Salahkah apabila seorang ayah—walaupun tidak sedarah—mencintai anak yang diasuhnya, dan cinta itu adalah cinta penuh hasrat untuk seorang pria pada kekasihnya.
"Akhiri hubungan kita! setelah itu Daddy bebas bersama Tante Nanda dan Hana juga akan bersama dengan pria lai ..."
Plakkkkkkkkk...! suara tamparan terdengar. Wajah Hana terhempas kesamping dengan rambut yang menutupi pipinya, karena tamparan yang diberikan Adam begitu kuat.
Hana merasa sangat sakit terlebih pipinya yang
sudah ditampar oleh Adam. Serasa panas di pipi itu,
apalagi dihatinya.
"Jangan pernah katakan hal itu lagi, sampai kapanpun kamu tetap milik Daddy, siapa pun tidak berhak memiliki kamu Hana." teriak Adam dengan amarah yang memuncak menatap tajam wanitanya. Ia menarik Hana dalam pelukannya.
"Daddy egois, hiks hiks." Hana menangis sembari memukul dada bidang Adam.
Apakah mereka akan tetap bersatu disaat mereka tak direstui? Bagaimana Adam mempertahankan hubungan mereka?
Nantikan kisah mereka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kaylakay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sarapan tergila
Hana menggeliat kecil begitu sinar matahari pagi menerpa kelopak matanya saat gorden jendela dibuka oleh Adam. la mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk sebelum akhirnya memilih untuk membuka matanya dan menatap jam ditembok kamar.
Sudah jam delapan pagi, dan Hana merasa belum puas tertidur. Semalam saat Adam tertidur, Hana membuka matanya. Ia tidak benar benar tertidur semalam. Hana terus memikirkan kejadian semalam soal jawaban Daddy-nya, hingga berakhir tidak bisa memejamkan matanya.
"Kenapa dibuka gordennya?" Hana berkata dengan suara serak khas bangun tidur. "Aku masih ngantuk, Daddy." Hana menggeliat lagi, ia berniat untuk menutupi kepalanya dengan selimut, namun dengan cepat Adam menarik turun selimut itu hingga berhenti di batas dadanya.
"Udah pagi, memangnya kamu gak kuliah?" Gadis itu melenguh, mengerjap malas untuk mengumpulkan kembali seluruh kesadarannya.
"Capek Daddy." Rengeknya.
Adam terkekeh sembari mencubit hidung Hana gemas. "Ayo bangun! Daddy akan antar kamu ke kampus, gak boleh males." Ujarnya lalu melangkah memutari tempat tidur untuk sampai ke depan lemari.
Bersamaan dengan itu Hana beringsut, terduduk dengan punggung menempel pada kepala ranjang. Sesaat ia masih asik mengamati pergerakan Daddy-nya.
Pemandangan pagi yang selalu Hana dapati setiap Adam tidur di kamarnya.
"Daddy mau ke kantor?"
"Hm ...." Adam mengangguk sembari berjalan menuju meja rias. "Hari ini Daddy ada meeting, dan mulainya pagi ini." Lanjutnya dengan tangan yang sibuk mengaitkan kancing kemejanya.
"Mau Hana buatin sarapan?" Adam mengangkat wajahnya, menatap Hana dari pantulan kaca. Gadis itu sedang berusaha duduk di tepi kasur.
"Boleh. Roti panggang selai cokelat, ya." Hana mengangguk lalu menjulurkan kakinya keatas lantai. Susah payah ia melilitkan selimut tebal itu pada tubuhnya.
"Kopi atau susu?" Tanya Hana setelah selesai.
Adam berbalik menghadap gadis itu dan memandanginya sebentar sebelum akhirnya memilih untuk melangkah mendekati Hana.
"Susu kamu boleh?"
"Daddy!" Tegur Hana dengan mata memicik. Adam terkekeh kecil, lalu membungkukkan badannya untuk menjangkau puncak kepala gadisnya. Ia mengecup bagian itu dengan lembut.
"Kopi aja." ucapnya sambil tersenyum.
"Ya udah, Daddy tunggu sebentar ya! Hana pakai baju dulu." lalu beranjak menuju walk in closet untuk berpakaian.
Adam menganggukkan kepalanya sambil tersenyum menatap punggung Hana yang sudah masuk kedalam sana.
Tak berselang lama Hana berpakaian, ia kemudian keluar dengan kaos kebesaran sebatas paha. Hana lalu keluar dari kamarnya, meninggalkan Adam yang menunggunya.
Adam menatap Hana dengan pikirannya, melayang memikirkan kejadian semalam. "Maafin Daddy, Hana. Daddy akan menjawabnya diwaktu yang tepat."
Pria itu menghembuskan nafasnya perlahan. Adam lalu berjalan kearah balkon kamar dengan satu tangannya memegang hpnya, menelepon nomor sekretarisnya.
"Halo, Tuan." suara Aldi terdengar dibalik telfonnya.
Adam berdiri dengan satu tangannya ia masukkan kedalam saku celana. "Kamu sudah siapkan dokumen untuk meeting pagi ini?"
"Sudah, Tuan. Semuanya sudah beres."
"Yasudah." sahut Adam lalu mematikan sambungan telponnya dengan sepihak.
Bunyi sambungan terputus membuat Aldi menghela nafasnya. "Begini amat punya Bos dingin. Dimatiin ngga tuh." Aldi menggeleng pelan ditempatnya.
Hana sudah berada di dapur menyiapkan roti panggang yang diminta Daddy-nya.
