Menjalin bahtera rumah tangga selama delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Marisa dan juga Galvin.
Namun pernikahan yang dilandaskan perjodohan itu tak membuat hati Galvin luluh dan memandang sosok sang istri yang selalu sabar menunggu.
Adanya buah hati pun tak membuat hubungan mereka menghangat layaknya keluarga kecil yang lain.
Hingga suatu hari keputusan Marisa membuat Galvin gusar tak karuan.
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jatuh Terlalu Dalam
Di perusahaan, Abrian memegang sebuah kartu yang asing baginya, kartu undangan berwarna hitam silver yang mewah itu baru saja di berikan oleh asisten nya.
Abrian menatap benda tersebut yang memang diberikan pada pemilik perusahaan televisi yang tak lain adalah dirinya. Kedua alisnya menyatu seakan heran mendapat sebuah undangan pesta.
"Perusahaan Emerson Group mengadakan pesta ulang tahun minggu depan, dan saya mendapat undangan itu untuk anda" Ujar asisten pada Abrian.
Abrian tak henti-hentinya membolak-balikan kertas tersebut, tentu ia tahu siapa pemilik Emerson Group, tapi yang jadi pertanyaan kenapa suami dari Marisa itu mengundang dirinya??
Seumur-umur ia tak pernah bekerja sama dengan perusahaan Galvin, tetapi tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja undangan ini mendarat padanya.
Apakah Galvin mengenal dirinya?? Tidak mungkin kan Marisa menceritakan Abrian pada suaminya?? Ia tahu bagaimana hubungan sepasang suami-istri tersebut.
"Apa kau tahu kenapa tiba-tiba saja perusahaan mereka mengundang kita ke pesta perusahaan nya?" Tanya Abrian penasaran.
"Saya kurang tahu, Tuan. Tetapi sepertinya Emerson Group mulai ingin menjalin kerjasama dengan perusahaan kita. Dan dengan undangan ini mungkin menjadi tanda perkenalan antara perusahaan" Jelasnya menduga-duga.
Namun feeling Abrian berkata jika bukan itu alasannya, ia yakin ada alasan lain tetapi Abrian sendiri tidak tau apa.
"Ya sudah, kau bisa kembali ke ruanganmu. Terimakasih atas kartunya"
"Sama-sama Tuan, saya permisi" ia pun keluar meninggalkan Abrian di dalam sana.
Apa sebenarnya alasan dia mengundang ku? Perasaanku jadi tidak enak mendapat kartu undangan ini. Mungkinkah ada hubungannya dengan Marisa?
***
Setelah pertemuannya dengan Arini tadi Marisa jadi sering termenung, ia tidak bisa terlalu lama memberi harapan entah itu pada arini ataupun pada dirinya sendiri yang selalu mengelak bahwa pernikahan nya tidak akan terus begini pasti akan ada saat yang indah pada waktunya.
Kini perempuan itu terlihat melamun di sofa ruang kerja, semua perasaan yang Marisa pendam semakin menyiksa dirinya. Bukan karna rasa sakit yang selalu di rasanya tapi rasa kecewa akan dirinya sendiri.
Semakin lama ia bertahan akan semakin banyak pula harapan-harapan yang tertuju padanya.
Bukannya Marisa tidak mau mewujudkan itu, tetapi ia sendiri bahkan tidak bisa mewujudkan impiannya.
Sebagai wanita Marisa hanya ingin kasih sayang dan cinta, tetapi ia pun tidak bisa mendapatkan nya.
Helaan nafas terdengar sangat jelas jika kini sang empu tengah dilanda rasa lelah, tidak ada yang tahu bagaimana hubungan rumah tangganya kecuali Hana dan Cika sang sahabat.
Sudah dari dulu mereka mendukung marisa untuk berpisah dengan Galvin, tetapi masih banyak yang harus Marisa pertimbangan tidak hanya sekedar bercerai dan mencari kebahagiaan.
Bagaimana dengan Devano? Bagaimana janjinya pada mendiang mertua? Bagaimana harapan yang Marisa toreh pada Arini?
Kebingungan Marisa membuat pikirannya pening, ia mengambil ponsel di tas dan menelpon hana untuk mencurahkan semua keluh kesahnya, ia sedang butuh saran saat ini.
Drt..... Drt..... Drt.....
Tak lama tepon pun tersambung.
"Hallo Sa??"
"Hallo Han, kau sedang sibuk?"
"Ada apa Sa? Kenapa suaramu seperti itu? Apa ada masalah?" Tiba-tiba Hana menjadi panik mendengar suara Marisa yang terdengar berat.
