"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.
"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.
"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Tugas Pertama
Ini adalah hari pertama Nadine dan Bu Minah bekerja sebagai cleaning service di rumah sakit. Keduanya sangat antusias demi meraup rupiah dengan cara halal.
Dokter Hans, hari ini nampak begitu ceria dan bahagia. Sejak awal kedatangannya, satpam hingga petugas resepsionis ia sapa. Semua heran dengan tingkah lakunya. Beberapa perawat dan tim medis paham, tidak lain pasti terkait Nadine yang pernah mereka rawat.
Dokter Hans berjalan cepat di lorong rumah sakit, senyumnya tak henti merekah sejak pagi.
"Hari ini adalah salah satu hariku yang paling bahagia!" gumamnya, menahan semangat yang hampir meluap.
Ia menatap ke arah kantin rumah sakit dan melihat sosok yang membuat jantungnya berdegup kencang.
"Nad, kamu rajin banget? Baru jam 05.30 lho, udah standby aja!" sapa Hans sambil mendekat, lalu ia tak lupa melambaikan tangan, menyapa Bu Minah.
"Iya, Hans. Aku dan Bu Minah sekali lagi mau ngucapin terima kasih. Berkat jasamu, kami akhirnya resmi bekerja di rumah sakit ini. Dan juga, diperbolehkan tinggal di mess dekat rumah sakit ini. Jadi, benar-benar menghemat keuangan," tutur Nadine dengan lembut.
"Baguslah kalau begitu. Aku juga nggak perlu khawatir. Soalnya, kalau di kostan sekitar sini kan tau sendiri kemanannya seperti apa... makanya kurekomendasikan untuk tinggal di mess bersama perawat lain. Untungnya aku punya kenalan diantara mereka, dan akhirnya kalian bisa tinggal di sana," ucap Hans, menyombongkan pengaruhnya karena memiliki koneksi dengan perawat senior di mess tempat Nadine kini tinggal.
Tingkahnya terlihat sangat jumawa dengan memamerkan pengorbanan dan bantuannya untuk Nadine. Kepalanya mendongak agak ke atas.
Perilaku Hans kali ini, bukan malah membuat Nadine semakin terkesima, justru semakin illfeel dengan tingkah belagu nya. Wanita manapun akan jijik jika lelaki memamerkan bantuan pada mereka. Terlebih, lelaki itu menyimpan rasa.
"Sudah berkali kukatakan padamu, Nad. Dengar! Apapun akan kulakukan untukmu, Nad. Kalo nanti butuh hal atau bantuan lain, jangan sungkan untuk bilang padaku, ya!"
"Justru itu yang ingin kubicarakan selanjutnya, Hans..." kali ini, ucapan Nadine terbata-bata dan nampak khawatir.
"Kenapa? Ada sesuatu hal yang mengganjalmu dan membuatmu ketakutan?"
"Begini... aku dan Bu Minah sepakat, selama jam kerja, usahakan kamu jangan berada di sekitar kami. Nanti, kharisma kamu sebagai dokter tampan sekaligus senior di sini, bisa hancur karena dekat-dekat dengan cleaning service. Apalagi kami terbilang OB baru, apa kata mereka nanti!" ucap Nadine sambil menunduk.
Di kantin itu, yang terlihat masih senggang memang mereka bertiga. Maka mereka ngobrol dengan santai, tanpa perlu khawatir dengan beberapa pegawai lain yang sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Untuk Nadine dan Bu Minah, memang harus siap sebelum jam 06.00 untuk diberikan briefing terlebih dahulu.
Sementara bagi Hans, hari ini ia sengaja datang pagi buta dari biasanya, demi menyapa sang pujaan hati. Hans juga harus memeriksa beberapa dokumen yang sempat menumpuk dan belum diselesaikan.
"Jadi, kamu risih dengan kehadiranku, Nad?" tanya nya, membuat Nadine semakin serba salah.
"Bukan... nggak gitu, Hans. Tapi, aku takut kamu semakin dicemooh karena dekat-dekat dengan tukang nyapu di rumah sakit ini. Aku nggak mau mencoreng nama baik yang sudah kamu bangun sejak lama." Nadine meminta supaya Hans mengerti perasaannya.
"Kalo emang reputasiku hancur karena dekat-dekat denganmu, biarin aja! Supaya semua orang di rumah sakit ini tahu, aku memperjuangkanmu, bukan memperjuangkan diriku saja!" ucap Hans tanpa bergeming.
"Please, Hans... tolong ngerti keadaanku. Pekerjaan ini sangat penting bagiku," Nadine memohon.
Melihat sepasang mata sang pujaan hati mulai berbinar, Hans tidak tega dan akhirnya luluh.
