Maheswara merasakan sesuatu yang berdiri di bagian bawah tubuhnya ketika bersentuhan dengan wanita berhijab itu. Setelah delapan tahun dia tidak merasakan sensasi kelaki-laki-annya itu bangun. Maheswara pun mencari tahu sosok wanita berhijab pemilik senyum meneduhkan itu. Dan kenyataan yang Maheswara temukan ternyata di luar dugaannya. Membongkar sebuah masa lalu yang kalem. Menyembuhkan sekaligus membangkitkan luka baru yang lebih menganga.
Sebuah sajadah akan menjadi saksi pergulatan batin seorang dengan masa lalu kelam, melawan suara-suara dari kepalanya sendiri, melawan penghakiman sesama, dan memenangkan pertandingan batin itu dengan mendengar suara merdu dari Bali sajadahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Ulang Tahun Ayra
"Hana.. Hana ambil napas dulu. Hana jangan takut di sini aman ya," dr. Priska berusaha menenangkan Hana yang sedari masuk tangannya sudah bergetar hebat. Keringat dingin mengucur deras di wajahnya. Wajahnya begitu ketakutan. Kala, Sena, dan Kio pun tidak ingin melewatkan fase ini. Mereka keluar bersamaan dengan ketakutan besar yang dirasakan Hana saat ini.
"Kamu itu hina. Kamu itu kelam. Apa yang dipikirkan orang-orang yang mengagumi kalau tahu masa kelam mu itu," Kala mulai mengejek.
"Kio takut. Tolong. Jangan bawa ke situ. Tolong jangan tangkap Kio lagi. Tolong," Kio mulai menangis.
"Jangan menangis di telingaku. Jangan," suara Hana tersekat di tenggorokan, tapi kalimatnya masih bisa dimengerti di tengah derai air matanya.
Dokter Priska menatap dr. Farid.
"Kepribadiannya yang lain sekarang sudah lebih aktif untuk muncul. Jangan sampai kepribadian lainnya yang masih terpendam ikutan muncul. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana Hana akan menanganinya," ujar dr. Priska.
"Tolong Hana, dokter,"
"Pasti ada yang men-trigger sampai trauma itu tiba-tiba datang,"
Hana mulai meraung lemah.
Dokter Priska berjalan ke samping Hana. Dia menyentuh pundak Hana,
"Hana, kamu sedang tidak di masa lalumu. Kamu ada di masa sekarang. Buka matamu Hana jangan pejamkan. Lihat di sini ada saya dan ayahmu. Buka matamu,"
Perlahan Hana membuka matanya. Dia seperti orang linglung yang melihat ke sana ke mari.
"Tarik napas pelan, Hana. Satu.. Dua.. tiga.. Lepas perlahan," dr. Priska mengulanginya beberapa kali hingga dia yakin Hana sudah tenang.
Hana menjadi lesu, napasnya tersengal-sengal seperti baru saja lari jauh.
"Hana, rasakan lantai di bawah kakimu,"
"Sekarang kamu sebutkan 5 hal yang bisa kamu lihat,"
Hana mengedarkan pandangannya,
"Meja, Kursi jam, buku, dokter," ucap Hana.
Sesi itu berlangsung cukup panjang dan melelahkan. Apalagi untuk Hana.
**
"Elmo, cari tahu siapa nama pasien kedua tadi pada dokter itu. Selidiki latar belakangnya," ujar Maheswara ketika sudah berada dalam mobilnya.
Pikirannya masih berkutat pada peristiwa yang baru saja terjadi. Sentuhan kulitnya dengan Hana membuat bagian laki-lakinya bereaksi.
Maheswara ingin menguji satu hal,
"Elmo, sebentar malam cancel semua janjian dan meeting yang sudah terjadwal di-reschedule. Aku ingin ke club malam ini,"
Elmo melihat dari spion, menatap wajah bosnya itu. Sepertinya ada yang beda karena sejak terkena penyakit itu, Maheswara sudah tidak pernah menyentuhkan kakinya di club malam.
"Baik, Tuan," ucap Elmo.
**
Dokter Farid memeluk anaknya.
"Hana bisa melalui ini. Hana tidak sendiri," ucapnya.
Pandangan Hana begitu kosong. Matanya sayu. Tubuhnya lemas.
