Lin Feng, "Tuan Muda Teoris" dari Klan Lin, adalah bahan tertawaan di Akademi Awan Hijau. Dia jenius strategi, tapi bakat bela dirinya nol besar.
Segalanya berubah drastis saat arwah kakek-kakek telanjang mesum merasuki mata kirinya, memberinya kekuatan cheat [Mata Penjiplak] yang bisa meniru dan menyempurnakan jurus apa pun seketika.
Berbekal otak licik, mata copy-paste super, dan panduan kakek mesum di kepalanya, Lin Feng kini siap mengacak-acak dunia Jianghu. Ini adalah kisah di mana dia mempermalukan para jenius, men- trol/ musuh-musuhnya, dan mengejar tujuan utamanya membangun harem terbesar dalam sejarah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 evakuasi dan lporan medis
Lin Feng bersandar di pilar kayu yang dingin selama beberapa detik, membiarkan adrenalinnya mereda.
Jantungnya masih berdebar kencang. Bukan karena takut. Itu adalah... sisa-sisa kegembiraan dari "operasi" tadi.
"Oke... oke..." batinnya. "Tenang. Profesional."
Dia melirik kembali ke pintu yang tertutup itu. "Dia akan baik-baik saja. Laporan bilang dia sehat. Bahkan naik level."
Sebuah senyum licik... senyum yang benar-benar puas... mulai terkembang di wajahnya.
"Aku... baru saja membuat seorang Instruktur naik level... dengan sebuah pijatan."
"HEI! ITU BUKAN 'PIJATAN' BIASA!" seru si Kakek di kepalanya, suaranya terdengar sedikit tersinggung. "ITU ADALAH 'TEKNIK GETARAN PELURU PENAKLUK YIN'! SEBUAH SENI YANG HILANG! KARYA SENI BINTANG LIMA! KAKEK MEMBERIMU NILAI 9/10 UNTUK EKSEKUSI PERTAMA!"
Lin Feng mulai berjalan, menyelinap dari kegelapan ke kegelapan yang lainnya, kembali ke paviliunnya.
"Hanya 9/10?" batin Lin Feng. "Setelah semua itu? Kenapa?"
"KAU MENUTUPINYA DENGAN SELIMUT!" bentak si Kakek, terdengar sangat kesal. "KAU TAHU BETAPA SULITNYA MENDAPATKAN 'BAHAN PENELITIAN' VISUAL SEPERTI ITU?! KAU MENUTUPINYA! POIN DIKURANGI UNTUK 'KESOPANAN YANG TIDAK PERLU'!"
"Dia pingsan, Kek. Itu namanya sopan santun," balas Lin Feng.
"SOPAN SANTUN ITU UNTUK PECUNDANG! TAPI..." suara si Kakek kembali ceria. "Kakek harus akui, taktikmu untuk kabur itu bagus. Meninggalkannya saat dia sedang 'tinggi' karena euforia Qi. Jenius! Besok pagi... dia akan bangun dengan tubuh yang lebih kuat, meridian yang lebih lebar... dan dia akan mengingat siapa yang memberikannya."
Lin Feng tersenyum. "Tepat sekali."
Dia tidak hanya menyembuhkannya. Dia telah menanamkan sesuatu yang jauh lebih kuat.
Sebuah... utang budi.
Dan, berdasarkan laporan psikologis tadi, sebuah... ketergantungan.
"Satu instruktur masokis... check," batinnya, merasa seperti seorang jenderal yang baru saja memenangkan benteng pertama.
Dia tiba di paviliun pribadinya tanpa ada yang melihat. Pelayannya sudah lama tertidur.
Lin Feng masuk ke kamarnya, mengunci pintu, dan langsung ambruk ke tempat tidurnya.
Tubuhnya lelah karena pertarungan dengan Zhang Yao.
Jemarinya pegal karena... "operasi" Mei Lan.
Dan otaknya berdengung karena terlalu banyak informasi baru.
"Zhang Yao patah tulang..."
"Bai Qianqian sekarang jadi 'asisten' toiletku..."
"Dan Instruktur Mei Lan... yah... dia punya 'kebutuhan khusus'."
"Hah..." Lin Feng tertawa kecil di kegelapan.
"BESOK!" seru si Kakek dengan antusias. "KITA HARUS SEGERA MENYUSUN RENCANA! KITA KEMBALI KE KAMAR MEI LAN! KITA BILANG DIA BUTUH 'TERAPI LANJUTAN'! ATAU... KITA CARI SI LOLI POLOS ITU DAN 'MENINJAU' LATIHAN PERNAPASANNYA! ATAU..."
"Kek," potong Lin Feng, matanya terpejam. "Diam."
"Tapi..."
"DIAM," kata Lin Feng, kali ini lebih tegas. "Aku mau tidur. Malam ini aku sudah melakukan dua pekerjaan besar. Seorang Tuan Muda butuh istirahat."
