Nalea, putri bungsu keluarga Hersa, ternyata tertukar. Ia dibesarkan di lingkungan yang keras dan kelam. Setelah 20 tahun, Nalea bersumpah untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan berniat menjadi putri keluarga yang baik.
Namun, kepulangan Nalea nyatanya disambut dingin. Di bawah pengaruh sang putri palsu. Keluarga Hersa terus memandang Nalea sebagai anak liar yang tidak berpendidikan. Hingga akhirnya, ia tewas di tangan keluarganya sendiri.
Namun, Tuhan berbelas kasih. Nalea terlahir kembali tepat di hari saat dia menginjakkan kakinya di keluarga Hersa.Suara hatinya mengubah takdir dan membantunya merebut satu persatu yang seharusnya menjadi miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
DOR! DOR!
Dua tembakan berhasil dilepaskan. Mutiara tidak terkena, karena pada saat terakhir, Nalea berbalik dan menghadang peluru dengan tubuhnya sendiri.
Nalea merasakan dua sengatan panas yang mematikan di punggungnya. Tubuhnya ambruk, jatuh ke pelukan Mutiara.
“Aakh!” Nalea memuntahkan darah segar ke bahu Mutiara.
Mutiara menjerit histeris, memeluk Nalea erat-erat. “Nalea! Tidak! Bangun, Nak! Bangun!”
Nalea tersenyum samar, senyum yang begitu tulus, air mata mengalir di pipinya.
“Mamah…” Nalea berbisik, suaranya lemah. “Pelukan ini… sangat hangat. Aku… aku senang… bisa merasakannya…”
“Sudah lama, Lea ingin dipeluk Mamah. Sejak Lea melihat wajah Mamah di hari itu, Lea ingin sekali berlari memeluk Mamah. Tapi sayang, Lea terlalu buruk untuk sekedar menerima pelukan Mamah.” Nalea menahan sakit luar biasa, tetapi itu setimpal dengan apa yang dia dapatkan.
Nalea berusaha mengangkat tangannya, ingin memegang pipi Mutiara, ternyata memang halus. Nalea sangat bahagia.
“Mah, apa Mamah menyesal melahirkan anak seperti Nalea? Yang besar di lingkungan kejam dan keras. Tapi Nalea, tidak nakal Mamah. Nalea berusaha menjadi anak baik.”
Mutiara menangis, menggendong kepala Nalea yang bersimbah darah. “Jangan bicara, Sayang! Jangan bicara! Mamah akan panggil bantuan! Kamu harus kuat! Kenapa kamu lakukan ini?”
“Tidak ada waktu…” Nalea tahu. Darah panas mengalir deras dari lukanya.
Ia ingin menceritakan begitu banyak hal pada Mutiara. Tentang Ayah Jojo, tentang mimpinya menjadi gadis baik, tentang kelelahannya berjuang untuk dicintai.
Nalea melihat bayangan Ayah Jojo di sudut ruangan yang gelap, melambaikan tangannya seolah pertanda bahwa waktunya tidak lama lagi. Ayah Jojo menjemput Nalea untuk menemaninya ke akhirat.
“Nalea, Lea! Lea! Bertahanlah anakku, Sayang. Maafkan Mamah tidak becus selama ini. Kasih mamah waktunya menebus semua, Lea! Lea! Bertahanlah, Sayang.”
DOR! DOR! DOR!
Suara tembakan kembali terdengar. Kali ini, bukan dari pistol Lidya.
Tiba-tiba, tubuh Lidya yang masih memegang pistol tumbang. Sisilia juga tumbang, peluru menembus bahunya. Orang-orang suruhan Sisilia yang tersisa juga ditembak jatuh dari kegelapan.
Pintu yang terbuka di lantai bawah memberikan cahaya samar, dan sebuah bayangan hitam melangkah cepat. Sosok itu berlutut, memeluk tubuh lemah Nalea yang sudah bersimbah darah di pelukan Mutiara.
“Lea… maaf aku terlambat,” bisik suara itu, suaranya serak dan dipenuhi rasa sakit yang mendalam.
Dalam kondisi setengah sadar, Nalea mengenali aroma parfum yang ia hafal. Aroma yang menenangkan. Aroma yang ia kenal sebagai gurunya. Pria itu mengambil alih tubuh Nalea yang lunglai, mendekapnya penuh kehangatan.
“Mr. Rey? Kamu Mr. Rey?” Nalea bertanya dengan suara yang sangat pelan. Penglihatannya mengabur, tetapi ia berusaha keras membuka mata.
Namun, yang ia lihat bukanlah sosok guru privat berkacamata yang selalu rapi. Pria itu kini melepaskan tudung jaketnya. Wajahnya keras, penuh kemarahan, tetapi tatapannya pada Nalea begitu lembut dan menyakitkan.
“Ka-kamu… Kayzo?” Nalea bertanya, butir-butir air mata terakhir mengalir. Ia melihat bekas luka tipis di alis pria itu, yang sering tertutup kacamata.