"Kita pulang ya. Nanti di rumah Hana istirahat," ujar dr. Farid seraya menghidupkan mobilnya.
Sepanjang jalan pulang Hana diam seperti biasa. Tapi sebenarnya, otaknya sedang bekerja keras menganalisis peristiwa tadi di klinik. Tangannya bergetar begitu hebat ketika bersentuhan dengan pria itu.
Peristiwa tangannya bergetar hebat hanya terjadi ketika dia mendengar kata-kata sumbang dari ibunya, ketika dia mencoba memeluk Ayra saat Ayra kecil dan hampir membuat Ayra jatuh. Selain itu, tangannya bergetar tapi tidak sehebat peristiwa itu.
**
"Lebih parah," komentar dr. Farid dengan wajah sedih ketika Ratna Dewi menanyakan hasil konseling tadi.
Wajah Ratna Dewi langsung pias.
"Tiga tahun lagi dia genap 30 tahun. Usianya makin bertambah. Tapi sakitnya itu tidak kunjung sembuh. Kita harus bagaimana," keluh Ratna Dewi.
"Serahkan pada Allah SWT. Semua pasti ada hikmahnya. Sudahlah, yang penting Hana ada dengan kita. Cepat turun dan dampingi Ayra, tamu-tamu sepertinya sudah ada yang datang," ujar dr. Farid sembari memakai kemejanya, bersiap-siap untuk mengikuti acara ulang tahun Ayra.
"Apa dia juga akan turun ke bawah?," tanya Ratna Dewi
"Tidak usah. Aku takut dia akan kambuh. Toh dia bisa mengikuti jalannya acara dari jendela kamarnya,"
Ratna Dewi ke luar kamar dengan langkah gontai.
**
"Mau ke mana? Mama baru tiba dan kamu sudah mau pergi," tanya Nyonya Salimar pada anaknya. Matanya menelisik baju yang Maheswara pakai. Tidak seperti biasa. Kali ini sangat casual.
"Pergi ke suatu tempat," jawab Maheswara seraya memakai topi hitamnya.
"Tumben berpakaian seperti ini,"
"Aku pergi bukan untuk kerja, Ma. Aku ingin ke club malam," Maheswara mengedipkan matanya dan berjalan ke luar.
"Club malam? Apa jangan-jangan...," gumam Nyonya Salimar. Dia menyadari sesuatu dan buru-buru mengejar Maheswara.
"Mahes, tunggu," Nyonya Salimar menarik lengan Mahes, "Kamu..kamu sudah sembuh?,"
Maheswara menatap ibunya,
"Belum tahu, ini baru mau coba praktek nya langsung," Maheswara tersenyum lalu terus berjalan menuju mobilnya.
Semoga saja sudah sembuh dan bisa segera menikah. Keluarga ini butuh penerus. (Nyonya Salimar).
**
Musik ceria diiringi tawa dan suara MC yang menggema dari halaman belakang begitu dinikmati keluarga dr. Farid. Mereka menggunakan pakaian warna senada. Ayra terlihat cantik dengan rambut yang diikat dua dengan pita pink dan dress warna senada.
Dr. Farid dan Ratna Dewi menggunakan kaos pink dan bawahan celana hitam, begitu pun Ammar.
Tibalah di sesi pemotongan kue. MC sudah memberi aba-aba,
"Ayook, mama papa kakak mendekat, kita mau tiup lilin," ditimpali tepukan tangan oleh yang hadir, yang mayoritas anak-anak seumuran Ayra.
Ammar menyalakan lilin angka 7 dengan korek api.
"Ayra akan tiup lilin, kita hitung sama-sama ya, satu...dua...tiga...yeeaayyyy," Ayra meniup lilin, undangan bertepuk tangan.
"Selamat ulang tahun ke-7 Ayra Salmafina Hasyim, panjang umur, dan sehat selalu, tepuk tangan," suara MC menggelegar.
Di balik lantai dua sebuah kamar, ada mata yang pelupuknya sudah dipenuhi air mata. Begitu lilin itu ditiup, air mata itu pun jatuh.
Hana menyeka air matanya dengan tangannya yang bergetar.
Kala, Sena, dan Kio sudah menunggu di sudut ruangan siap bertempur kata-kata dalam pikiran Hana.
psikologi mix religi💪