Marisa terdiam sebentar, ia berusaha menguatkan hati yang sedang rapuh ini.
"Menurutmu...... Bagaimana jika aku melakukannya sekarang?" Lirih Marisa putus asa.
"Melakukan apa Sa? Maaf aku kurang mengerti perkataan mu"
"Melakukan yang seharusnya aku lakukan dari dulu Han, menurutmu apa aku harus melakukannya sekarang??"
Hana mencoba mencerna maksud dari perkataan Marisa, sedetik kemudian Hana membelalakan matanya lebar-lebar.
"M-maksudmu.... Bercerai??" Ucap Hana terkejut.
"Ya"
"Sa, kau berhak bahagia. Apapun keputusan mu aku dan Cika pasti akan selalu mendukung itu.
Sudah saatnya Sa kau memikirkan masa depanmu, sudah saatnya kau dicintai, dan sudah saatnya kau berhenti menangis Sa.... " Ucap Hana dibalik telpon.
"Hikss.... Tapi bagaimana dengan yang lain?? Mereka akan kecewa Hann..... "
"Bukan salahmu Sa, sabar itu akan ada batasnya. Jika kau tidak sanggup lagi maka jangan paksakan... "
"Ini berat Han.....Hiks.... Bagaimana dengan Devano? Dia terlalu kecil untuk melihat kedua orangn tuanya berpisah.... Hiks.... " Ungkap Marisa pilu.
"Suatu saat Devano pasti mengerti Sa.
Coba pikirkan, apakah Devano akan bahagia jika terus melihat Ibunya menampilkan senyum palsu?"
"Aku tahu ini berat Sa, lagipula meski kau berpisah Devano akan tetap mendapat kasih sayang kedua orang tuanya. Kalian bisa sepuasnya memberikan kebahagiaan untuk Devano sampai Devano lupa akan kesedihan nya" Tutur Hana menasihati.
Sebagai sahabat Hana juga ingin yang terbaik untuk Marisa. Ia tahu jika Marisa sudah berkata demikian maka hati wanita itu pasti sedang amat sakit.
Marisa terus menangis dengan kencang, tak ada henti-hentinya perempuan itu nangis seakan kesedihannya tak pernah surut sedikit saja.
Entahlah, sangat sulit bagi Marisa mengakhiri rumah tangganya.
"Sa, aku tahu sudah dari dulu kau berbicara seperti ini pada ku. Kau selalu bilang Devano dan mertuamu adalah hal terberat bagi kau mengambil keputusan itu.
Tapi pernahkah kau merasa apa yang sebenarnya membuatmu tidak mau mengakhiri rumah tangga kalian??" Tanya Hana membuat tangis Marisa mereda dan terdiam sambil mengernyitkan alisnya.
"Apa maksudmu?"
"Menurutku bukan Devano yang membuatmu tidak mau bercerai.... Menurutku karna Galvin lah kau menunda ini semua"
Deg!
"Apa yang kau katalan, Han?" Tanya Marisa tak paham.
"Kau begitu mencintainya Sa sampai membuatmu terus mengulur waktu, meski di satu sisi kau tak bahagia hidup dengannya"
Jleb!!!
Pernyataan Hana begitu tepat mendarat di hati Marisa, Marisa seolah tersadar akan perkiraannya selama ini.
Tubuhnya dalam hitungan detik menjadi lemas tak bertenaga, handphone yang ia pegang pun terasa berat dirasanya.
"Mungkin selama ini perkiraan mu salah Marisa, memang banyak hal yang menjadi pertimbangan, tetapi hal yang paling sulit adalah rasa cintamu sendiri pada lelaki itu"
"Tetapi dia sudah banyak menyakitiku Han, mana mungkin aku bertahan demi dia kalau bukan karna Devano dan yang lain???" Banyak Marisa mengelak.
"Biar aku tanya padamu, kenapa kau selalu membela Galvin di depan Ibu dan orang tua mu? Kenapa kau tidak jujur jika dia telah banyak memberi luka pada mu?
Dan kenapa kau selalu bilang pada Devano jika Galvin adalah lelaki yang baik padahal dia tak pernah berbuat baik padamu??
Karena apa? Karena kau sangat mencintai dia... !!"
Air mata Marisa pun jatuh kembali, kali ini Marisa tak bisa mengelak lagi!
Perkataan Hana benar! Ia sudah jatuh cinta terlalu dalam pada Galvin, hingga membuat Marisa menghapus semua kebenaran yang ada.