NovelToon NovelToon
Melepas Masa Lalu, Meraih Cinta Yang Baru

Melepas Masa Lalu, Meraih Cinta Yang Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Uswatun Kh@

Selina harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata menjadi istri kedua. Tristan suaminya ternyata telah menikah siri sebelum ia mempersuntingnya.

Namun, Selina harus berjuang untuk mendapatkan cinta sang suami, hingga ia tersadar bahwa cinta Tristan sudah habis untuk istri pertamanya.

Selina memilih menyerah dan mencoba kembali menata hidupnya. Perubahan Selina membuat Tristan perlahan justru tertarik padanya. Namun, Selina yang sudah lama patah hati memutuskan untuk meminta berpisah.

Di tengah perjuangannya mencari kebebasan, Sellina menemukan cinta yang berani dan menggairahkan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, terancam oleh trauma masa lalu dan bayangan mantan suami yang tak rela melepaskannya.

Akankah Sellina mampu meraih kebahagiaannya sendiri, atau takdir telah menyiapkan jalan yang berbeda?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Pertemuan dengan Reykha.

Dania tahu kisah hidup Sellina. Dia yang tak punya siapa-siapa di kota ini, tak ada tempatnya pulang untuk mengadu, tapi Dania tak mengetahui siapa orang yang menyebabkan semua itu.

Hubungannya dengan Reykha bisa di bilang cukup baik. Reykha yang seorang instruktur yoga sering memberikan kelas yoga untuk keluarga Dania. Bahkan sering datang ke rumah untuk memberikan kelas yoga di sana.

Maka, pertemuan yang terjadi di lobi siang itu terasa seperti ironi yang kejam. Sellina hanya bisa bertanya-tanya, bagaimana bisa kota Makassar yang begitu besar, dengan jutaan wajah di dalamnya, tetap mempertemukannya dengan Reykha. Seakan takdir memiliki selera humor yang gelap, tengah mempermainkan hidupnya.

Reykha berjalan mendekat, langkahnya anggun dan percaya diri. Ia segera memeluk Dania dengan erat, sebuah gestur akrab yang membuat Sellina merasakan sengatan dingin di punggungnya.

Setelah pelukan itu terlepas, mereka bercipika-cipiki, tawa Dania meledak, memecah keheningan yang menyesakkan bagi Sellina.

"Tante, lama gak ketemu. Sekarang makin cantik aja, lho," ucap Reykha berbasa-basi, suaranya halus seperti madu, tetapi Sellina tahu persis racun apa yang tersembunyi di dalamnya.

Saat Reykha melirik, tatapannya menyapu Sellina. Bukan tatapan penasaran, melainkan tatapan pengakuan dingin.

Ada sekelebat kilatan kemenangan yang cepat menghilang, berganti menjadi topeng keramahan yang sempurna. Sellina merasakan darahnya mendidih. Dia mengepalkan tangan di balik roknya, menjaga agar tidak ada satu pun getaran di wajahnya yang mengungkapkan badai yang berkecamuk di dalam hati.

Dania, yang tidak menyadari tegangan tebal di antara kedua perempuan itu, menyambut hangat. "Ah, kamu ini. Udah selesai cutinya, ya?"

Dania tertawa kecil, lalu dengan santai, Dania memperkenalkan. "Reykha, kenalkan, ini Sellina. Sellina, ini Reykha. Dia ini guru yoga andalanku."

Sellina memaksa sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis yang terasa pahit. Senyum yang menyimpan bara api dalam hatinya.

Sellina hanya tersenyum getir begitu pun Reykha yang memang tak berniat mengungkap hubungan mereka.

"Buk, aku masuk dulu ya. Pak Erza pasti sudah nungguin, nanti aku kena omel lagi," ucap Sellina, ia meraih tangan Dania dan mengecup punggung tangganya.

Sellina bergegas meninggalkan mereka, langkahnya terburu-buru seakan enggan berlama-lama bersama Reykha.

Dalam hati kecilnya khawatir pertemuan ini akan menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. Namun, ia mencoba tetap berprasangka baik, tak ingin Su'uzon.

Sementara itu, Dania dan Reykha melanjutkan perbincangan mereka. Mereka tidak menyadari bahwa interaksi singkat antara Reykha dan Sellina telah menjadi tontonan tak sengaja bagi mata lain.

Erza, yang baru saja keluar dari pertemuan lain dan hendak kembali ke ruangannya, tiba-tiba melihat tiga sosok itu. Jarak pandangnya cukup jelas untuk menangkap senyum getir Sellina dan sorot mata dingin Reykha. Namun, saat Sellina berbalik dan bergegas kembali ke area kantor, Erza sontak mengalihkan pandangannya, tubuhnya menegang, dan ia segera bergegas pergi.

Asistennya, Elena, yang berjalan di belakangnya, terkejut melihat perubahan sikap bosnya yang mendadak.

