Tolong berhentilah menebar pesona hanya mata terpejam bisa kurasakan, jangan biarkan cahayamu membutakan banyak hati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angguni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencintai Karena Allah
Bobby kembali melingkarkan lengannya di pinggangku, membawaku lebih dekat kearahnya. Pelukannya seakan berbicara bahwa aku hanya miliknya, bahwa tidak akan ada yang bisa merebutku darinya. Aku menatap matanya yang terpejam. Tiba-tiba manik hitam itu terbuka sejurus dengan senyum indah melengkung di bibirnya. Samar kudengar rentetan doa di Lafalkannya,kemudian dengan lembut meniup ubun ubun ku. Perlahan dia mencium kening, kedua kelopak mata, hidung, dan pipiku. aku masih membeku dengan perlakuan Bobby.
"Desi".
" I.... iya".
"Aku mencintaimu karena Allah".
Matanya kembali terpejam. Lengannya menarikku ke dalam pelukannya. Ku sembunyikan pipi tomat ku di dada bidangnya. Tak henti bibirku berucap syukur atas nikmat Tuhan memberiku kekasih seperti Bobby. Aku masih terjaga merasakan nyaman posisi seperti ini sembari menantikan fajar yang akan segera hadir. Fajar terindahku.
Bobby Pov
Kulihat Desi ku sedang sibuk dengan tomat di tangannya. Sejak tadi dia berkutat di dapur menyiapkan sarapan kami. Sungguh ini seperti mimpi. Aku berhasil memperistri Desi dan mampu menjinakkan sisi lain dari dirinya. Well, ini perjodohan yang menguntungkan menurutku.
Kupeluk Desi dari belakang. Dia bagaikan magnet yang membuatku selalu tertarik ke arahnya. Dia menoleh dan tersenyum padaku. Tanpa merasa terganggu dengan kehadiranku, dia terus saja melanjutkan pekerjaannya. Kulepas lenganku dari pinggangnya. Aku berjalan menuju kompor, memindahkan nasi goreng buatan Desi ke dalam mangkuk yang cukup besar.
"Biar aku aja, Dit. Kamu tunggu di meja makan aja".
" Gak deh, aku pengen bantuin kamu. Udah, buruan kamu gorengin telur mata sapi buat aku sana".
Tanpa menjawab, Desi mengambil telur di lemari, sambil bersenandung kecil.
Nada dering ponsel pintar ku berbunyi nyaring dari dalam kamar. Aku berlari mengambilnya. Ternyata mama.
"Halo.... Assalamualaikum, ma".
" ..... ".
" Maaf, ma. Bobby lupa ".
"..... ".
" Apaan sih,ma? Enggak. ini Desi lagi masak buat sarapan ".
".... ".
" Iya iya, ma, beres. Percaya sama Bobby, oke?"
".... ".
" Waalaikumsalam ".
Aku berjalan ke ruang makan. Ternyata Desi sudah duduk menungguku.
" Siapa mas yang telpon pagi pagi? "
Ada yang janggal dari ucapannya barusan. Aku masih diam tak merespon.
"Mas? "
Dia mengayunkan jari jarinya di depan wajahhku.
"Apa? "
"Apanya? " Desi malah ganti memandang ku bingung.
"Barusan kamu manggil aku apa? "
"Mas.Ada yang salah ya? Kamu gak suka panggilan itu? "
"Eh, anu, enggak. Maksudku, suka kok suka banget".
Desi memandang heran ke arahku. Aku tahu wajahku memanas sekarang. Aku tidak pernah merasa sebodoh ini sebelumnya.
" Kamu kenapa, mas? Mukamu merah kayak cewek abege di gombalin cowoknya, hahaha ".
Grrrrrrr!
Aku pura pura tak mendengar ucapannya. Ku sodorkan piring ke arah Desi. Dia hanya mendengus kesal karena diabaikan. Tapi, dia tetap menyendok kan nasi goreng dan mengambilkan lauk untukku. Aku tersenyum geli melihat hal ini, seperti adegan di sinetron kesukaan mama, hahaha.
"Kamu kenapa sih, mas? Ada yang salah ya? "
"Iya, salahnya aku gak nikahin kamu dari dulu aja, hahaha".
Bukannya blushing atau apa karena aku gombalin, Desi malah mendelik ke arahku. Aneh istriku ini.
Desi Pov
Siang ini, udara cukup terik. Kami masih berada di alun-alun. Aku masih belum percaya, kota istimewa ini menjadi saksi ikrar suci yang di ucapkan Bobby. Di awali di kota ini perjalanan baruku, bersama partnerku yang insyaallah dunia akhirat. Amiin.
Bobby masih dengan asyiknya melingkarkan lengan pinggangku. Dia seakan ingin menunjukkan pada seluruh dunia bahwa aku miliknya. Takkan ada yang bisa merebutku dari dia. Ya, setidaknya aku sangat bahagia dengan hal ini. Dia sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Bukan lagi Bobby yang tak acuh dan seakan menganggapku tidak pernah ada. Kini lelaki esku sudah menjadi bes krim yang manis dan penuh warna.
Perlahan ku singkirkan tangan Bobby dari pinggangku. Dia malah menatapku bingung.
"Kenapa? "
"Aku malu, mas, di liatin banyak orang. Kayaknya gak pantes deh".
" Gak pantes gimana? "Bobby malah terlihat makin bingung.
" Ya.... Kesannya gimana gitu, kan, remaja berjilbab lebar dipeluk di depan umum begini ".
" Hahahaha ".
Sekarang aku yang gantian bingung mendengar tawa Bobby. " Kok ketawa sih, mas? "
"Kamu lucu sih".
Dengan wajah gemas, dia seenaknya mencubit pipi chubby ku.
" Apanya yang lucu? "
Dengan wajah sok ngambek, aku berjalan mendahului Bobby. Belum genap empat langkah, tanganku sudah di tariknya ke belakang.
"Jangan bertingkah seakan kamu benar-benar remaja yang lagi kencan dan ngambek di jalan. Ingat, kamu sudah jadi " Ibu ibu"sekarang, Desi ".
Aku mendelik mendengar kata katanya, sementara Bobby tersenyum mengejek. sejak semalam, dia suka sekali menampakkan senyum yang seperti itu.
" Apa? Kamu gak terima di sebut "Ibu ibu, hmmm? "
"Jelas dong, aku kan bukan ibu ibu. Hanya sudah menikah, tapi belum menjadi ibu! "
"Mampus"
"Hey, apa itu maksudnya kamu ingin segera menjadi ibu? hmmm? kalau begitu, akan ku kabulkan".