BI Surti yang sedang berkutat di dapur pun, berinisiatif mendekati Hana yang sedang mengoleskan selai kacang diroti itu.
"Nona mau dibantu ngga?" BI Surti menawarkan.
"Nggak usah repot-repot bi, biar Hana aja. Oh Iyah, bibi jangan lupa buatin sup iga ya!" pinta Hana sambil senyum.
"Non, mau dibuatin sup iga?"
"Iyah. Tapi nanti setelah balik dari kampus, baru Hana makan."
"Siap Non, nanti dibuatkan yang enak deh, buat Nona." sahut bi Surti dengan nada antusias.
"Tapi Non. Kalau tunggu balik dari kampus, nanti malah dingin dong sup iga nya.
"Nanti dipanasin lagi sup nya, Hana juga hari ini pulang lebih awal kok. Sekitar jam satu siang mungkin Hana udah di rumah." ucap Hana sambil mengaduk-aduk kopi, yang baru saja ia tuangkan air panas kedalam cangkir itu.
"Iyah Non. Ya udah saya beresin dulu, yang lain." BI Surti pamit.
"Iyah." sahut Hana lembut.
Hana lalu naik keatas menuju kamarnya dengan nampan di tangannya. Saat membuka pintu kamar ia tidak melihat Daddy-nya di dalam.
Hana menatap kesana kemari mencari sosok itu. Hingga kedua bola matanya menangkap sosok berbadan tinggi dan tegap itu, sedang asik duduk di balkon kamarnya.
Hana tersenyum lalu berjalan menuju tempat Adam berada. "Daddy .... Hana cariin, malah di sini ternyata." Hana meletakkan nampan itu di atas meja balkon.
Adam tersenyum melihat kedatangan Hana. "Ayo duduk di sini!." pinta Adam sambil menepuk pahanya, bermaksud memberikan kode agar Hana beranjak duduk di-pangkuannya.
"Nanti kalau aku duduk di situ, Daddy bakalan kelamaan sarapannya." Hana menolak perintah Adam dengan pelan.
"Nggak akan lama, ayo kita nikmati sarapan berdua." ucap Adam.
Hana pun beranjak mendekati pria dewasa itu, lalu duduk di-atas pangkuan Adam dengan posisi saling berhadapan.
Hana melingkarkan tangannya di leher Adam. Sementara Adam, keduanya tangannya melingkar di-pinggang itu.
Adam menatap sebentar wajah Hana, hingga kemudian ia mendekati bibir Hana dan mengecupnya cukup lama disana.
Cup ....
Hana hanya tersenyum menerima kecupan Adam. "Ayo kita sarapan." ucap pria itu.
Gimana Daddy mau sarapan, kalau Hana masih di pangkuannya Daddy." ucap Hana terlihat heran.
"Kita akan sarapan bersama, saling menyuapi." ucap Adam tersenyum senang.
Hana hanya bisa mengikuti ucapan Daddy-nya, tanpa tahu sarapan seperti apa yang akan Daddy-nya lakukan.
Adam meraih satu roti panggang di atas meja itu, dengan posisi yang masih memangku Hana. Ia lalu menyodorkan roti itu ke mulut Hana.
Hana semakin dibuat bingung oleh tingkah Adam. Bukannya yang sarapan adalah daddy-nya? Kenapa Daddy-nya malah memberikan roti itu kepada dirinya. Pikirnya.
"Katanya Daddy mau sarapan? Tapi kenapa malah hana yang disuapin?" Hana dengan wajah yang masih bertanya-tanya, mulutnya belum juga menerima roti yang dipegang Adam.
"Iyah, memang Daddy akan sarapan tapi setelah kamu dulu, baru setelah itu Daddy." ucap Adam.
Hana langsung membuka mulutnya, menerima roti yang diberikan Adam tadi.
Beberapa detik Hana mengunyah roti didalam mulutnya, Adam langsung mendekati mulut Hana lalu mengatakan.
"Sini suap-in ke Daddy roti nya!" Adam lalu mendekati bibir Hana, lalu *******, menyesap bibir itu. Adam memberikan gigitan pelan di bibir Hana.
Hana yang tadinya sedang mengunyah, membulatkan matanya terkejut. Ia masih melongo disela ciuman yang Adam berikan pada bibirnya.
Saat gigitan kuat itu Adam berikan, Hana sontak membuka mulutnya. Hingga Adam dengan mudahnya mengekspor mulut Hana di dalam sana.
"Eungh ...." lenguhan Hana terdengar, disela ciuman Adam.
Adam Memindahkan roti yang dikunyah Hana tadi, ke dalam mulutnya. Adam lalu melepaskan ciuman itu setelah roti tadi sudah berpindah tempat kedalam mulutnya. Ia tersenyum puas melihat Hana yang kehabisan nafasnya karena ciuman mereka.
"Daddy! Astaga, Daddy benar benar sudah gila." Hana merutuki daddy-nya saat ciuman mereka terlepas. Ia masih mengatur nafasnya.
"Maafkan Daddy. Ayo kita sarapan." ucap Adam dengan senyum mengembang.
Hana menatap Adam dengan wajah yang ditekuk. "Nggak. Hana mau mandi, sial siap ke kampus." Hana menolak dengan cepat ia beranjak dari pangkuan daddy-nya. Berlari masuk kedalam kamar.
Adam terkekeh melihat Hana yang sudah masuk kedalam kamarnya. Sebenarnya ia bisa saja menahan Hana tadi, agar tidak bisa beranjak dari pangkuannya. Tetapi ia membiarkan Hana pergi, agar bersiap siap untuk ke kampus bersama dirinya.