“Ini aku, Lea. Kayzo. Aku juga Mr. Rey,” bisik Kayzo, memeluk erat tubuh Nalea, mencoba menahan darah agar tidak terus mengalir.
“Selama ini… aku berusaha melindungimu. Aku mendekatimu sebagai guru privat, agar aku bisa melihatmu setiap hari. Aku mengambil Grup Hersa, bukan untuk menghancurkan, tapi untuk menjaganya agar tetap aman, untukmu,” Kayzo berbisik, suaranya dipenuhi rasa bersalah.
“Aku… Aku… “
Nalea bertanya, pandangannya semakin buram. “Kenapa… kenapa kau lakukan ini?”
Kayzo menatap Nalea, air mata panasnya menetes ke pipi Nalea.
“Lea, ingatkah pada anak kecil hitam dekil yang nyaris dijual oleh bandar narkoba, dan kau, menyelamatkannya, membelanya, memberinya makan, dan menyuruhnya belajar bela diri? Kamu dan Om Jojo penyelamat hidupku.”
Nalea menggeleng lemah, tak percaya fakta yang Kayzo ceritakan. Tapi satu hal yang Nalea sesali, mengapa semuanya menjadi terang saat waktunya hampir habis. Mengapa semua yang seharusnya dia dapatkan, termasuk kasih sayang dan pengakuan keluarga Hersa terjadi di saat nyawa dan napasnya sudah di penghujung tubuhnya. Apa ini memang terjadi karena dosa-dosa terlalu banyak semasa dia hidup? Apa selama ini yang dia lakukan sebagai ratu gangster telah menciptakan banyak dosa bagi dirinya? Jika itu memang benar, maka memang pantas Nalea mendapatkan karma ini.
“Aku anak itu, Lea. Aku Kayzo. Aku berjanji akan menjadi kuat dan membalas kebaikanmu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu,” ucap Kayzo terisak, mencium kening Nalea yang dingin. “Aku kembali, Lea. Aku ingin melindungimu. Aku ingin kau tahu, kamu adalah orang baik. Kamu adalah pahlawanku.”
Kayzo memeluk tubuh Nalea erat-erat.
“Aku… aku senang… mendengarnya…” bisik Nalea. Ia tersenyum, senyum tulus yang terakhir.
“Jangan menangis, Kay. Ah, tidak… Rey, aku lebih su-suka memanggil namamu dengan panggilan itu. Terimakasih, Rey,” ucap Nalea dengan lirih dan sedikit sulit, terasa tercekat di tenggorokan. Mungkin memang nyawanya, sudah sampai batas akhir.
Kayzo memegang wajah Nalea, tatapannya dipenuhi cinta yang tak terucapkan.
Uhuk! Uhuk!
Gawat! Nalea muntah darah. Kayzo panik dan segera mengusap sisa darah itu dari mulut dan wajah Nalea. Tangannya bergetar hebat, meskipun bukan pertama kalinya dia melihat darah. Tapi ini darah orang yang dicintainya, meski dia tahu, Kayzo berusaha menyangkal bahwa yang dicintainya tidak akan bertahan lama.
“Tidak… Tidak… Please, Lea bertahanlah. Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi!” Kayzo belum siap untuk melepaskan Nalea.
“Rey, apa neraka itu menyeramkan? Katanya di neraka itu sangat panas, ya?”
“Jangan berbicara omong kosong! Jika kamu berani pergi tanpa izinku, aku akan datang ke neraka dan mengobrak-abrik untuk mencarimu,” ucap Kayzo frontal, dia mendekapnya dengan erat tubuh Nalea yang hampir dingin.
Nalea ingat, pelukan ini adalah pelukan yang sama saat dirinya lemah setelah mendonorkan darah. Pelukan yang sama dari seseorang yang takut akan kehilangan.
“Rey, tapi ini sangat sakit. Sungguh, aku sudah ti-dak ku-kuat.” Hawa dingin mulai menusuk, rasa dingin yang sama seperti saat itu. Waktunya hampir habis.
“Aku mencintaimu, Nalea Shara. Sangat mencintaimu,” bisik Kayzo, air matanya jatuh ke luka Nalea. Dia berusaha mengikhlaskan jika memang Nalea harus pergi, “Jika ada kehidupan lain, aku mohon… tolong kenali dan lihatlah aku terlebih dahulu. Jangan lewatkan aku lagi.”
Nalea tersenyum. Senyum itu tulus, indah, dan damai. Ia mengumpulkan sisa tenaganya, membalas pandangan Kayzo. Aku janji, kata Nalea dalam hati, aku akan menemukanmu lebih dulu dan akan membalas semua cintamu di kehidupan ini.
Napas Nalea tercekat. Matanya menatap Kayzo, lalu perlahan beralih ke Mutiara, dan akhirnya tertutup.
Pelukan hangat Kayzo, dan pelukan terakhir dari Mutiara. Pengorbanan Nalea selesai.
mana ada darah manusia lebih rendah derajatnya daripada seekor anjingg🥹🥹🤬🤬🤬