Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salting
Reyhan akhirnya bisa bernafas lega setelah semua pekerjaannya selesai. Ponselnya yang sejak tadi nonaktif akhirnya ia aktifkan kembali.
ting [Sebuah pesan masuk]
Rey, tolong aku dari Dim
Membaca pesan singkat dari Hilda membuat Reyhan bingung. Dim.. Dim.. Dimas..
"Hilda sama Dimas?." lirih Reyhan.
Mengetahui hal ini, Reyhan yakin bahwa Hilda saat ini pasti sedang ketakutan. Ia segera cek GPS yang sudah ia pasang di ponsel Hilda. Sengaja ia pasang karena jika sampai ada kejadian seperti kemarin dirinya bisa menemukan Hilda dengan cepat.
Ya setelah Hilda sadar dari pingsan, Hilda memang sempat mengirimkan pesan pada Reyhan. Namun pesan itu belum selesai karena Hilda mendengar ada langkah kaki mendekati pintu yang membuatnya buru buru memasukkan ponselnya kembali.
"Perumahan elite? apa mungkin itu adalah yang pernah Hilda ceritakan dulu ya? ah ya, aku tau tempatnya."
Baru saja Reyhan berdiri, asisten rumahnya menelfon dan mengatakan kalau Hilda pergi sendiri diam diam dan belum pulang sampai sekarang.
Mendengar kabar dari asisten rumah tangganya tersebut Reyhan semakin curiga kalau Hilda memang benar-benar dibawa pergi oleh Dimas.
Tak butuh waktu lama, Reyhan segera menyambar kunci mobil dan mengendarainya dengan kecepatan tinggi. Setelah sampai di perumahan elit tersebut, Rehan bertanya pada yang ada di depan kompleks.
Menurut data yang ada, memang benar waktu itu ada pembeli rumah yang bernama Dimas. Tapi rumah itu dibeli atas nama Hilda.
Satpam pun mengantarkan Rehan sampai ke rumah tersebut. Karena tak ingin di tuduh menimbulkan keributan, Reyhan pun menceritakan tentang hilangnya yang diduga diculik oleh Dimas dan sedang disembunyikan di dalam rumah itu.
Satpam pun memahami san mengerti, akhirnya mereka mendobrak pintu rumah itu cara paksa.
Duarrr.
Pintu yang sudah terbuka lebar itu tak menunjukkan ada aktifitas orang di dalamnya. Penampakan rumah yang belum terhuni.
Reyhan pun segera menyisir setiap ruangan itu satu persatu. Hingga saat ini Ia berada di satu kamar di lantai 2 yang masih tertutup.
Sayup sayup terdengar lirih suara isak tangis seorang wanita dari dalam ruangan itu. Dengan cepat Reyhan membuka pintu yang tak terkunci.
"Bangs*t"
Reyhan berlari ke arah Dimas lalu menyeretnya menjauh dari tubuh Hilda. Dengan penuh emosi, Reyhan memukul wajah serta perut Dimas secara membabi buta.
Kerana tak siap dengan serangan yang tiba-tiba datang, Dimas pun tak bisa berkutik. Tubuhnya langsung lunglai ke tanah dengan wajah penuh luka lebam.
Puas membuat si biadab itu tersungkur, Reyhan seketika teringat pada Hilda yang masih menangis di ranjang. Dibukanya ikatan yang melingkar di tangannya dan menarik baju Hilda kebawah agar perutnya tertutup.
"Kamu gak papa?"
"Bawa aku pergi dari sini"
Reyhan langsung membopong tubuh Hilda untuk membawanya pulang.
"Beristirahatlah" ucap Reyhan sembari menyelimuti tubuh Hilda.
"Jangan pergi!"
Reyhan berhenti saat tangannya di genggam oleh Hilda. Reyhan menatap wajah Hilda, ia tahu bahwa wanita itu masih sangat syok dengan kejadian yang barusan menimpanya.
"Tidurlah, aku akan menemanimu di sini."
Hilda pun langsung memejamkan mata. Entah mengapa ia merasa nyaman dan tenang berada di dekat Reyhan.
