NovelToon NovelToon
Bola Kuning

Bola Kuning

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Paffpel

Kisah tentang para remaja yang membawa luka masing-masing.
Mereka bergerak dan berubah seperti bola kuning, bisa menjadi hijau, menuju kebaikan, atau merah, menuju arah yang lebih gelap.
Mungkin inilah perjalanan mencari jati diri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Paffpel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Setelah hening yang cukup lama. Arpa melangkah pelan-pelan. Dia melewati Juan dan Rian.

Juan menggenggam tangannya. Dia mencoba menggapai Arpa. Kali ini, Juan berhasil. Arpa berhenti melangkah dan sedikit menundukkan kepalanya.

Juan melepaskan tangannya dari bahu Arpa, dengan pelan. “Dengerin… dulu Rap,” Juan melangkah lebih dekat menuju Arpa.

Juan dan Arpa saling menatap. “Rap, kenapa lu ngejauhin kita berdua?”

Arpa memalingkan mukanya dan hanya berdiri kaku. Dia tidak menjawab, bahkan tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Rian membentang tangannya, menghalangi Juan. “Rap, kita… nggak bisa. Lu ngejauh dari kita, demi kita. Tapi Rap, yang kita butuhkan itu lu Rap, kita nggak peduli apa kata orang atau masalah apa yang dateng, itu bukan salah lu, tolong Rap… gua mau kita bisa bareng lagi,” alisnya turun dan lututnya lemas.

Tatapan Arpa goyah, kadang matanya ngelirik Rian. Bibirnya terbuka sedikit, menutup, dan terbuka lagi. Dia menggigit bibir bawahnya sambil melangkah maju-mundur. “Gua… “ kata Arpa.

Kepala Arpa mengangguk kecil dan matanya melembut. Dia melangkah pelan ke arah Juan dan Rian. “Gua… juga… minta maaf, Jun, Yan,” pandangan Arpa ke bawah.

Rian memeluk lembut Arpa. Juan ngelangkah pelan ke arah mereka, dan memeluk Arpa. Mereka bertiga tersenyum bersama kembali.

Sedangkan Mutia. Di jalan pulang dia dihadang Kela dan Susi. “Woi, lu temennya si Talita kan? Lu tadi ngapain hah? Jadi pahlawan?” Kela menyilangkan tangannya. Susi mendorong-dorong Mutia.

Bibir Mutia bergetar halus. Matanya gelisah, bergerak cepat dan nggak berani natap Kela dan Susi. Dia saling menggenggam tangannya. “A-aku kan ketua kelas…”

Kela mengangkat tangannya, ingin menampar Mutia. Mutia menutup matanya rapat-rapat dan menggenggam erat roknya.

Tapi tiba-tiba ada yang menangkis tangan Kela. Mutia membuka matanya, dia melihat ke arah tangan yang menangkis itu.

Ternyata yang menangkis itu adalah Talita. “Lita?” kata Mutia.

Talita menatap sebentar Mutia, lalu memalingkan mukanya. “Jangan, Kel,” Talita melihat mata Kela.

Kela menarik tangannya dengan keras lalu memalingkan mukanya, tapi matanya menatap Talita. “Heh… ternyata lu juga sama, kalian berdua sampah,” Kela membelakangi Talita dan Mutia lalu pergi, Susi mengikuti Kela.

Mutia ngelirik Talita dan tersenyum lebar. “Makasih ya, Lit!” Mutia memegang tangan Talita.

Talita melihat senyuman Mutia, seketika ingatan tentang dia dan Mutia teringat kembali. Ingatan yang penuh senyuman dan kehangatan.

Talita melepaskan tangan Mutia dengan lembut. “Mut…“ mulutnya terbuka, tapi dia menutup lagi mulutnya.

“Enggak jadi, Mut,” kata Talita, dia melangkah pergi.

Tapi Mutia memegang tangan Talita. “Kamu mau ngomong apa? Ngomong aja, gapapa kok,” Mutia tersenyum hangat.

Tangan Talita terangkat, tapi di turunkan lagi. Tapi akhirnya dia mengangkat tangannya dan memeluk Mutia lumayan erat. “Maaf ya, Mut.”

Mutia membalas pelukan itu dan mengangguk sambil senyum tipis. “Iya… Lit.”

Setelah berpelukan lumayan lama, mereka pun melepaskan pelukan itu. Lalu tiba-tiba terdengar suara kaki yang melangkah ke arah mereka.

Ternyata itu adalah Arpa, Juan dan Rian. Arpa memiringkan kepalanya. “Mutia…? kenapa lu masih di sini? Tadi katanya mau pulang duluan.”

Mutia menggaruk kepalanya dan nyengir. “Hehe, ini mau pulang kok, tapi tadi ketemu Talita.”

Arpa ngelirik Talita dan mundur sedikit. Talita melangkah ke depan Arpa. Dan menundukkan badannya. “Arpa… gua… minta maaf.”

Arpa ngelirik Mutia sebentar. Mutia senyum sambil ngangguk-ngangguk. Arpa natap Talita. Tangannya bergetar halus, tapi langsung tenang. Dia menarik napasnya. “Iya… gapapa kok.”

Mata Mutia cerah mendadak dan sudut bibirnya naik cepat. “Oh-oh-OH! Gimana kalau kita semua makan kue di rumah ku?” dia menepuk-nepuk pelan pahanya.

Arpa ngelirik Juan dan Rian. Mutia menarik pelan tangan Talita dan Arpa. “Udah ayo, Juan dan Rian juga, ayo.”

Mereka semua berjalan bersama-sama menuju rumah Mutia. Di jalan mereka membicarakan banyak hal.

Mereka pun sampai di rumah Mutia. Mutia membuka pintu. “Ibu! ayah! Aku pulang! Aku bawa temen sekelas nih!”

Ibu Mutia menghampiri mereka. “Wah, ayo sini, masuk.”

Mereka semua melepaskan sepatu dan masuk. Mutia melangkah mendekati Ibunya. “Ibu, gimana kalau kita bikin kue?” mata Mutia berbinar.

Ibu Mutia memegang dagu dan diam sebentar. “Boleh, ayo bikin bareng-bareng,” ibunya Mutia tersenyum.

Mutia dan ibunya pergi menuju dapur. Mereka mempersiapkan bahan-bahannya, dan mulai membuat kue.

Ayah Mutia ngelirik Arpa, Juan, Rian dan Talita. “Duduk aja di situ dek,” ayah Mutia menunjuk sofa.

Arpa, Juan dan Rian duduk di sofa. Tapi Talita ngelangkah ke dapur. “Gua bantu ya, Mut,” Talita tersenyum. Dia ikut bantu ngebuat kue.

Dapurnya lumayan berantakan. Baju dan muka mereka belepotan. Tapi akhirnya kue itu matang.

Talita dan Mutia ngebawa kue itu dan menaruhnya di meja. “Ayo, kita makan kuenya, hehe,” Mutia nyengir.

Mereka semua memakan kue itu bersama. Suasananya menjadi ramai dan hangat. Mereka kadang ketawa-ketawa, mengobrol, dan saling ngelirik.

1
HitNRUN
Nguras emosi
tecna kawai :3
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!