang rindang menambah kesan asri, dan terdengar suara anak-anak bermain dari kejauhan. Alvaro memarkir mobil dan membuka pintu untuk Bella dan Naka.
"Bagaimana menurut kalian?" Alvaro bertanya sembari mengamati ekspresi anak-anaknya.
Bella, dengan mata berbinar, langsung berlari ke arah ayunan yang terlihat dari tempat mereka berdiri. "Aku cuka, papa! Lihat, meleka punya ayunan!" teriaknya gembira.
Naka, yang lebih pendiam, memandang sekeliling dengan hati-hati sebelum memberikan anggukan kecil. "Naka juga cuka, papa," katanya, suaranya hampir tidak terdengar.
Alvaro merasa lega dan senang melihat anak-anaknya menunjukkan ketertarikan terhadap sekolah baru ini. Mereka berjalan mengelilingi sekolah tersebut, melihat kelas, taman bermain, dan bertemu beberapa guru yang ramah.
Setiap detail sekolah itu tampak sempurna bagi kebutuhan Bella dan Naka yang masih membutuhkan banyak waktu untuk bermain dan bersosialisasi.
Di akhir kunjungan, Alvaro tahu bahwa dia telah menemukan tempat yang tepat untuk pendidikan anak-anaknya. Kepuasan di wajah Bella dan Naka, serta rasa hangat yang ditawarkan sekolah itu, membuatnya yakin dengan pilihan ini. Sebuah awal baru untuk Bella dan Naka. dan Alvaro tidak sabar untuk melihat mereka tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baru ini.
"Sekarang kita ke mall, membeli perlengkapan sekolah untuk kalian" ajak Alvaro.
"Ayo papa ayo" seru Bella dan Naka sambil melompat-lompat.
Namun berbeda dengan Arumi, wanita itu terlihat keberatan dengan ajakan suaminya. Yang di butuhkan mereka hanya tas dna sepatu saja, sementara mereka berdua masih memilikinya.
"Untuk apa?, tas sama sepatu mereka masih bagus-bagus lho" protes Arumi.
Alvaro, dengan semangat yang tak terbendung, sudah mempersiapkan mereka untuk pergi berbelanja "Anak-anak butuh motivasi dengan barang-barang baru untuk sekolah baru mereka," ujar Alvaro sambil mengambil kunci mobil.
Arumi menghela nafas panjang, matanya melirik ke arah tas dan sepatu yang masih sempurna itu. "Tapi tas dan sepatu mereka masih sangat bagus, mas. Apa tidak sayang membuang uang begitu saja?" sahutnya, suaranya mencoba menyembunyikan rasa frustrasi.
Alvaro hanya tersenyum, menepuk bahu istrinya lembut. "Ini bukan tentang uang, Rum. Ini tentang memberi yang terbaik untuk anak-anak. Biarkan mereka merasakan kegembiraan memulai sesuatu yang baru dengan segala yang baru juga." Akhirnya, dengan langkah gontai, Arumi mengikuti suaminya keluar dari sekolah. Di dalam hati, dia masih bertanya-tanya, mengapa kebahagiaan harus selalu diukur dengan kemilau barang baru.
Alvaro melajukan mobilnya menuju ke salah satu pusat perbelanjaan yang ada di ibu kota, setibanya di sana, mereka bergegas turun dari mobil dan berjalan bergandengan masuk kedalam mall.
"ARUMI"
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al