"Jangan nangis, Nad. Aku nggak mau kamu nangis karena keegoisan diriku. Baiklah, aku nyerah." ucap Hans.
Nadine mulai tersenyum tipis.
"Tapi... kalau aku melihatmu dari kejauhan, boleh dong ya?" Hans menegoisasi hal lain.
"Itu terserah dirimu. Asalkan tidak mengganggu pekerjaanku!" kata Nadine, tegas.
Hans mengangguk tanda paham dan mengiyakan, berusaha terlihat tenang. "Gaappa deh. Yang terpenting, senang rasanya bisa lihat kamu setiap hari di sini," ujarnya pelan.
"Bagus deh kalau saling pengertian. Begitu dong, kalau misal bertengkar, langsung akur lagi. Nggak perlu waktu lama. Hitung-hitung kalian latihan, sebelum resmi. Eh... maaf nyonya, kelepasan," ledek Bu Minah sambil menutup mulut dengan kedua tangannnya.
Mendapati Bu Minah kini berpihak padanya, Hans menyeringai dan memberikan dua jempol pada asisten Nadine tersebut.
------
Sambil menunggu kepala bagian cleaning service datang untuk memberikan tugas pada Nadine dan Bu Minah, Hans masih merayu pujaan hatinya itu.
"Nad, nanti kamu ke ruangan saya, ya!" ucapnya dengan tatapan buaya.
Nadine yang merasa risih, apalagi ia masih ingat perbuatan Hans saat di mobil, semakin mewaspadai dokter yang juga teman kecilnya itu.
"Ngapain, Hans? Aku takut nanti banyak kerjaan!" tolaknya dengan halus.
Bu Minah tidak menaruh rasa curiga sama sekali terhadap dokter tersebut, karena dirinya tertidur pulas saat pele-cehan yang dilakukan Hans pada Nadine saat di mobil.
"Apalagi, kalau bukan membersihkan ruanganku. Kalau kamu ke ruanganku, bisa sekaligus leha-leha dan istirahat, Nad. Enak, kan?" Hans melancArkan salah satu rencananya.
Belum sempat Nadine jawab, kepala bagian langsung datang dan menyapa dirinya beserta Bu Minah. Dalam batinnya, ia sangat berterima kasih karena kedatangan kepala bagian itu, sangat pas dan di moment yang sangat tepat.
"Perkenalkan, saya Bobby, kepala bagian cleaning service di sini. Untuk Ibu Nadine dan Bu Minah, kalian ditugaskan membersihkan area lantai empat. Titik yang harus dibersihkan, mulai dari lorong, kamar rawat inap pasien, serta beberapa ruang khusus."
Nadine dan Bu Minah saling bertatapan, mengingat banyak sekali area yang mereka bersihkan.
"Kalian paham? Tenang saja, untuk tim cleaning service di lantai empat, ada sekitar 5 orang lagi selain kalian." tutup Bobby memberikan penjelasan secara detail dan rinci.
"Khusus untuk Bu Nadine, apakah terkendala dengan kondisi seperti itu?" tanya lagi Bobby setelah mengamati kondisi Nadine.
Dengan segala respect, Bobby tetap menghargai Nadine, namun ia mengingatkan bahwa cleaning service di rumah sakit cukup menguras tenaga. Apalagi dengan kondisinya saat ini.
"Nggak apa-apa, Pak. Cuma wajah saya aja yang ancur, bukan semangat dan stamina saya!" jawab Nadine mantap.
"Oke baiklah, silakan dan selamat bekerja." ucap Bobby sambil meninggalkan mereka bertiga.
Hans tersenyum pada Nadine, "Selamat dengan hari pertama nugas di RS ya, Nad. Semoga nyaman dan nggak ngeluh. Supaya aku bisa ngeliat kamu setiap hari," kata Hans.
"Gombaaal terus..... Noh, suster cantik aja kamu gombalin, Hans. Jangan janda buruk rupa seperti ini!" Nadine cukup sadar dengan kondisinya. Ia sebisa mungkin tidak berniat mendekati Hans di rumah sakit ini.
Ia pun berlalu dengan cepat menggandeng lengan Bu Minah, meninggalkan Hans dan segera menuju lantai empat.
Hari perdana begitu melelahkan bagi Nadine. Terang saja, ia tidak terbiasa bekerja fisik seperti ini. Berbeda dengan Bu Minah yang belum nampak kelelahan dan terlihat enjoy dengan pekerjaannya.
Namun, Nadine tetap kuat dan paksa supaya bertahan.
Hari demi hari terlewati. Rasa lelah yang diderita saat hari pertama, kini sudah tidak begitu melelahkan. Mungkin karena Nadine sedikit terbiasa dan cepat beradaptasi.
Bersambung.....