Si Kakek menggerutu, tapi akhirnya dia diam.
Lin Feng berbaring di atas seprai sutranya yang mahal. Dia bukan lagi "Vas Bunga". Dia bukan lagi "Tuan Muda Teoris".
Malam ini... dia adalah seorang praktisi. Seorang "dokter" cabul. Dan seorang pemeras yang sangat, sangat sukses.
Sebuah senyum puas terkembang di wajahnya yang tampan mampus.
"Besok," batinnya sebelum terlelap. "Akan jadi hari yang sangat... sangat menarik."
Sinar matahari pagi yang hangat menerobos jendela paviliun Instruktur Mei Lan, menyinari butiran debu yang menari-nari di udara.
Di atas tempat tidur, di balik selimut brokat yang menutupi tubuhnya hingga ke leher, sesosok tubuh bergerak.
Nnghh...
Mei Lan mengerang pelan. Kepalanya terasa berat, tapi... dengan cara yang menyenangkan. Seperti mabuk anggur berkualitas tinggi.
"Jam... berapa ini...?" gumamnya, matanya masih terpejam.
Hal pertama yang dia sadari adalah... tidak ada rasa sakit.
Tidak ada lagi rasa sakit menusuk di dadanya. Tidak ada lagi perasaan beku di meridiannya.
Hal kedua yang dia sadari... tubuhnya... terasa luar biasa.
Ringan. Kuat. Penuh energi.
Dia bisa merasakan Qi internalnya mengalir lancar seperti sungai di musim semi. Jauh lebih deras, lebih lebar, dan lebih kuat dari sebelumnya.
Mata Mei Lan terbelalak.
"A-Aku...?!"
Dia buru-buru duduk. Selimut itu melorot ke pinggangnya. Dia tidak peduli.
Dia memejamkan mata, memfokuskan pikirannya, dan merasakan aliran Qi-nya.
"Aku... aku menerobos," bisiknya dengan takjub. "Aku... menerobos ke Level Ahli!"
Kebahagiaan murni meledak di dadanya. Dia berhasil! Setelah bertahun-tahun terjebak di Praktisi Puncak, dia akhirnya...
Lalu.
Memori itu menghantamnya.
Seperti seember air es di tengah musim dingin.
Bagaimana dia menerobos?
"Malam tadi..."
Wajahnya yang tadinya berseri-seri karena bahagia, kini berubah pucat pasi.
Dia ingat.
Pintu. Rasa sakit. Ancaman kelumpuhan.
Lalu...
Dia.
Lin Feng.
Wajah tampannya. Suara arogannya. Senyum liciknya.
Dan...
Tangan... nya.
"Dewa Langit..." bisik Mei Lan ngeri.
Dia menunduk. Jubah tidurnya yang tipis masih menempel di tubuhnya, kini sudah kering tapi kusut.
Dia ingat sentuhan itu.
Di dadanya.
Di antara... keduanya.
Dan... di ulu hatinya.
Dia ingat getaran itu. Sensasi petir hangat yang membuatnya...
Oh, tidak.
Dia ingat dia menjerit. Dia ingat dia mendesah. Dia ingat dia... menyebut namanya...
Dan dia ingat... rasanya nikmat sekali.
Wajah Instruktur Mei Lan... guru yang dihormati, wanita anggun yang jadi panutan... meledak dalam warna merah padam yang belum pernah dia alami seumur hidupnya.
"Aku... dia... dia..."
Dia memegang kepalanya.
"Kurang ajar! Cabul! Beraninya dia! Aku harus melaporkannya! Aku harus... aku harus..."
Dia melihat selimut yang kini teronggok di pinggangnya.
"...dia menyelimutiku."
Dia tidak meninggalkannya begitu saja. Dia... merawatnya?
"Bajingan kecil itu..."
Dia seharusnya marah. Dia seharusnya merasa ternodai.
Tapi... di bawah rasa malu yang membara itu... ada perasaan lain.
Sebuah... getaran sisa.
Saat dia mengingat sentuhan tegas Lin Feng... sentuhan yang tidak ragu-ragu, yang penuh kontrol, yang mendominasi rasa sakitnya dan mengubahnya menjadi... sesuatu yang lain... Mei Lan merasakan pipinya semakin panas.
Dan di bagian bawah perutnya... sebuah kehangatan yang asing, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Qi... mulai berdenyut pelan dan merembes basah.
Dia menatap tangannya sendiri yang gemetar.
"Lin Feng..." bisiknya pada ruangan yang kosong.
Suaranya bukan karena marah. Bukan juga karena benci.
Itu adalah campuran yang sangat berbahaya antara... ketakutan... dan... rasa penasaran.
tapi overall, ini cukup bagus👍
untuk kalimat 'haaaah' ini seperti menghela napas kan? harusnya Hoamm, mungkin?🤭
maaf kak sok tau, tapi aku lebih nyaman begitu🙏