NovelToon NovelToon
KEHUDUPAN KEDUA

KEHUDUPAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Junot Slengean Scd

Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB.15 Nada Seruling Dari Masa Silam

Langit pagi di tepi hutan timur memantulkan sinar keemasan. Burung-burung kecil menari di antara dahan pohon, dan kabut tipis menggantung lembut di permukaan tanah. Namun di tengah keindahan itu, wajah Xiau Chen tampak muram.

Ia duduk di atas batu datar di tepi sungai kecil, membersihkan darah kering dari ujung jari yang retak. Di sampingnya, Ling Yao masih tertidur lemah. Sejak roh gelap di dalam dirinya disegel semalam, tubuhnya seolah kehilangan sebagian nyawa.

Air sungai berkilauan, namun Xiau Chen menatapnya dengan pandangan kosong.

Di dasar pikirannya, gema suara seruling itu terus terngiang lembut tapi getir, sama persis dengan nada yang hanya dimainkan oleh satu orang di masa lalunya: murid pertamanya, Yue Jian.

“Seruling itu… mustahil. Yue Jian telah tiada ribuan tahun lalu,” gumamnya lirih.

Namun irama itu bukan ilusi. Setiap nada menyentuh inti jiwanya, seperti panggilan dari masa silam yang enggan padam.

“Guru…”

Suara lemah Ling Yao memecah keheningan. Ia bangun perlahan, menatap sekitar dengan mata yang masih redup.

Xiau Chen menoleh, sedikit terkejut. “Jangan panggil aku begitu,” katanya pelan. “Aku bukan gurumu.”

“Tapi… kalau bukan karena kau, aku pasti sudah mati semalam,” ucap Ling Yao, suaranya serak. “Orang yang menyelamatkan hidup seseorang… bukankah pantas disebut guru?”

Xiau Chen menatap gadis itu lama, lalu menghela napas. “Kau keras kepala seperti seseorang yang kukenal dulu.”

Ia berdiri, menatap arah timur tempat suara seruling itu datang.

“Bangunlah. Kita tidak bisa lama di sini.”

Ling Yao menatapnya heran. “Ke mana kita akan pergi?”

“Menuju suara itu,” jawab Xiau Chen singkat. “Seseorang sedang memainkannya… dan aku harus tahu siapa.”

Mereka melangkah di antara pepohonan yang menjulang. Akar-akar besar melintang di tanah, seperti ular tidur yang membentuk jalan setapak alami.

Suara seruling semakin jelas lembut, namun penuh luka. Seolah setiap nada adalah ratapan yang dikurung di dalam hati selama ribuan tahun.

Xiau Chen berjalan di depan tanpa bicara. Namun dalam jiwanya, kenangan lama mulai terurai seperti helaian kabut.

Yue Jian murid pertamanya, yatim piatu yang ia selamatkan dari lembah bandit ketika ia masih muda.

Bocah itu dulu begitu murni, begitu setia.

Hingga suatu hari, dunia mengubahnya menjadi bayangan yang kejam demi menyelamatkan gurunya, ia rela menyerahkan jiwanya kepada sekte iblis, dan akhirnya hilang ditelan api surgawi.

“Aku sendiri yang menguburnya,” bisik Xiau Chen, matanya meredup. “Bagaimana mungkin dia kembali?”

Suara seruling berhenti mendadak.

Dari balik kabut putih yang menggantung di tengah hutan, muncul sosok berjubah hitam. Tubuhnya tegap, rambutnya panjang diikat rapi, dan di tangannya, ia menggenggam seruling giok berwarna keperakan.

Ketika kabut menyingkap wajahnya, Ling Yao menahan napas karena wajah itu mirip dengan Xiau Chen muda.

“Sudah lama, Guru,” ucap sosok itu dengan senyum tenang.

Nada suaranya lembut, tapi ada sesuatu yang dingin di baliknya, sesuatu yang membuat udara di sekitar membeku.

Xiau Chen menatapnya tajam. “Yue Jian…”

Suara itu keluar pelan, nyaris tak terdengar. “Bagaimana kau bisa…?”

“Bagaimana aku bisa hidup kembali?” potong Yue Jian dengan senyum samar. “Karena jiwa seseorang tak benar-benar lenyap, Guru. Ia hanya berpindah tempat. Kau sendiri adalah buktinya.”

Keheningan panjang.

Suara dedaunan bergesekan tertiup angin, menciptakan nada yang melengkapi ketegangan di antara keduanya.

“Jadi kau juga bereinkarnasi?” tanya Xiau Chen akhirnya.

Yue Jian menggeleng pelan. “Bukan. Aku… dipanggil kembali. Jiwa lamaku diseret dari ruang waktu, dihidupkan oleh kekuatan yang tak seharusnya ada.”

Ia menatap gurunya dengan mata lembut, tapi pandangan itu menyimpan luka. “Dan yang memanggilku… adalah pecahan jiwa Mo Tian.”

Ling Yao menatap keduanya dengan bingung. “Jadi… Mo Tian itu… siapa sebenarnya?”

Xiau Chen tidak menjawab. Tapi Yue Jian tertawa kecil, suara tawanya getir dan menusuk.

“Dia adalah sisi lain dari guruku ini, gadis kecil. Kegelapan yang lahir dari cahaya yang terlalu terang. Ironis, bukan?”

Xiau Chen mengepalkan tangannya. “Cukup. Jika kau benar-benar Yue Jian, maka berhentilah memainkan kata-kata iblis. Aku tahu pecahan jiwanya telah menempel padamu.”