Sementara Reyhan, Ia hanya duduk di kursi rias di samping ranjang sembari menatap wajah cantik Hilda. Tanpa sadar ia bahkan senyum senyum sendiri saat menatap bibir mungil itu.
Ah, andai bisa ku kecup, pasti rasanya manis.
Oh tidak! apa yang sedang aku pikirkan? Reyhan Reyhan, pikiranmu kotor sekali!
Reyhan menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran kotor yang sempat mampir di otaknya. Setelah Hilda tertidur pulas, Reyhan pun memutuskan untuk keluar, ia takut khilaf karena hanya berdua berada di kamar itu.
"Bik, untuk kedepannya Hilda tolong di jaga baik baik. Jangan biarkan dia keluar sendiri. Dan jangan biarkan dia melakukan hal hal yang bisa membahayakan dia dan janinnya. Aku tidak mau kejadian ini terulang lagi. Mengerti?"
"Mengerti Tuan."
****************
Pagi hari pun tiba. Hilda sengaja bangun pagi untuk memasak. Ya ia memasak makanan kesukaan Reyhan. Orek tempe dan ayam krispy. Setidaknya ini sebagai rasa terimakasih karena kemarin Reyhan menyelamatkannya tepat waktu.
Andai saja waktu itu Reyhan tidak datang, pasti Aku sudah.. Ah, aku tak berani membayangkannya.
"Hilda, kamu sudah bangun?"
"Iya, aku udah masakin makanan kesukaan kamu nih, sarapan dulu ya?"
"Oke. Perutku memang sudah sangat lapar. Maklumlah, sejak kemarin siang aku gak makan apapun."
"Hah? kamu gak makan kemarin? kenapa? mm.. maksut aku, kenapa kamu gak bilang sama aku? kan aku bisa masakin makanan buat kamu"
"Mana aku tiga bangunin kamu? tidurmu aja sampe ngorok gitu?"
"Apa? Ngorok? Mana ada?" Hilda tanpa sengaja memukul pelan lengan Reyhan. Pukulan berulang ulang itu kemudian di tampik oleh Reyhan, hingga membuat Hilda hampir terhubung. Namun dengan cepat Reyhan menarik lengan Hilda dan menariknya hingga ke pangkuannya.
deg
Oh tidak. Berada sedekat ini membuat jantung keduanya berdetak tak karuan. Debaran jantung mereka berdua bahkan bisa di rasakan oleh satu sama lain.
"O.. Oh, maaf maaf," Hilda tersadar, ia kemudian segera turun dari pangkuan Reyhan. Mereka berdua sama sama salah tingkah.
Reyhan hanya diam. Ia hanya menatap Hilda yang kini sibuk melayaninya. Mengambilkan nasi dalam piring juga beserta lauk pauknya. Ah, sudah seperti memiliki istri saja, batin Reyhan.
"Kamu kenapa senyum senyum" Tanya Hilda.
"Gak kok. Siapa yang senyum. Aku tu cuma sedang menertawakan cacing cacing dalam perutku yang kini sudah berjoget dan berdendang minta makan."
"Cacing perut?"
"Ya, Kenapa memang?"
"Tidak apa, cepatlah di kasih makan itu cacingnya."
Hilda yang hendak menuangkan air minum tiba tiba berhenti saat ia merasa ada suatu rasa yang aneh dalam perutnya.
"Kamu kenapa?"
Hilda hanya menggelengkan kepalanya perlahan sambil memegang perutnya.
"Perut kamu sakit?."
"Iya, eh, sudah enggak kok. Tadi sakit sebentar" Sahut Hilda saat kram di perutnya dirasa sudah mereda.
"Apa perlu kita ke rumah sakit?"
"Gak lah. Cuma kram sebentar kok"
"Yakin?"
"Iya. Kamu lanjut makan gih."
"baiklah"
Namun baru saja Reyhan melanjutkan sarapannya, ia melihat Hilda kesakitan lagi.
"sakit lagi?"
Hilda mengangguk.
"Hilda, itu, kok kamu ngompol?"
.
.
semangat lanjuuttt 💪😘😍😍