"Kenapa buru-buru banget sih, Pak?" tanya Elena, langkahnya harus memendek untuk mengimbangi kecepatan Erza. Ada nada khawatir sekaligus bingung dalam suaranya. "Ada apa? Apa Bapak kebelet?"

Erza tidak menoleh. Ekspresinya mengeras, rahangnya terkatup rapat.

"Udah ayok," sentak Erza, suaranya tajam dan tidak sabar. "Jangan bawel." Langkah kakinya dipercepat, hampir berlari, meninggalkan Elena yang terdiam kebingungan di belakang.

Erza sudah lebih dulu tiba di ruangannya. Punggungnya tegak di kursi kebesaran, tampak fokus pada layar, namun matanya yang tajam sesekali teralih ke jendela kaca, seolah menanti sesuatu.

Tak lama, Sellina datang. Matanya menyisir ruangan Erza sejenak, sebuah pengecekan refleks untuk memastikan bosnya benar-benar berada di tempat.

Ia bergerak dengan kelelahan yang nyata. Ditariknya punggung kursi sedikit menjauh dari meja, memberinya ruang untuk merosot dan duduk dengan nyaman.

Kelopak matanya terlihat kuyu dan mengendur. Tak ada semangat, tak ada kilau, hanya sisa-sisa energi yang terkuras oleh pertemuan tak terduga tadi.

Bayang-bayang Reykha sungguh menghantuinya. Bukan rasa takut yang menguasai, melainkan kecemasan yang mendalam. Ia merasa khawatir jika Reykha, dengan sifat licik dan manipulatifnya yang ia kenal betul, akan kembali menimbulkan masalah.

Tubuh Sellina melemas, kekhawatiran itu terasa memberatkan bahunya. Ia perlahan tertelungkup di atas keyboard miliknya, wajahnya menyentuh permukaan keyboard yang kasar. Posisinya yang murung adalah penampakan kelemahan yang jarang ia perlihatkan.

Melihat Sellina yang larut dalam kesedihan yang tampak jelas, Erza merasakan dorongan aneh yang menusuk di dadanya. Ia segera memegang gagang telepon di atas meja, gerakan yang cepat, seolah takut niatnya berubah.

"Halo, Elena," bisiknya, suaranya sengaja dibuat rendah dan datar. "Belikan aku Affogato yang terbaik dan beberapa cemilan manis. Nanti berikan ke Sellina, bilang aja itu darimu."

"Baik, Pak," jawab suara di seberang telepon, terdengar bingung namun patuh.

Setelah menutup telepon, Erza kembali berpura-pura sibuk. Namun, ia tak bisa menahan diri.

Erza beberapa kali mencuri pandang ke arah Sellina yang masih tertelungkup. Entah kenapa, mata dan otaknya tak bisa diajak kompromi. Otaknya berteriak untuk bersikap cuek, menjaga jarak profesional seperti yang ia tunjukkan pada Elena. Namun, hati dan matanya tetap saja terikat dan tertuju pada Sellina.

Beberapa saat kemudian, langkah kaki Elena kembali terdengar, membawa serta aroma kopi yang hangat. Ia menghampiri meja Sellina, yang masih duduk lesu dengan sorot mata hampa.

"Ini dia penyelamat harimu," bisik Elena pelan sambil meletakkan sebuah Paper Bag berlogo kedai kopi di atas meja.

Sellina tersentak, mengangkat wajahnya dengan dahi berkerut kebingungan. Diintipnya isi kantong itu, mata sayunya tak melihat sesuatu yang ia kenali. "Apa ini? Perasaan aku tidak pesan makanan, deh."

Elena tersenyum misterius. Ia dengan sigap mengeluarkan beberapa cup dan kotak kue dari dalam tas. "Memang kamu gak pesan. Aku cuma mau berbagi saja. Kebetulan tadi ada promo beli satu gratis satu, jadi aku beli dobel dan aku bagi sama kamu."

Ia menyodorkan satu cup pendek yang berisi es krim vanila disiram cairan kopi pekat. "Nih, Affogato," katanya, nadanya penuh semangat. "Aku lihat kamu nggak semangat dari tadi. Coba minum ini, pasti kamu seger lagi, deh."

Sellina ragu, namun rasa penasaran mengalahkan kemalasannya. Perlahan, ia menyentuh ujung sedotan. Dingin dan manis dari es krim langsung menyambut lidahnya, lalu seketika, sensasi panas dan kuat dari espresso menyusul, menciptakan perpaduan rasa kontras yang membuat indra perasanya seakan menari dalam kejut yang menyenangkan.

Lembut dan dinginnya es krim yang meleleh bercampur dengan rasa pahit espresso yang baru diseduh seketika menampar sistem sarafnya, seolah membangunkan seluruh semangat yang tadi sempat hilang. Matanya yang tadinya sayu kini berbinar cemerlang.