Namun Yue Jian hanya menggeleng. “Tidak, Guru. Aku tidak lagi sepenuhnya milik Mo Tian, tapi aku juga bukan diriku sendiri. Aku berada di antara dua dunia dan hanya kau yang bisa menentukan ke mana aku akan pergi.”

Cahaya hitam samar muncul di matanya.

“Jika kau membunuhku, maka pecahan jiwanya akan tidur untuk seribu tahun lagi. Tapi jika kau gagal… maka Mo Tian akan bangkit melalui tubuhku, lebih kuat dari sebelumnya.”

Xiau Chen menatap muridnya dalam diam. Di matanya ada luka lama yang terbuka kembali. Ia tidak bisa menolak kenyataan orang di hadapannya memang Yue Jian, murid yang dulu ia sayangi, yang mati di pelukannya sambil memanggil namanya.

“Yue Jian… mengapa kau tidak memilih istirahat?”

Murid itu tersenyum getir. “Karena jiwaku masih punya hutang, Guru. Hutang untuk melindungi dunia… dari kau sendiri.”

Kabut di sekeliling mereka berputar. Daun-daun berguguran tanpa angin. Suara seruling bergema lagi, tapi kali ini tidak lembut — setiap nada berubah menjadi bilah qi tajam yang memotong udara.

Xiau Chen segera mengangkat tangannya, membentuk perisai qi tipis. Namun serangan itu bukan sekadar jurus biasa. Setiap getaran seruling memukul langsung pada jiwanya — mengguncang segel dalam dirinya yang baru ia perkuat semalam.

“Jurus Seruling Jiwa Terbalik…” desis Xiau Chen. “Kau mempelajari teknik itu?”

Yue Jian melangkah maju, seruling di tangannya memancarkan aura biru gelap. “Aku mempelajarinya… dari bayangan yang kau tinggalkan di dunia ini.”

Bumi bergetar. Cahaya dari tubuh Yue Jian melonjak campuran antara aura suci dan iblis.

Dalam sekejap, belasan bilah suara terbentuk di udara, mengarah ke Xiau Chen dari segala penjuru.

“Maafkan aku, Guru,” ucap Yue Jian pelan. “Tapi ini… harus terjadi.”

Xiau Chen menutup matanya sejenak.

Saat ia membukanya kembali, matanya berkilau keperakan.

“Kalau begitu… mari kita lihat apakah muridku benar-benar bisa mengalahkan gurunya.”

Ia mengangkat tangannya perlahan. Qi putih murni memancar dari tubuhnya, menari seperti kabut cahaya. Udara di sekeliling mereka retak, dan getaran kekuatan menyebar sampai radius seratus langkah.

“Jurus Ketiga Kitab Kuno — Tarian Jiwa Langit.”

Tubuh Xiau Chen berputar pelan, setiap gerakannya meninggalkan jejak cahaya. Bilah suara yang datang menabrak cahaya itu dan lenyap satu per satu, sementara bumi bergetar hebat.

Pertarungan mereka tak hanya fisik — tapi juga benturan jiwa, antara kasih seorang guru dan dendam seorang murid.

Ling Yao hanya bisa menatap, tubuhnya gemetar di balik pohon besar. Ia tak mampu melihat jelas hanya kilatan cahaya dan suara dentuman yang bergema seperti badai.

Saat akhirnya cahaya mereda, dua sosok berdiri berhadapan.

Darah menetes dari bibir Yue Jian. Namun ia tersenyum, seperti seseorang yang akhirnya menemukan kedamaian.

“Seperti yang kuduga… aku memang tak bisa menang dari Guru.”

Xiau Chen menatapnya dengan mata merah. “Bodoh. Aku tidak pernah ingin melawanmu.”

“Namun kita harus,” jawab Yue Jian lirih. “Agar kau mengerti… bahwa Mo Tian belum mati. Dan agar aku… bisa pergi dengan tenang.”

Ia meletakkan serulingnya di tanah. “Kitab Kuno… menyimpan satu kunci terakhir yang bahkan kau lupakan, Guru. Tentang asal usul kekuatanmu… dan alasan mengapa dunia takut padamu.”

Tubuhnya mulai memudar menjadi cahaya biru.

“Carilah di Kuil Bayangan Utara… tempat kau pertama kali menulis ulang takdirmu.”

“Yue Jian!” seru Xiau Chen, melangkah maju namun cahaya itu lenyap sebelum sempat disentuh. Yang tersisa hanyalah seruling giok keperakan, mengeluarkan nada terakhir yang melayang di udara.

“Jika dunia membutuhkan cahaya… maka biarkan kegelapanlah yang menuntunnya.”

Xiau Chen berlutut di hadapan seruling itu.

Untuk pertama kalinya sejak reinkarnasinya, air matanya jatuh tanpa suara.

Ling Yao mendekat perlahan. Ia tidak berkata apa-apa, hanya berdiri di belakang, memandangi punggung lelaki yang pernah disebut “Pendekar Suci”, kini tampak begitu rapuh dalam kesunyian pagi.

“Kuil Bayangan Utara…” bisik Xiau Chen akhirnya. “Tempat di mana segalanya dimulai, dan mungkin… akan berakhir.”

1
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Bagus... walau dulu sektemu hancurkan saja kalau menyembah Iblis
Nanik S
Xiau Chen... hancurkan Mo Tian si Iblis pemanen Jiwa
Nanik S
Lebih baik berlatih mulai Nol lagi dan tidak usah kembali ke Klan
Nanik S
Hadir 🙏🙏
Girindradana
tingkatan kultivasinya,,,,,,,
Rendy Budiyanto
menarik ceritanya min lnjutin kelanjutanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!