"Ini enak banget, Elena! Makasih banyak, ya. Sekarang aku merasa lebih bersemangat!" Sellina berseru riang, sorot lesu telah berganti penuh energi.

Elena tersenyum puas, kelegaan terpancar jelas di wajahnya. Sambil menggeser kotak kue ke hadapan Sellina, ia berpesan, "Jangan lupa makan kuenya juga, ya. Kalau begitu, aku pergi dulu."

Elena melangkah menjauh, namun sebelum benar-benar hilang dari pandangan, ia melirik sekilas ke arah jendela kaca. Di sana, Erza yang sedari tadi mengawasi, kini ia tundukkan kepala seakan memberikan isyarat bahwa misinya berhasil.

Sellina kembali mengucapkan terima kasih dengan lambaian tangan kecil.

Di balik jendela kaca itu, menyaksikan Sellina tersenyum lagi sambil menikmati Affogato, Erza ikut tersenyum tipis.

****

Beberapa waktu berlalu, tetapi waktu seolah membeku bagi Sellina. Kehidupannya mengalir dalam rutinitas yang terisolasi. Meskipun tinggal satu atap, Sellina dan dua penghuni rumah lainnya—Reykha dan Tristan—hidup seolah di dimensi berbeda. Interaksi dihindari, sapaan diabaikan. Sellina memilih menjadi orang asing di rumahnya sendiri.

Pekerjaannya berjalan mulus, menjadi satu-satunya pelabuhan bagi fokus dan emosinya. Malam itu, setelah hari yang panjang, ia menikmati momen damai.

Sellina duduk di depan meja riasnya, tengah asyik mengoleskan serum pada wajahnya di bawah cahaya temaram lampu tidur.

Ia hanya mengenakan pakaian tidur tipis, sebuah gaun tidur tali satu (one-shoulder chemise) berbahan satin lembut yang jatuh longgar di atas lutut. Pakaian itu memang dirancang untuk kenyamanan pribadi di dalam kamar, menampilkan bahu mulusnya yang hanya ditopang oleh sehelai tali satin.

Tiba-tiba, kedamaian itu pecah oleh suara yang memekakkan.

BRAK!

Gagang pintu kamarnya diputar kasar, dan pintu itu didorong terbuka tanpa ketukan sedikit pun. Sosok Tristan berdiri di ambang pintu, matanya langsung tertuju pada Sellina.

Sellina tersentak hebat, refleks tubuhnya melonjak kaget. Jantungnya berdebar liar, darahnya seakan berhenti mengalir.

Wajahnya memerah, antara malu dan marah. Suaranya tercekat, tetapi ia berhasil mengeluarkan teguran tajam.

"Mas Tristan!"

1
🍒⃞⃟🦅☕︎⃝❥~`•suami aku`•~⧗⃟ᷢʷ
lanjut Thor semngat /Joyful/
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
gmn mau punya anak, wong Tristan nggak pernah mau nyentuh selina lohh
Yuli Yulianti
mumpung dirmh orang tua Tristan mending jujur deh sellina klo kamu ud nggak sanggup bertahan lg
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©: bener itu kak.. biar nggak sakit hati mulu
total 1 replies
𝑻𝒉𝒂𝒓𝒊𝒊 🍒⃞⃟🦅
kek pernah liat namanya /Chuckle/
⛧⃝ 𓂃Luo Yi⧗⃟: 🤭🤭 iya emng sesuatu ini nama🤣
total 1 replies
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
udah pada metong dong🤣🤣🤣
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
wehh mau apa lagi itu nenek sihir
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
hilih bukan pemilik kok sok2an
⧗⃟ᷢʷ§𝆺𝅥⃝©⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ ⍣⃝🦉ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
Nathan statusnya menantu tapi kelakuan seperti pemilik aja
Mardiana Mardiana
bacanya sambil senyum-senyum dong😁
ditunggu kelanjutannya❤❤
⛧⃝ 𓂃Luo Yi⧗⃟: siap deh... ngebut nulis
total 1 replies
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
awas selina, Ezra mulai nyaman tuhh🤭🤭
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
astaghfirullah tuduhan mu sekejam itu😭😭
Mardiana Mardiana
seruu bab ini😁😁❤❤
🟡🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©
lanjut Thor, semakin seru🤭🤭
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria
mantap selina
Mardiana Mardiana
ditunggu lanjutannya 😊
⛧⃝ 𓂃Luo Yi⧗⃟: sabar ya buk.. ini gebut nulisnya 🤭
total 1 replies
Mardiana Mardiana
ikut gereget bacanya😁
Mardiana Mardiana
suka dengan karakter selina dia tegas keren banget ❤
🍒⃞⃟🦅 ☕︎⃝❥Maria
mumpung cepat sadar kamu selina
☘𝓡𝓳 𝙉ᗩƁίĻԼል
mampir kak
awan
ada rahasia apa ini..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!